Kelompok Kerja Pendidikan G20 akan mengusung empat agenda prioritas meningkatkan kualitas pendidikan serta tiga konsensus kebudayaan untuk pemulihan global pascapandemi.
Pandemi Covid-19 semakin menyadarkan dunia pentingnya gotong royong untuk bersama-sama pulih dan bangkit dari keterpurukan. Oleh karena itulah, Presidensi G20 Indonesia 2022 mengangkat tema “Recover Together, Recover Stronger” atau “Pulih Bersama”. Tema tersebut terinspirasi dari salah satu nilai dasar bangsa Indonesia yang menjadi budaya, yaitu gotong royong.
Nilai luhur bangsa Indonesia tersebut menjadi pijakan dasar bagi Kelompok Kerja Pendidikan G20 (Education Working Group/EdWG) dalam menuntaskan masalah pendidikan dan kebudayaan global. Forum G20 menjadi momentum bagi Indonesia untuk bersama-sama dengan anggota G20 membantu persoalan ketimpangan akses pendidikan yang berkualitas dalam pemulihan pascapandemi Covid-19.
"Dengan semangat untuk pulih dan bangkit bersama, saya ingin mengajak semuanya untuk menguatkan gotong royong agar kita bisa menyukseskan presidensi G20 Indonesia serta mewujudkan Merdeka Belajar dan Merdeka Berbudaya," tutur Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim saat membuka “Kick Off G20 on Education and Culture”, di Jakarta, Rabu (9/2/2022).
Seturut demikian, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbudristek Iwan Syahril, selaku Ketua Kelompok Kerja Pendidikan (Chair Education Working Group) G20 mengatakan, ada empat agenda prioritas pendidikan yang akan diangkat Indonesia dalam EdWG G20. Salah satu agenda tersebut berkaitan erat dengan budaya gotong royong bangsa Indonesia, yaitu solidaritas dan kemitraan atau “solidarity and partnership”.
"Agenda ini berkaitan dengan kearifan budaya bangsa Indonesia yang tadi sudah disampaikan oleh Mendikbudristek, yaitu gotong royong. Kita ingin menawarkan kearifan budaya bangsa kita sebagai solusi dalam reimagining the future. Karena kita percaya, hanya dengan saling mendukung dan saling bekerja sama, kita bisa maju dan menyelesaikan persoalan-persoalan pendidikan global," tutur Iwan.
Ketiga agenda prioritas lainnya yaitu pendidikan berkualitas untuk semua atau universal quality education, teknologi digital dalam pendidikan atau digital technologies in education, dan masa depan dunia kerja pasca-Covid-19 atau the future of work post Covid-19.
Terkait agenda pendidikan berkualitas untuk semua, Iwan menjelaskan, agenda yang diusung berangkat dari tantangan untuk mendorong pemerataan akses dan kualitas pendidikan di semua tingkatan, khususnya untuk kelompok-kelompok yang rentan dalam pemulihan pasca-Covid-19.
Laporan Pendidikan global UNESCO 2020 mengungkapkan, sedikitnya 258 juta anak-anak dan remaja di sejumlah negara tidak dapat mengakses pendidikan. Jumlah ini mewakili 17 persen dari semua anak usia sekolah di dunia. Akibat kemiskinan kebanyakan mereka yang tidak memiliki akses ke sektor pendidikan berada di Asia Selatan, Asia Tengah, dan kawasan sub-Sahara Afrika.
Anak-anak dari komunitas yang lebih miskin serta anak perempuan, penyandang cacat, imigran, dan etnis minoritas adalah kelompok yang di banyak negara dirugikan. Situasi kian memburuk dengan adanya wabah Covid-19, yang mengakibatkan 90 persen populasi siswa global mengalami learning loss karena penutupan sekolah.
Forum EdWG menyikapi persoalan tersebut. Agenda itu sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mewujudkan pendidikan berkualitas bagi semua. Seperti yang dicanangkan dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs) ke-4.
Agenda prioritas berikutnya, yakni teknologi digital dalam pendidikan. Pihak Indonesia ingin menajamkan diskusi dan solusi tentang bagaimana teknologi digital bisa menjadi jawaban atas permasalahan akses, kualitas, dan keadilan sosial di bidang pendidikan.
Hal itu dipertegas oleh Mira Tayyiba, Sekjen Kementerian Kominfo, Co-Chair Digital Economy Working Group G20 (DEWG). Isu kesenjangan teknologi digital menjadi agenda prioritas di DEWG dan perlu kolaborasi bersama untuk menjadi solusi bagi pemulihan global.
Mira menjelaskan, dengan menekankan pada inklusivitas, produktivitas, empowering, dan sustainablility, teknologi digital tidak sekadar dimanfaatkan, melainkan bisa menciptakan nilai dari pemanfaatan tersebut secara berkelanjutan.
Mengenai agenda masa depan dunia kerja pascapandemi Covid-19, Dirjen GTK berpandangan, kebutuhan dunia kerja pascapandemi Covid-19 mengalami perubahan. Pendidikan vokasi serta konsep Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang dijalankan secara sinergi antara Kemendikbudristek, Kemenaker, maupun kalangan industri menjadi kunci mengatasi pasar tenaga kerja yang berubah saat ini.
Kemendikbudristek akan membeberkan SMK Pusat Unggulan sebagai contoh meningkatkan keterampilan siswa menghadapi pasar kerja. Sebanyak 900 SMK telah mengikuti program ini. Begitu pula, Kemenaker sudah menggulirkan balai latihan kerja (BLK) berbasis komunitas.
Ruwatan Massal
Adapun pada 20-21 September 2022 di Yogyakarta, Kelompok Kerja Pendidikan G20 akan menggelar Pertemuan Menteri Kebudayaan G20 atau Ministerial Meeting on Culture. Mendikbudristek menunjuk Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Hilmar Farid sebagai Koordinator.
Hilmar Farid mengatakan bahwa menjelang Ministerial Meeting on Culture, Indonesia akan mengadakan sejumlah kegiatan kebudayaan, termasuk sebuah ruwatan massal guna menemukan cara hidup berkelanjutan pascapandemi melalui kebudayaan.
Sebagai bagian dari Ministerial Meeting on Culture, ruwatan tersebut kata Hilmar, akan berupaya menghasilkan tiga konsensus global, yakni mengajak setiap Negara G20 untuk berfokus pada satu masalah yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia.
"Indonesia akan mengajak seluruh pihak memikirkan sebuah strategi yang dapat menciptakan perubahan gaya hidup guna menyelesaikan persoalan dalam aspek kehidupan," tukas Hilmar.
Kedua, lanjut Dirjen Hilmar, “Indonesia, melalui Kemendikbudristek akan mengajak kementerian negara lainnya untuk membuat satu laporan bersama yang merangkum praktik baik dari seluruh dunia dan memperlihatkan sebuah peta jalan kebudayaan untuk menciptakan hidup yang berkelanjutan”.
Ketiga, lewat peta jalan itu, tutur Hilmar, Kemendikbudristek juga ingin menginisiasi berdirinya sebuah global fund bagi para seniman dan pekerja budaya.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari