Pertemuan Menteri Kesehatan G20 kedua merupakan pertemuan terakhir dari rangkaian Presidensi G20 Indonesia bidang kesehatan yang menargetkan kesepakatan aksi nyata.
Inspirasi dari Tri Hita Karana mewarnai pertemuan Menteri Kesehatan G20 kedua (2nd Health Minister Meeting/HMM) yang digelar di Bali pada 26--28 Oktober 2022. Masyarakat Bali memang memercayai Tri Hita Karana, yang dalam terjemahan harfiah berarti “tiga penyebab kemakmuran”, yakni harmoni dengan Tuhan, harmoni dengan lingkungan, dan harmoni antarmanusia.
Selama berabad-abad, filosofi harmoni ini telah membimbing orang Bali untuk mengutamakan kerja sama dan kasih sayang satu sama lain, untuk bertahan hidup bersama dan makmur, terlepas dari keadaan hidup yang sulit. Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, filosofi tersebut menjadi prinsip dalam upaya pulih dari pandemi Covid-19.
“Kita hadir dalam pertemuan ini dengan perspektif dan perbedaan yang ada. ‘Tri Hita Karana’ memanggil kita untuk bekerja sama secara harmonis, untuk membangun dunia yang lebih baik dengan kesehatan global yang lebih kuat secara arsitektur dan menjaga kesehatan generasi saat ini dan masa depan,” ujar Menkes Budi pada pembukaan 2nd HMM di Bali, Kamis (27/10/2022).
Filosofi Tri Hita Kirana diimplementasikan dalam setiap presidensi G20. Di mana, di setiap pertemuannya terdapat hasil yang nyata untuk bangkit dari pandemi dan siap menghadapi pandemi berikutnya.
Sebelumnya, telah dibahas tiga agenda kesehatan global selama tiga pertemuan Kelompok Kerja Kesehatan (HWG), pertama, harmonisasi standar protokol kesehatan global. Kedua, membangun ketahanan sistem kesehatan global. Ketiga, memperluas manufaktur global, pusat penelitian untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi global.
Di samping membahas tiga agenda utama tersebut, 2nd HMM juga menggelar side event untuk membahas tantangan kesehatan yang mendesak. Antara lain, penyakit tuberkulosis (TB), One Health, dan Resistensi Antimikroba (AMR).
Pada kesempatan itu, Indonesia memaparkan empat kerangka kerja penanggulangan penyakit tuberkulosis. Pertama, menyesuaikan protokol kesehatan seperti penanggulangan Covid-19 melalui cara menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M).
Lalu kedua, perlunya memperkuat jaringan laboratorium deteksi penyakit dalam rangka memperkuat pengawasan TB. Ketiga, menurut Menkes Budi, peningkatan pengawasan TB perlu diintensifkan, sebab berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dari sekitar 842 ribuan orang terindentifikasi TB, hanya 200 ribuan yang memiliki nama dan alamat jelas.
Selanjutnya, terapi TB menjadi kerangka kerja keempat penanggulangan pandemi melalui pengadaan vaksin hingga pembentukan jejaring 'orang tua asuh' bagi pasien.
Isi Dokumen Rencana Aksi
Dari kegiatan tersebut, ada lima rencana aksi yang telah dicapai bersama. Pertama, pembentukan Dana Perantara Keuangan Pencegahan Pandemi, Kesiapsiagaan, dan Respons (PPR FIF). Pengumpulan dana tersebut diprakarsai oleh Presidensi G20 Arab Saudi dan Italia kemudian dilanjutkan dalam Presidensi G20 Indonesia 2022.
“PPR FIF kini telah terbentuk dan memulai operasinya dengan total komitmen lebih dari USD1,4 miliar, diperoleh dari 20 donor dan tiga filantropi,” tutur Menkes Budi.
Kedua, membuat Access to Covid-19 Tools-Accelerator (ACT-A). Hal ini untuk melengkapi pembiayaan PPR pandemi, mobilisasi sumber daya kesehatan esensial adalah yang terpenting. Tinjauan ini akan membantu membangun kerangka kerja masa depan bagi semua negara untuk mengakses penanggulangan medis selama keadaan darurat kesehatan.
Ketiga, optimalisasi pengawasan genomik global. Selain menyediakan sumber daya, memperkuat pengawasan genomik untuk menahan risiko pandemi juga sangat penting.
Menkes menyebut, pihak Indonesia percaya berbagi data patogen pada platform berbagi data yang tepercaya dan dapat diakses publik sangat penting. Hal itu dapat diwujudkan pada platform yang memenuhi prinsip-prinsip akses seterbuka mungkin, tertutup seperlunya, akurat, tepat waktu, dan representatif.
Keempat, harmonisasi standar protokol kesehatan global. Untuk membuat mobilitas lintas batas aman dan mempercepat pemulihan ekonomi. Kelompok Kerja Teknis G20 yang difasilitasi oleh WHO, OECD, dan Global Digital Health Partnership (GDHP) telah mengembangkan mekanisme untuk negara untuk mengenali sertifikat Covid-19 digital dengan mulus sambil menjunjung tinggi privasi data dan keamanan.
Para Menkes G20 itu menyadari pentingnya memperluas penelitian dan kapasitas produksi untuk alat vaksin, terapi, dan diagnostik (VTD). Oleh karena itu, sebagai poin kelima, 2nd HMM mendukung inisiatif mRNA WHO di Argentina, Brasil, dan Afrika Selatan dan upaya kolaboratif lainnya. Sudah ada tujuh negara anggota G20 termasuk Indonesia yang menyatakan minatnya untuk membangun ekosistem manufaktur penelitian dan VTD.
Pertemuan kedua HMM ini merupakan pertemuan terakhir dari rangkaian Presidensi G20 Indonesia bidang kesehatan yang menargetkan kesepakatan dokumen outcome. Peserta pertemuan sejumlah 190 orang merupakan delegasi dari negara anggota G20 dan negara maju lainnya, seperti Singapura, Uni Emirat Arab, Swiss, Belanda, dan perwakilan dari beberapa negara mewakili regional seperti ASEAN, Pacific Island Forum, African Union, Caribbean Community, dan NEPAD.
Turut hadir organisasi internasional terkait seperti WHO, World Bank, GAVI, CEPI, Global Fund, OECD, dan lainnya untuk memberikan masukan atau pengayaan terhadap isu prioritas G20 di bidang kesehatan.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari