Nusa Dua, InfoPublik - Kerawanan pangan global terus meningkat hingga saat ini. Situasi geopolitik di Ukraina dan pembatasan ekspor yang memperburuk dampak pandemi COVID-19, yang mengakibatkan ketidaksesuaian pasokan permintaan dan gangguan pasokan, mendorong harga pangan menyentuh rekor tertinggi.
“Selama diskusi kami di bawah Kepresidenan G20 Indonesia 2022, para Anggota telah mengidentifikasi kebutuhan yang mendesak bagi G20 untuk mengambil langkah-langkah konkret berkolaborasi dengan organisasi internasional untuk mengatasi ketahanan pangan, terutama untuk membantu negara-negara yang membutuhkan. Indonesia sebagai Presidensi G20 mendesak tindakan nyata untuk mengatasi kerawanan pangan yang terus meningkat dan tantangan terkait,” kata Menteri Keuangan Republik Indonesia (Menkeu RI), Sri Mulyani Indrawati, dalam High Level Seminar: Strengthening Global Collaboration for Tackling Food Insecurity di Nusa Dua, Bali (15/7/2022).
Sri Mulyani memaparkan, harga pangan dunia melonjak hampir 13 persen pada bulan Maret dan kemungkinan akan naik lebih jauh lagi yang berpotensi hingga 20 persen menjelang akhir 2022. Hal ini memungkinkan adanya tantangan terhadap ekonomi global akan terus berlanjut.
Situasi 2022 diproyeksikan akan semakin memburuk dibandingkan dengan 2021. Pandemi COVID-19 yang belum terselesaikan dan perang yang sedang berlangsung di Ukraina kemungkinan akan memperburuk kerawanan terhadap krisis pangan dunia saat ini. Selain itu, krisis pupuk yang membayangi juga berpotensi memperburuk dan memperpanjang krisis pangan hingga tahun 2023 dan setelahnya.
“Ada urgensi dimana krisis pangan harus ditangani. Penyebaran seluruh mekanisme pembiayaan yang tersedia diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan dan memperkuat stabilitas keuangan dan sosial, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan berkembang. Selain itu, kebijakan makroekonomi yang baik juga menjadi fundamental untuk membantu banyak negara menghadapi krisis,” jelas Sri Mulyani.
Ia melanjutkan bahwa perhatian para negara Anggota forum G20 terhadap isu keamanan pangan ini meningkat.
"Selama Kepresidenan G20 Korea pada tahun 2010, yang kemudian diikuti oleh Kepresidenan G20 Prancis pada 2011, G20 mengakui pentingnya pertanian untuk pertumbuhan, pengurangan kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, serta menegaskan kembali perlunya investasi jangka panjang di sektor pertanian di negara-negara berkembang dengan mempertimbangkan dampak volatilitas terhadap ketahanan pangan," ujar Sri Mulyani.
Ditengah situasi krisis kerawanan pangan dunia saat ini, kata Sri Mulyani, harus mulai dibangun sistem kolaborasi dan kerjasama untuk mengatasi kerawanan pangan yang terus meningkat dan isu-isu terkait lainnya. Kolaborasi global harus memastikan keterjangkauan pangan untuk semua, mendukung kondisi perdagangan multilateral yang terbuka, transparan, dapat diprediksi, dan non-diskriminatif yang konsisten dengan aturan WTO, dan meningkatkan transparansi dalam rantai nilai pangan.
“Presidensi G20 Indonesia bekerja sama dengan Arab Saudi, dan didukung oleh beberapa anggota G20 dan organisasi internasional, mengusulkan seruan aksi global untuk mengatasi kerawanan pangan yang terus meningkat. G20 dapat segera mengadakan pertemuan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian negara-negara G20 untuk meningkatkan koordinasi antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertanian, dan mengeksplorasi tindakan untuk mengatasi kerawanan pangan yang berkembang dan masalah terkait lainnya,” jelas Menkeu RI.
Menkeu RI mengatakan bahwa hal ini serupa dengan pertemuan antara Menteri Keuangan dan Menteri Kesehatan G20 ketika bersama membahas penanganan COVID-19 dan menyiapkan mekanisme kesiapsiagaan pandemi, yang telah dilakukan sebelumnya.
“Kita perlu terus menggunakan instrumen dan perangkat kebijakan kita termasuk kebijakan fiskal dan sektoral yang mengeksplorasi bagaimana kita akan mampu mengatasi situasi kerawanan pangan. G20 telah berhasil melakukan ini untuk keuangan dan kesehatan dimana pagi ini kita melihat semakin banyak negara yang mendukung fasilitas intermediasi pembiayaan yang kita dirikan untuk mendukung kesiapsiagaan pandemi secara global. Kami berharap hal yang sama juga dapat dilakukan dengan memperkuat kemampuan kita untuk memobilisasi, tidak hanya pembiayaan, tetapi yang terpenting adalah koordinasi kebijakan lintas negara dan didukung oleh organisasi internasional,” ujar Sri Mulyani.
Menkeu pun menekankan pentingnya Komunitas Internasional dan forum-forum multilateral terkait bekerja sama untuk mengakhiri krisis yang dihadapi saat ini, terutama di bidang pangan dan energi, yang berpotensi merambah ke sisi keuangan. G20 dapat mengambil peran utama dengan mengembangkan tindakan nyata dengan semangat kerjasama, kolaborasi dan multilateralisme.
“Saya yakin kita akan dapat menemukan cara dan mengatasi masalah ini secara efektif. Bersama kita bisa membuat dunia lebih baik dan kita masih terus memiliki harapan dan optimisme bahwa dunia bisa pulih bersama dan pulih lebih kuat,” pungkas Sri Mulyani.