Ada kabar baik yang menyelinap di tengah suasana buruk pandemi Covid-19. Luput dari publisitas pers, akhir April silam, Presiden Joko Widodo menetapkan hanya ada 62 kabupaten yang masih masuk kategori daerah tertinggal 2020-2024. Artinya, hampir separuh dari daerah tertinggal 2015-2016 sudah naik kelas dan masuk ke tingkat kehidupan yang lebih maju.
Penetapan daerah tertinggal 2020-2024 itu dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2020 yang diteken 27 April 2020. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengundangkannya pada 29 April 2020. Dengan keputusan baru itu, Provinsi Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Jawa, Bali, Sulawesi Selatan, seluruh Kalimantan, dan beberapa provinsi lain, bebas dari daerah tertinggal.
Daerah tertinggal ini menunjuk pada daerah kabupaten atau kota yang belum berkembang seperti yang lain. Cirinya, tingkat kemiskinan yang tinggi, infrastruktur yang terbatas, pendidikan yang rendah, sarana kesehatan yang seadanya, dan ujungnya adalah indeks pembangunan manusia (IPM) yang rendah.
Daerah tertinggal ini masih ada di Sumatra Utara, Sulawesi Tengah, Maluku, Papua, dan Papua Barat. Semuanya kabupaten, tak satu pun kota. Terbanyak ada di Provinsi Papua, 22 kabupaten. Disusul Nusa Tenggara Timur (NTT) 13 kabupaten, Papua Barat delapan kabupaten, Maluku ada enam, dan di Sumatra Utara ada empat. Di Provinsi Sulawesi Tengah ada tiga kabupaten, di Maluku Utara ada dua, sedangkan Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Lampung, dan Nusa Tenggara Barat masing-masing satu kabupaten.
Dengan kriteria yang sama, pada 2015, Presiden Jokowi menetapkan 122 kabupaten sebagai daerah tertinggal 2015-2019. Sebanyak 60 kabupaten naik kelas. Kabupaten Seluma di Provinsi Bengkulu yang dulu terdaftar sebagai daerah tertinggal, kini terpromosi. Di Jawa Timur, semula ada empat kabupaten yang tertinggal, yaitu Kabupaten Bondowoso, Situbondo, Bangkalan, dan Sampang, sekarang tidak lagi masuk daftar. Begitu juga Aceh Singkil di Provinsi Aceh serta Kabupaten Pandeglang di Banten, kini tidak lagi menyandang predikat tertinggal.
Provinsi Kalimantan Barat dulu punya delapan kabupaten tertinggal kini bebas dari ketertinggalan. Begitu pun Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Hasil yang sama juga dicapai di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Sulawesi Barat.
Beberapa provinsi dapat mengurangi jumlah kabupaten tertinggalnya. Di Provinsi Lampung kini hanya ada satu kabupaten tertinggal, yaitu Kabupaten Pesisir Barat. Di Sumatra Barat kini hanya Kepulauan Mentawai yang tertinggal, setelah Kabupaten Solok Selatan dan Pasaman Barat naik grade.
Provinsi NTT masih menyisakan 13 dari 18 kabupaten yang masuk daftar tertinggal di tahun 2015-2019. Provinsi NTB lima tahun lalu ada delapan kabupaten yang masuk daftar tertinggal, sekarang tinggal satu, yakni Lombok Utara. Penurunan jumlah juga terjadi Sulawesi Tengah, Provinsi Maluku, dan Maluku Utara.
Di Provinsi Papua Barat justru bertambah. Dari semula tujuh kabupaten menjadi delapan kabupaten. Raja Ampat yang semula masuk daftar sekarang tidak. Justru, Manokwari Selatan dan Pegunungan Arfak yang dulu tidak kini menjadi daerah tertinggal. Di Provinsi Papua dari 25 menjadi 22. Kabupaten Merauke, Kepulauan Yapen, Biak Numfordan dan Sarmi naik kelas, namun Kabupaten Puncak terdegradasi.
