Menjelang satu tahun pemerintahan di periode kedua Presiden Joko Widodo, bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin, kembali ditegaskan bahwa pembangunan infrastruktur harus terus berjalan untuk menjaga produktivitas dan ketahanan pangan. Pembangunan infrastruktur tidak boleh dilupakan di tengah penanganan pandemi Covid-19.
Demikian yang disampaikan presiden dalam sebuah unggahan video melalui akun media sosialnya, pada 7 Agustus 2020. Pembangunan infrastruktur tak hanya dilakukan dengan memperbanyak ruas jalan tol. Tetapi juga dengan memperkuat infrastruktur pangan dan ini telah menjadi komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Dalam hal itu, jaringan irigasi dan ketesediaan air adalah kunci utamanya. Ditandai dengan pembangunan infrastruktur pertanian dan air seperti bendungan dan embung di seluruh Indonesia.
Pemerintah, seperti dikutip dari pernyataan presiden, akan terus membangun bendungan untuk pengairan mengingat baru 11 persen atau sekitar 780.000 hektare (ha) sawah yang diairi dari bendungan. Terlebih lagi, Indonesia sebagai negara tropis memiliki potensi air yang cukup tinggi yaitu sebesar 2,7 triliun meter kubik (m3) per tahun.
Dari volume sebanyak itu, air yang bisa dimanfaatkan adalah sebesar 691 miliar m3 per tahun. Sedangkan dari jumlah tersebut, sebanyak 222 miliar m3 per tahun dipakai untuk berbagai keperluan seperti kebutuhan rumah tangga, peternakan, perikanan, dan irigasi.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengakui bahwa Indonesia masih membutuhkan banyak tampungan air baru termasuk ketika musim hujan dan dapat dimanfaatkan saat musim kemarau. Apalagi kapasitas tampungan air di seluruh Indonesia baru mencapai 14 miliar m3 per tahun.
Oleh karena itulah, untuk meningkatkan volume tampungan air dan melanjutkan pembangunan infrastruktur pertanian dan sumber daya air, dalam periode 2020-2024, Presiden telah memerintahkan kepada Kementerian PUPR untuk merampungkan pembangunan 65 bendungan untuk mengejar target suplai irigasi menjadi 19-20 persen. Khusus untuk 2020 ini pemerintah menyiapkan anggaran senilai Rp43,97 triliun yang diberikan kepada Kementerian PUPR melalui Ditjen Sumber Daya Air dalam bentuk pembangunan dan penyelesaian proyek bendungan yang telah berjalan.
Di antara pembangunan insfrastruktur pendukung pertanian tadi, sebanyak empat bendungan akan siap dioperasikan pada akhir tahun ini yaitu Bendungan Tapin, Napun Gete, Tukul, dan Paselloreng.
Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR Jarot Widyoko mengungkapkan, empat bendungan itu bagian dari 65 proyek bendungan yang masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) pemerintah sesuai amanat Peraturan Presiden nomor 56 tahun 2018. Penyelesaian pembangunan bendungan merupakan salah satu upaya struktural dalam pengelolaan air dan pengurangan risiko banjir, penghijauan kawasan hulu sungai, serta mengedukasi masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai.
Menurut Ketua Serikat Petani Indonesia Henry Saragih, pembangunan infrastruktur pendukung pertanian seperti bendungan menunjukkan keberpihakan pemerintah untuk mendukung program ketahanan dan swasembada pangan.
Pasok Air Baku
Bendungan pertama yang telah rampung 100 persen pembangunan konstruksinya yakni Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Bendungan ini memiliki luas genangan 1.892 ha dan kapasitas tampung air sebanyak 138 juta m3 serta mampu mengairi 8.510 ha sawah. Bendungan Paselloreng dikerjakan oleh kontraktor PT Wijaya Karya dan PT Bumi Karsa dengan biaya konstruksi mencapai Rp753,4 miliar.
Bendungan lain yang akan rampung pada Desember 2020 adalah Bendungan Tukul yang terletak di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Bendungan Tukul berdaya tampung 8,68 juta m3 diproyeksikan untuk untuk mensuplai irigasi persawahan seluas 600 ha dan memasok air baku sebanyak 300 liter per detik. Kontraktor PT Brantas Abipraya telah membangun sejak 2013 dengan biaya konstruksi mencapai Rp904 miliar.
Selain itu terdapat pula Bendungan Tapin di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, yang akan selesai pada Desember 2020. Bendungan ini dibangun untuk menampung 70,52 m3 air dan diharapkan mampu melayani irigasi bagi 5.472 ha persawahan. Bendungan senilai Rp1,058 triliun ini juga ditargetkan mampu menyediakan pasokan air baku sebesar 500 liter per detik untuk wilayah Rantau, ibu kota Kabupaten Tapin.
Dan terakhir adalah Bendungan Napun Gete di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang rencananya sudah dapat dilakukan pengisian air (impounding) pada Desember 2020. Kehadiran bendungan berkapasitas tampung 11,22 juta m3 dan luas genangan 99,8 ha ini nanti, kata Dirjen SDA Gatot, dapat mengurangi kerentanan ekonomi akibat kelangkaan air.
Selain untuk irigasi, bendungan multifungsi Napun Gete juga berfungsi sebagai penyedia air baku di Kabupaten Sikka sebanyak 214 liter per detik, pengendali banjir sebanyak 219 m3 per detik, dan memiliki potensi pembangkit tenaga listrik sebesar 0,71 megawatt. Pembangunan Napun Gete menggunakan anggaran APBN sebesar Rp880 miliar yang dilaksanakan oleh kontraktor PT Nindya Karya.
Bendungan itu adalah bendungan ketiga yang dioperasikan di NTT dalam setahun terakhir. Setelah sebelumnya dioperasikan pula Bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu dengan kapasitas tampung 3,3 juta m3 dan Raknamo di Kabupaten Kupang yang memiliki kapasitas 13 juta m3.
Penulis: Anton Setiawan
Editor: Eri Sutrisno/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini