Kakarta, InfoPublikk -- Pertemuan Kelompok Kerja Ketenagakerjaan (EWG) G20 ke-6 telah menyepakati instrumen penilaian untuk mengukur kebijakan yang memihak penyandang disabilitas.
“Kami juga menyepakati alat penilaian apa yang akan digunakan. Kami setuju bahwa instrumennya adalah untuk mengukur seberapa jauh kebijakan masing-masing negara mendukung kelompok disabilitas,” ujar Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi usai pertemuan EWG ke-6
di Jimbaran, Bali, Selasa (13/9/2022).
Pertemuan Kelompok Kerja Ketenagakerjaan G20 bertujuan untuk mengangkat beberapa isu prioritas, termasuk pengembangan kapasitas sumber daya manusia, perlindungan sosial di lingkungan kerja, dan kesempatan yang sama bagi penyandang disabilitas.
Anwar menegaskan, salah satu instrumennya adalah jumlah pekerja dengan
disabilitas di sektor swasta dan publik. Untuk Indonesia, kata dia, langkah ini telah diwujudkan melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Undang-undang itu menetapkan kewajiban untuk mempekerjakan penyandang disabilitas sebagai setidaknya dua persen dari total tenaga kerja untuk sektor publik dan satu persen untuk sektor swasta.
“Kami akan coba lihat (hasilnya) pada 2024 karena kami akan evaluasi ini setiap empat tahun,” tukas Anwar.
Anwar menambahkan penciptaan lapangan kerja yang inklusif merupakan salah satu isu yang diangkat oleh Kepresidenan G20 Indonesia pada pertemuan EWG yang nantinya akan dibahas lebih lanjut pada
Pertemuan Menteri Tenaga Kerja dan Ketenagakerjaan (LEMM), pada Rabu
(!4/9). Isu pasar kerja yang inklusif diangkat untuk memastikan bahwa pekerja penyandang disabilitas dapat memanfaatkan kesempatan yang sama seperti pekerja lainnya.
Anwar menilai hal ini sebagai urgensi, mengingat pandemi Covid sudah
akut berdampak pada sektor ketenagakerjaan, termasuk pekerja penyandang disabilitas. Menurutnya Indonesia adalah negara G20 pertama negara yang mendorong upaya untuk mewujudkan tindakan afirmatif bagi penyandang disabilitas.