Menurut Perpres 63/2020 itu, yang dimaksud dengan daerah tertinggal ialah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. Adapun kriteria terkait penetapan daerah tertinggal, seperti dijelaskan Pasal 2 Perpres itu, dan meliputi kondisi sejumlah indikator:
(1) Suatu daerah ditetapkan sebagai berdasarkan kriteria:
a. perekonomian masyarakat;
b. sumber daya manusia;
c. sarana dan prasarana;
d. kemampuan keuangan daerah;
e. aksesibilitas; dan
f. karakteristik daerah.
(2) Selain berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dipertimbangkan karakteristik daerah tertentu.
(3) Kriteria ketertinggalan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diukur berdasarkan indikator dan subindikator.
(4) Ketentuan mengenai indikator dan subindikator sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pemerintah, sesuai Perpres tersebut, menetapkan daerah tertinggal setiap lima tahun sekali secara nasional berdasarkan kriteria, indikator, dan subindikator ketertinggalan daerah, berdasarkan usulan menteri dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah.
Menurut Perpres ini, menteri melakukan evaluasi terhadap daerah tertinggal secara berkala, sesuai dengan jangka waktu perencanaan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Evaluasi dilakukan dengan cara melakukan penghitungan indeks komposit dan analisis kualitatif yang dilaksanakan menteri dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait lainnya.
Untuk melakukan percepatan pembangunan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasionl (Bappenas) merancang kebijakan terpadu bagi 62 daerah tertinggal tersebut. Diharapkan pada akhir 2024 paling tidak 25 daerah akan naik kelas. Skenario rata-rata Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ditargetkan meningkat dari 58,82 di tahun 2019 menjadi sekitar 62,2–62,7 pada 2024. Persentase penduduk miskin di daerah tertinggal juga dibidik menurun dari 25,82 persen di 2019 menjadi 23,5–24 persen di 2024.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menegaskan, ada tiga kebijakan pembangunan yang akan dipilih menjadi strategi terpadu dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal itu. Pertama, percepatan pembangunan daerah diletakkan dalam dua pendekatan koridor. Satu koridor adalah pertumbuhan, yang menekankan pengembangan pusat-pusat ekonomi berbasis keunggulan wilayah yang dapat meningkatkan nilai tambah, devisa, lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi wilayah.
Koridor kedua pemerataan, yang mendorong pengembangan wilayah penyangga (hinterland) di sekitar pusat pertumbuhan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat. Butir ini mengacu pada pembangunan berkelanjutan/sustainable development goals (TPB/SDGs), yakni tak meninggalkan satu pun kelompok masyarakat tercecer di belakang, atau no one left behind.
Kedua, pengembangan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan afirmatif untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal, kecamatan lokasi prioritas perbatasan, dan pulau-pulau kecil terluar dan terdepan. Pola afirmatif diarahkan untuk perluasan akses pelayanan dasar pendidikan, kesehatan, penyediaan sarana dan prasarana perumahan. Termasuk ke dalam sarana prasarana ialah air bersih, sanitasi, listrik, lalu peningkatan konektivitas, pengembangan jaringan telekomunikasi, dan informasi sebagai basis ekonomi digital, serta perluasan kerja sama dan kemitraan dalam investasi, promosi, pemasaran, dan perdagangan.
Ketiga, pembangunan desa terpadu sebagai pilar penting dari percepatan pembangunan di 62 daerah tertinggal dalam periode lima tahun ke depan.
Dalam konteks desa, menurut Bappenas, pemerintah akan mendorong setiap daerah tertinggal untuk mengembangkan komoditas unggulan daerah dan produk unggulan desa dan kawasan perdesaan. Hal ini penting mengingat banyaknya potensi sumber daya alam, baik pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan, pariwisata, maupun sumber daya mineral yang tersebar di 62 daerah tertinggal.
Kementerian PPN/Bappenas juga akan melakukan mainstreaming 62 daerah tertinggal sebagai lokasi prioritas daerah afirmasi. Berbagai program pembangunan yang dibiayai dari skema anggaran kementerian/lembaga maupun dari skema Dana Alokasi Khusus (DAK) diarahkan untuk fokus memprioritaskan daerah afirmasi sebagai bentuk keberpihakan pemerintah.
Agar sejalan dan selaras dengan major projects dalam Rencana Pembangunan Jangan Menengah 2020-2024, strategi percepatan pembangunan 62 daerah tertinggal akan mengoptimalkan kerangka kebijakan major projects, antara lain, 10 destinasi pariwisata prioritas, Sembilan Kawasan Industri luar Jawa, pengembangan wilayah Pulau Papua, percepatan penurunan kematian ibu dan anak, penanganan stunting, pendidikan dan pelatihan vokasi industri 4.0, dan major project integrasi bantuan sosial menuju skema perlindungan sosial menyeluruh.
Strategi terpadu yang bersifat kolaboratif ini akan dioptimalkan dalam percepatan pembangunan 62 daerah tertinggal dalam lima tahun ke depan. Adapun daftar lengkap 62 daerah tertinggal itu adalah sebagai berikut:
Provinsi Sumatra Utara
1. Kabupaten Nias
2. Kabupaten Nias Selatan
3. Kabupaten Nias Utara
4. Kabupaten Nias Barat
Provinsi Sumatra Barat
5. Kabupaten Kepulauan Mentawai
Provinsi Sumatra Selatan
6. Kabupaten Musi Rawas Utara
Provinsi Lampung
7. Kabupaten Pesisir Barat
Provinsi Nusa Tenggara Barat
8. Kabupaten Lombok Utara
Provinsi Nusa Tenggara Timur
9. Kabupaten Sumba Barat
10. Kabupaten Sumba Timur
11. Kabupaten Kupang
12. Kabupaten Timor Tengah Selatan
13. Kabupaten Belu
14. Kabupaten Alor
15. Kabupaten Lembata
16. Kabupaten Rote Ndao
17. Kabupaten Sumba Tengah
18. Kabupaten Sumba Barat Daya
19. Kabupaten Manggarai Timur
20. Kabupaten Sabu Raijua
21. Kabupaten Malaka
Provinsi Sulawesi Tengah
22. Kabupaten Donggala
23. Kabupaten Tojo Una-una
24. Kabupaten Sigi
Provinsi Maluku
25. Kabupaten Maluku Tenggara Barat
26. Kabupaten Kepulauan Aru
27. Kabupaten Seram Bagian Barat
28. Kabupaten Seram Bagian Timur
29. Kabupaten Maluku Barat Daya
30. Kabupaten Buru Selatan
Provinsi Maluku Utara
31. Kabupaten Kepulauan Sula
32. Kabupaten Pulau Talibau
Provinsi Papua Barat
33. Kabupaten Teluk Wondama
34. Kabupaten Kabupaten Teluk Bintuni
35. Kabupaten Kabupaten Sorong Selatan
36. Kabupaten Sorong
37. Kabupaten Tambrauw
38. Kabupaten Maybrat
39. Kabupaten Manokwari Selatan
40. Kabupaten Pegunungan Arfak
Provinsi Papua
41. Kabupaten Jayawijaya
42. Kabupaten Nabire
43. Kabupaten Paniai
44. Kabupaten Puncak Jaya
45. Kabupaten Boven Digoel
46. Kabupaten Mappi
47. Kabupaten Asmat
48. Kabupaten Yahukimo
49. Kabupaten Pegunungan Bintang
50. Kabupaten Tolikara
51. Kabupaten Keerom
52. Kabupaten Waropen
53. Kabupaten Supiori
54. Kabupaten Mamberamo Raya
55. Kabupaten Nduga
56. Kabupaten Lanny Jaya
57. Kabupaten Mamberamo Tengah
58. Kabupaten Yalimo
59. Kabupaten Puncak
60. Kabupaten Dogiyai
61. Kabupaten Intan Jaya
62. Kabupaten Deiyai
Penulis: Eri Sutrisno
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini