Indonesia.go.id - Menjaga Kelestarian Air Ala Kearifan Lokal Kendal

Menjaga Kelestarian Air Ala Kearifan Lokal Kendal

  • Administrator
  • Senin, 10 Juni 2024 | 08:50 WIB
BUDAYA
  Tuk serco digunakan masyarakat di Dusun Ngijo, Kendal sebagai sistem pengaliran air dari mata untuk rumah tangga dan pertanian. KOMPAS/WINARTO HERUSANSONO
Air merupakan salah satu karunia Tuhan paling esensial bagi kehidupan dan wajib dijaga keberlangsungannya. Ada banyak cara untuk membuat air selalu mengalir sepanjang waktu dan mampu memenuhi kebutuhan manusia.

Masyarakat adat di Nusantara memiliki beragam cara untuk menjaga kelestarian air dengan berbagai pendekatan. Hal tersebut dapat ditemui pada keseharian masyarakat yang berdiam di Dusun Ngijo, Desa Purwogondo, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.

Mereka menjalankan kearifan lokal demi menjaga kelestarian sebuah mata air bernama Tuk Serco. Agar air tetap mengalir sepanjang masa, mereka membuat kesepakatan bersama yang berbuah konservasi berbalut nilai-nilai luhur yang berlaku dan dipegang secara turun temurun dan menghasilkan suatu kearifan lokal di kemudian hari. Segala upaya dilakukan seperti membuat kesepakatan mengenai pohon apa yang sebaiknya bisa mereka tanam untuk menjaga air Tuk Serco terus mengucur.

Karena itu dipilihnya beberapa jenis tanaman keras seperti pohon petai, durian, melinjo, dan sengon untuk ditanam di lahan sekitar mata air. Tanaman keras dipilih sebab akarnya mampu mengikat dan menyimpan air. Bukan saja semata menanam, masyarakat juga membuat kesepakatan mengenai kriteria atau syarat pohon yang dapat ditebang. Misalnya tinggi batang pohon sudah melebihi 30 meter, diameter batang lebih dari 80 sentimeter, dan usia pohon di atas empat tahun. Setiap batang pohon yang telah ditebang harus dicarikan penggantinya yaitu bibit dari tanaman sejenis untuk ditanam kembali.

Semua itu dilakukan sebab Tuk Serco adalah mata air istimewa lantaran debitnya tak pernah menyurut sepanjang waktu. Menurut Siswadi melalui makalahnya berjudul Kearifan Lokal dalam Melestarikan Mata Air, debit Tuk Serco tercatat mencapai 12 liter per detik atau lebih dari satu juta liter per hari. Bahkan ketika memasuki musim kemarau manakala aliran air di daerah ini mulai mengecil, debit Tuk Serco tetap mengucur deras.

Selain dipakai untuk bahan baku air bersih warga dan fasilitas umum seperti sekolah dan rumah ibadah, Tuk Serco juga menjadi andalan irigasi lahan persawahan setempat. Sejumlah aturan pun dibuat agar aliran air Tuk Serco dapat terdistribusi merata ke persawahan penduduk tanpa menimbulkan konflik. Misalnya pembagian aliran air harus melibatkan tokoh masyarakat yang dituakan dibarengi pengawasan bersama oleh seluruh pemilik lahan.

Untuk menjaga agar air Tuk Serco tidak tercemar, masyarakat akhirnya bersepakat untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar mata air, menggelar ritual secara rutin, dan tidak mengubah titik aliran air. Penduduk juga diminta untuk tidak membersihkan peralatan makan minum dan alat-alat dapur di kolam mata air karena dapat mencemari Tuk Serco, tidak membuang sampah ke aliran Tuk Serco, dan tidak mendirikan bangunan baik permanen maupun semipermanen di sekitar aliran air.

Masyarakat Dusun Ngijo juga masih menjaga ritual-ritual khusus untuk kelancaran debit air Tuk Serco seperti nyadran yakni menggelar doa sambil membawa sesaji. Mereka memohon kepada Sang Pencipta agar Tuk Serco selalu mengalirkan air bagi masyarakat sekitar. Tradisi ini digelar tiap tahun sebelum memasuki Ramadan.

Secara rutin masyarakat merawat saluran dan pipa-pipa paralon yang mengalirkan air Tuk Serco sembari mengecek kondisi hutan perbukitan di belakang desa yang menjadi lumbung pasokan mata air bagi Tuk Serco. Mereka melakukannya secara sukarela karena tak ingin kehilangan manfaat besar dari mata air spesial di kaki lereng Ungaran.

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari