Indonesia.go.id - Kesadaran Baru demi Menghadang Laju Varian Baru

Kesadaran Baru demi Menghadang Laju Varian Baru

  • Administrator
  • Kamis, 7 Januari 2021 | 03:25 WIB
COVID-19
  Satgas gabungan memberi hukuman kepada pelanggar protokol kesehatan saat Operasi Yustisi Protokol COVID-19 di Pasar Kebon Roek, Ampenan, Mataram, NTB, Kamis (31/12/2020). Foto: ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

Pandemi virus SARS COV-2 telah menjangkiti jutaan jiwa di seluruh dunia. Kekhawatiran memuncak seiring munculnya varian baru virus. Perubahan perilaku pun menjadi sebuah keniscayaan.

Dalam rapat terbatas (ratas) ihwal penanganan pandemi Covid-19 yang dipimpinnya pada Rabu (6/1/2021), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti disiplin masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan (prokes). Saat itu, Presiden Jokowi menyampaikan penilaiannya bahwa telah terjadi penurunan kedislipinan masyarakat. Bertolak dari kondisi itu, Presiden Jokowi lantas menyampaikan sejumlah pesan kepada para gubernur.

 Salah satunya, gubernur diminta menggencarkan lagi disiplin prokes. "Saya minta kepada para gubernur agar menggencarkan kembali masalah yang berkaitan dengan disiplin protokol kesehatan," ujar Presiden Jokowi, dalam ratas yang disiarkan langsung melalui akun YouTube Sekretariat Presiden.

Instruksi tersebut dilontarkan Presiden Jokowi setelah memperoleh masukan dari hasil survei yang menunjukkan bahwa masyarakat tidak lagi menjaga kedisiplinan dalam melaksanakan 3M. Baik itu mencuci tangan, menjaga jarak, maupun memakai masker. "Dari survei yang kita lakukan, motivasi disiplin terhadap pelaksanaan protokol kesehatan oleh masyarakat itu berkurang," tuturnya.

Kendati sempat menyinggung kebijakan di beberapa negara yang memberlakukan lockdown karena penyebaran virus corona yang masif, Presiden Jokowi lebih menekankan pada perlunya kerja keras seluruh elemen, utamanya kepala daerah, dalam melakukan pengawasan terhadap disiplin prokes.  "Kita tahu dua hari lalu, tiga hari lalu Bangkok lockdown, Tokyo dinyatakan dalam keadaan darurat, London juga lockdown, kemudian juga di seluruh Inggris di-lockdown karena penyebaran Covid-19 yang sangat eksponensial," lanjut Presiden Jokowi.

Sebelumnya, dalam jumpa pers tentang Covid-19 yang digelar World Health Organization (WHO) pada 5 Januari 2021, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus memang telah mengingatkan bahwa dunia memasuki fase baru pandemi. Untuk itulah, dia menilai perlu adanya solidaritas melebihi masa sebelumnya. “Jika kita bertindak bersama, kita bisa memenangkan kedua perlombaan dan mengatasi virus. Selain juga, membatasi kesempatan virus untuk bermutasi lebih jauh dan mengancam alat kesehatan yang kita miliki saat ini,” katanya.

Diketahui, data dunia memang masih terus menunjukkan kenaikan angka penularan Covid-19. Hingga 6 Januari 2021, virus SARS COV-2 telah menulari manusia sebanyak 86,51 juta kasus. Dari puluhan juta kasus tersebut, tercatat dalam situs Johns Hopkins University and Medicine, sebanyak 1,87 juta orang di antaranya meninggal dunia.

 

Varian Virus

Angka penularan Covid-19 memang belum menunjukkan gejala melandai. Kendati penanganan dilakukan secara gencar dan langkah-langkah inovasi terus dilakukan demi memutus aksi virus corona mutan tersebut. Belakangan, temuan yang cukup memprihatinkan justru kembali muncul.  Seperti disampaikan WHO dalam rilisnya, virus SARS COV-2 kembali bermutasi dan menghasilkan empat varian baru yang telah menyebar di seluruh dunia. Keempat varian itu, pertama adalah varian dengan mutasi D614G.

WHO menyebutkan, varian virus itu mengkode spike protein pada akhir Januari atau awal Februari 2020. Melalui mutasi tersebut, virus varian baru muncul menggantikan jenis Covid-19 yang pertama kali muncul di akhir 2019, yang teridentifikasi di Wuhan, Tiongkok.

Kendati strain D614G itu diketahui bisa meningkatkan infeksi dan penularan, tidak ditemukan bahwa varian itu lebih berbahaya daripada jenis sebelumnya. Selain itu, belum ada pula laporan yang menyatakan bahwa varian virus ini bisa memperparah penyakit atau mengganggu efektivitas vaksin.

Varian baru yang kedua dikenal dengan nama Cluster 5. Varian itu ditemukan pada Agustus dan September 2020, di Jutlandia Utara, Denmark. Otoritas Denmark mengidentifikasi mutasi ini di peternakan cerpelai di negara tersebut. Sejauh ini, otoritas Denmark baru mengidentifikasi beberapa kasus yang berkaitan dengan varian baru tersebut. Mereka pun meyakini, varian baru tersebut tidak menyebar seluas mutasi lainnya.

WHO menyebutkan, Cluster 5 tersebut bisa mengakibatkan "pengurangan netralisasi virus pada manusia, yang berpotensi menurunkan tingkat dan durasi perlindungan kekebalan setelah infeksi atau vaksinasi alami."

Varian ketiga yang ditemukan terkait potensi mutasi virus penyebab Covid-19 adalah VOC 202012/01 atau variant of concern yang ditemukan pada 2020 di bulan 12 varian 01. Varian itu dilaporkan otoritas Inggris kepada WHO pada 14 Desember 2020. Varian dengan mutasi N501Y itu pertama kali diidentifikasi di bagian tenggara Inggris.

Berdasarkan laporan yang ada, varian baru virus tersebut memiliki kemampuan 70 persen lebih mudah ditularkan daripada mutasi lainnya. Hal itulah yang kemudian memaksa banyak negara untuk menangguhkan penerbangan dari dan menuju Inggris. Dari hasil penelitian, meski varian ini lebih cepat menyebar atau menular, belum ada bukti bahwa jenis ini tidak mengubah tingkat keparahan penyakit. Hingga saat ini, varian VOC 202012/01 tersebut telah ditemukan di sekitar 31 negara di dunia.

Varian baru keempat adalah 501Y.V2. Varian baru itu pertama kali ditemukan pada 18 Desember 2020 di Afrika Selatan. Varian itu dinamakan demikian karena memiliki mutasi N510Y. Pada penelitian awal, varian 501Y.V2 ini diketahui memiliki viral load yang lebih tinggi, sehingga bisa meningkatkan penularan virus. Namun, sampai saat ini belum ada bukti yang jelas bahwa varian baru itu bisa mengakibatkan penyakit yang lebih parah.

 

Perubahan Perilaku

Sejauh ini, belum ada penelitian yang memastikan bahwa virus baru mampu mengakibatkan keparahan bagi penderitanya. Hanya saja, kemunculan empat varian baru virus corona itu tentu memberikan dimensi tersendiri pada penanganan pandemi. Termasuk karena munculnya kekhawatiran bahwa varian baru yang lebih mudah ditularkan itu dapat berpotensi memperburuk situasi.

Terkait itulah rupanya memang perlu diberikan fokus yang lebih pada upaya menciptakan perubahan perilaku. Di Indonesia, sejatinya kesadaran akan pentingnya perubahan perilaku di tengah masyarakat telah menjadi perhatian sejak beberapa waktu silam.

Sebagaimana pernah ditegaskan Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Harmensyah, perubahan perilaku dengan menerapkan protokol kesehatan dengan baik menjadi kunci utama di tengah pandemi Covid-19. "Ini harus menjadi yang utama selain penanganan kesehatan," ujarnya, dalam diskusi daring di Jakarta, pada Senin (9/11/2020) malam.

Beragam edukasi dilakukan, baik melalui media massa maupun sosial media dan tentunya peran serta tenaga kesehatan di berbagai daerah demi memaksimalkan kesadaran pentingnya perubahan perilaku tersebut.  Melalui itu diharapkan, perubahan perilaku masyarakat dapat dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Perubahan perilaku dimaksud, menurut Harmensyah, berupa kesadaran untuk senantiasa memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan menggunakan sabun pada air mengalir. "Termasuk pula mengajak masyarakat membiasakan diri meningkatkan imunitas dengan berolahraga serta mengonsumsi makanan bergizi," ujar dia.

Pentingnya mengubah perilaku keseharian masyarakat kian menjadi keniscayaan manakala situasi yang terjadi tak ubahnya saat ini. Di mana, seperti disampaikan Jubir Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito pada Selasa (5/1/2021), kondisi ketersediaan tempat tidur di rumah sakit yang menangani pasien Covid-19 makin menipis.

"Di beberapa daerah, keterisian tempat tidur untuk ICU dan isolasi per 2 Januari sudah melebihi 70%. Ini di antaranya terjadi di DKI Jakarta, Banten, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, Sulawesi Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah," jelas Wiku dalam jumpa pers.

Dari data tersebut, Wiku menyebut, kondisi sekarang menjadi alarm situasi darurat. "Hal ini dapat menjadi alarm bagi kita bahwa kita sedang dalam keadaan darurat, yang ditandai dengan ketersediaan tempat tidur yang semakin menipis," kata dia.

Lebih jauh, Wiku pun membeberkan, tempat tidur yang tersisa itu juga belum tentu bisa digunakan lantaran adanya keterbatasan tenaga kesehatan yang merawat pasien Covid-19. Hingga kini, menurut dia, sudah sebanyak 237 dokter meninggal dunia dan jumlahnya itu meningkat sejak Oktober hingga Desember.

"Jika masyarakat terus abai dan meninggalkan kedisiplinan terhadap protokol kesehatan, maka tidak akan cukup fasilitas kesehatan kita untuk bisa menanganinya," kata Wiku.

Lantaran itulah, Wiku mengajak seluruh masyarakat untuk tetap komit dalam mematuhi protokol kesehatan dengan menerapkan 3M, yakni memakai masker, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.

Ini saatnya seluruh lapisan masyarakat, tanpa terkecuali, berpartisipasi dengan melakukan perubahan perilaku demi bisa memenangkan peperangan atas pandemi akibat virus yang mematikan. Kesadaran atas pentingnya perubahan perilaku, yang diwujudkan melalui ketaatan terhadap prokes, tidak lagi bisa ditawar-tawar.

 

 

Penulis: Ratna Nuraini
Editor: Firman Hidranto/ Elvira Inda Sari