Indonesia.go.id - Presidensi G20 Indonesia Tekankan Komitmen Pembangunan Berkelanjutan

Presidensi G20 Indonesia Tekankan Komitmen Pembangunan Berkelanjutan

  • Administrator
  • Kamis, 16 Juni 2022 | 21:52 WIB
G20
  Kehadiran mobil bertenaga listrik digunakan untuk mengurangi dampak pencemaran dan polusi. Antara Foto/ Muhammad Iqbal
Teknologi digunakan untuk mengurangi dampak polusi. Salah satunya kendaraan listrik karena ramah lingkungan dan tidak menambah efek gas rumah kaca.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) merupakan hasil kesepakatan para pemimpin dunia yang bertemu di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 25 September 2015, melalui pertemuan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030.

Ada 17 tujuan dengan 169 pokok capaian terhadap masalah-masalah pembangunan berkelanjutan yang harus diwujudkan pada 2030 untuk keselamatan manusia dan planet bumi. Termasuk di dalamnya, pengentasan kemiskinan dan kelaparan, perbaikan kesehatan, pendidikan, pembangunan kota berkelanjutan, perubahan iklim, serta perlindungan hutan dan laut.

Konsep berkelanjutan secara sederhana tecermin dalam keseimbangan antara konservasi dan pembangunan ekonomi. Artinya, pembangunan ekonomi berjalan tanpa merusak lingkungan dan tidak boleh melakukan eksplorasi berlebihan. Sebaliknya, harus mengedepankan sistem lingkungan berkelanjutan di mana ada prinsip daya dukung dan daya tampung lingkungan yang harus dijaga.

Ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo, pembangunan yang dilakukan harus memperhatikan kelestarian lingkungan dan tata kelola yang adil dan akses sumber daya lahan yang lebih luas untuk masyarakat. Kebijakan-kebijakan mengenai pembangunan berbasis ramah lingkungan yang dihasilkan sejak dua dekade lalu tetap dilanjutkan secara konsisten.

Kedaulatan negara dan peradaban sosial masyarakat harus dijamin seiring dengan penerapan ekonomi hijau yang menekankan efisiensi, produktivitas tinggi, dan emisi rendah karbon. Demikian dikatakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya ketika menjadi pembicara utama dalam Side Event T20 bertajuk Meaningful Digitalization to Achieve Sustainable Development Goals yang adakan secara daring di Jakarta, Rabu (15/6/2022).

Acara itu merupakan rangkaian dari Presidensi G20 Indonesia yang mengedepankan tekad untuk mengingatkan kembali pentingnya peranan SDG ini kepada 19 negara anggota lainnya.  Siti juga mengingatkan, SDG telah menjadi energi utama dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional Indonesia.

Itu dapat dilihat dari visi misi presiden yaitu Indonesia Maju karena SDG diyakini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian nasional. Selain juga menjaga keberlanjutan kehidupan sosial dan kualitas lingkungan untuk generasi berikutnya.

Kendati sempat terguncang oleh pandemi yang hingga saat ini belum diketahui kapan akan berakhir, Indonesia tetap mengandalkan empat pilar utama, yaitu lingkungan, sosial, ekonomi, dan pemerintahan. Indeks Kualitas Lingkungan (IKL) Indonesia masuk kategori baik.

IKL pada 2021 menunjukkan angka 70,45 atau meningkat 1,8 poin dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan kualitas lingkungan ini, merupakan gabungan dari berbagai intervensi program. Salah satunya, restorasi lahan pada daerah aliran sungai (DAS).

Peningkatan kualitas lingkungan juga ditunjukkan oleh beberapa indikator lainnya, seperti emisi gas rumah kaca yang berhasil ditekan menjadi 65,9 persen dari 75,16 persen. Kinerja positif juga ditunjukkan dari pengelolaan sumber daya hutan yang mencatat angka Rp111,99 triliun dari target Rp106 triliun. Sebanyak 180 ribu hektare lahan juga telah difungsikan untuk hutan sosial dari lahan yang tersedia secara akumulatif seluas 2,74 juta ha.

Secara umum, luas tutupan lahan hutan di seluruh kepulauan Indonesia mencapai 95 juta ha dan terluas di Asia. Di luar itu, pada sisi di 2014 tercatat, terjadi kerusakan hutan hingga 1,09 juta ha kendati menyusut tinggal 115 ribu ha pada 2020.

"Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan moratorium hutan antara lain rehabilitasi lahan, tidak mengeluarkan izin baru pemanfaatan hutan, dan perbaikan tata kelola hutan," ujar Siti.

 

Teknologi dan Lingkungan

Pada kesempatan serupa, Lead Co-Chair Task Force 3 T20 Moekti Handajani Soejacmoen mengatakan, teknologi dapat dikelola untuk mendukung kelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Ini cukup beralasan, karena secara statistik penggunaan sumber daya alam untuk pembangunan telah naik tiga kali lipat dibandingkan era 1970-an.

Dari sini, kata Handajani, dapat diketahui bahwa di sektor ekonomi ada 10 persen warga bumi yang menguasai 76 persen ekonomi dunia. Sebaliknya, 50 persen penduduk termiskin di dunia hanya mempunyai 2 persen dari kekayaan global. Uniknya, 50 persen tadi justru hanya menyumbang sekitar 10 persen emisi gas rumah kaca.

Sebaliknya, 10 persen penduduk bumi yang masuk warga terkaya di dunia menyumbang emisi lebih besar, jauh di atas 50 persen penduduk termiskin. Lantaran para penduduk terkaya itu menguasai industri penuh polusi udara dan tanah.

Hal itu terjadi karena tercemarnya udara dan air tanah untuk minum. Alhasil, selain memberi pencemaran, mereka pula yang membawa dampak kematian di lingkungan industrinya, hingga 16 kematian per hari dalam rentang 2002--2017. 

Oleh karena itu, teknologi kemudian digunakan untuk mengurangi dampak pencemaran dan polusi. Salah satunya adalah kendaraan listrik karena lebih ramah lingkungan dan tidak menambah efek gas rumah kaca. Di luar itu, terdapat teknologi digital yang memungkinkan manusia untuk mengurangi mobilitasnya secara penuh dan digantikan oleh pihak lain sehingga lebih efisien.

Namun, ada isu terbesar dari digitalisasi yang telah memberikan banyak kemudahan kepada umat manusia dan berperan penting dalam pembangunan berkelanjutan. Digitalisasi masih digerakkan oleh listrik, di mana dayanya masih banyak menggunakan energi fosil, seperti batu bara dan minyak bumi, yang tidak bisa diperbarui.

"Tak hanya itu, karena energi fosil turut mencemari lingkungan lewat hasil pembakarannya yang berbahaya bagi kesehatan. Sudah waktunya kita mengambil daya dari energi terbarukan untuk meminimalkan kerusakan lingkungan," urai Moekti.

Jadi, digitalisasi bukan hanya tentang teknologi. Sektor teknologi informasi tidak dapat mencapai perubahan dengan sendirinya. Transformasi global membutuhkan komitmen dari semua orang, mulai dari pemerintah, investor, akademisi, dan warga negara. Sehingga, digitalisasi diharapkan dapat membuka jalan menuju pembangunan berkelanjutan.

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari