Indonesia.go.id - Rejeki Terhampar di Tengah Kemarau

Rejeki Terhampar di Tengah Kemarau

  • Administrator
  • Kamis, 12 September 2019 | 21:56 WIB
KOMODITAS
  Petani memanen tembakau di Desa Banaran, Tembarak, Temanggung, Jawa Tengah, Senin (23/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Efizudin

Kemarau panjang justeru memberi berkah bagi petani tembakau di Temanggung, Jateng. Mutu daun tembakau lebih prima. Harga rajangan daun atas dan pucuk bisa tembus Rp. 150 ribu/kg.

Pukul 03 dini hari, rumah Prastowo masih ramai dan terang benderang. Dari ruang keluarga 7 x 8 meter pada  rumah tembok bercat hijau itu asap rokok mengepul, suara mesin perajang tembakau menderum, ditingkahi oleh lagu  Banyu Langit yang mengalun dari smartphone. ‘’Suwe ra weruh sanajan mung ono ngimpi,’’ beberapa orang muda yang mengolah daun tembakau itu turut hanyut  menyanyikan hits Didi Kempot itu. Di pojok  ruangan,  layar teve masih menyala meski tidak seorang pun menontonnya.

Keriaan menyeruak malam itu di Desa Desa Wonosari, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung, Jawa  Tengah (07/09). Masa panen  daun tembakau sedang bergerak menuju pucaknya. Keramaian tak hanya berlangsung di rumah petani 35 tahun yang juga penggiat seni Tari Kuda Lumping di desan itu. Puluhan rumah lain di kampung yang terletak pada ketinggian 1.300 meter itu, melakukan kegiatan yang sama : mengolah daun tembakau.

Kemarau tahun ini mendatangkan berkah bagi petani tembakau Temanggung. Hujan turun sampai Juni, setelah itu setop,  kondisi  yang jsuteru membuat daun tembakau tumbuh sempurna, hijau terang, dan berkilat. Di desa yang berhawa sejuk itu, musim tanam tembakau berlangsung lima bulan. Setelah bibit tembakau ditanam, 90 hari kemudian daun pertama bisa dipanen dan masa petik bisa berlangsung dua bulan. Di dataran yang lebih rendah, kurang dari 700 meter, panen pertamanya  bahkan bisa dilakukan dalam 70 – 75 hari, dengan masa petik 1 – 1,5 bulan.

Saat tembakau berumur 1,5 bulan, sambil membersihkan kebunnya dari rumput, Prastowo membuang  dua-tiga daun tembakau yang terbawah (disebut daun pasir). Di atasnya masih ada 20-23 lembar daun yang dapat dipanen, mulai dari daun  koseran, daun kaki, tengah, daun atas dan pucuk. Prastowo telah memanen bagian daun koseran dan kaki lantas diolah menjadi tembakau rajangan. ‘’Lumayan, laku Rp. 80 ribu per kilonya,’’ ujar petani yang berpendidikan SLA itu.

Meski menjelang subuh, Prastowo pantang  menyerahkkan urusan daun tembakau itu pada anak-anak muda itu. Ia ingin memastikan tiga kuintal  daun tembakaunya itu ditangani secara  sempurna. Bahkan, sebelum matahari terbit, rajangan daun yang berbentuk mirip  abon itu harus telah dihamparkan ke 75 buah rigen, ayaman bambu 2 x 1 meter, untuk dijemur. Rata-rata satu rigen untuk 4 kg daun tembakau rajangan basah.

Pratowo gembira, kondisi daun tembakaunya prima, berwarna kuning coklat. Fermentasi (pemeraman) selama 6 hari berjalan mulus. Tak ada bau busuk, tak ada bintik-bintik hitam. Sampai jam 04,  lebih dari 60 rigen sudah dihampari rajangan daun tembakau. Sekitar 25 rigen bisa dijemur di dek beton yang jadi m atap rumahnya. Selebihnya harus ia dijemur di sebidang tanah pekarangan yang  telah ia sewa, 10 km dari desanya. Di musim tembakau, tak ada lagi lahan untuk menjemur di desanya.

Keriuhan panen tembakau itu melanda lebih dari 100  desa di Kabupaten Temanggung, terutama yang berada di Lereng Gunung Sumbing, Sindoro dan Prau. Di lembah yang berada pada ketinggian 600-800 meter, sebagian sawah pun ditanami tembakau. Tapi, biasanya harga tembakau sawah di bawah harga tembakau gunung.

Pada musim tanam 2019 ini, areal tembakau Kabupaten Temanggung mencapai 9.000  ha. Petani telah menyiapkan pembibitan sejak April selama 40 -45 hari, dan mulai menanam di ladang Mei ketika hujan masih turun. Tapi, dalam masa pertumbuhan selanjutnya, air hujan justeru merusak kualitas tembakau  Temanggung. Tiga bulan setelah tanam, petani di gunung mulai memetik daun pertamanya untuk nanti akan diborong pabrikan rokok seperti Gudang Garam dan Djarum.

Proses pengolahan tembakau untuk daun bawah, tengah, atas dan pucuk tak jauh berbeda. Daun yang telah matang dicirikan dengan warnanya yang mulai menguning. Pemetikan dilakukan rjam 09-11 pagi untuk  memastikan daun tembakau kering dari embun. Bisa juga sore hari, namun tidak di bawah terik matahari yang membuah daun cepat layu lunglai karena kehilangan cairan.

Daun yang dipetik ditempatkan bertumpuk dalam keranjang bambu besar. Tidak boleh ada daun yang terlipat apalagi sobek. Begitu keranjang penuh, tumpukan daun itu dibawa ke tempat teduh, sebelum kemudian diangkut ke rumah petani. Untuk koseran  dan kaki, tumpukan daun tembakau itu langsung difermenasi, yakni  diperam ditempatkan di rak-rak dan ditutupi tikar selama 3-5 hari.

Setelah lembar daun berubah lembek dan  berwarna kekuningan, 15-20 daun itu dihimpun, digulung membujur, dan diikat dengan tali dari pelepah daun pisang. Selesai digulung, daun siap dirajang. Tapi, untuk daun tengah, atas dan pucuk yang tulang daunnya lebih elastis, selesai disortir langsung dibuat gulungan, yang masing-masing terdiri dari 15-20 lembar daun, lalu difermentasikan.

Pada tahap fermentasi itu, gulungan ditempatkan di rak, berdempet-dempet dan ditutup tikar pandan. Lamanya 5-9 hari untuk daun tengah dan atas, namun bisa 12 hari untuk daun pucuk. Batas fermentasi ditunjukkan dengan perubahan warna daun menjadi kuning, kecoklatan atau coklat tua.

Fermentasi adalah tahap penting dalam pengolahan tembakau. {ada  proses ini, terjadi degradasi atas khlorofil daun. Berbagai emzim bekerja menggurai protein dan fenol menjadi amino dan quinol, yang pada akhirnya membentuk polimer warna coklat dengan aroma dan rasa yang khas. Penentuan waktu perajangan yang menentukan mutu dan harga.

Sejak 20 tahun terakhir ini sudah jarang ditemukan perajangan manual dengan pisau besar tajam yang disebut gobang. Sebagai gantinya ada mesin buatan lokal, yang digerakkan motor listrik, dengan pisau bengkok.  Dalam satu jam mesin bisa merajang 50-60 kg daun tembakau. Presisinya juga lebih terjaga, yaknii dengan lebar potongan sekitar 1 mm untuk daun bawah dan 2-3 mm untuk daun atas.

Tembakau rajangan dijemur di bawah matahari sehari suntuk hingga kering, kadar air  4-5 persen, dan fermentasi berhenti. Setelah diangkat dari rigen, rajangan tembakau itu perlu disimpan dalam ruangan 2-3 hari agar menjadi lebih lembab, elastis, lebih gampang mudah digulung.  Setiap satu rigen menjadi tiga gulungan, yang lantas dikemas dalam bambu yang dilapisi pelebah pisang kering. Dalam kemasan itulah tembakau dijual.

Tembakau yang ditanam petani Temanggung umumnya varietas lokal yang lebih seabad beradaptasi dalam lingkungan alam setempat seperti Sitieng dan Kemloko. Namun, Kementerian Pertanian merilis galur baru, hasil pemuliaan dari varietas lokal  itu sendiri, seperti Kemloko 1, 2 dan 3. Sindoro 1 dan 2, atau Sitieng Baru. Secara umum, varietas baru itu lebih genjah (cepat tumbuh), tahan hama, produksi daun tinggi dengan kualitas yang terjaga. Produksinya sekitar 900 – 1.000 kg daun tembakau rajangan per hektar.

Meski demikian, budidaya tembakau itu sendiri perlu ihtiar yang keras, panjang,  mahal, dan beresiko  terhadap variasi musim. Tahun lalu Prastowo rugi karena musim kemarau datang lebih cepat sehingga sebagian daunnya kering sebelum dipetik. Tahun 2019 jauh lebih baik. Maka, Prastowo berharap daun tembakau tengah, atas dan pucuknya, bisa laku antara Rp. 100 ribu – Rp. 150 ribu per kilogram. ‘’’Biar rugi tahun lalu bisa ketutup,’’ katanya. (P-1)