APBN sehat menjadi instrumen yang diandalkan untuk menjaga ketidakpastian.
Dunia baru saja dirudung pandemi Covid-19. Namun, negara di dunia mampu bekerja sama mengatasi wabah pandemi itu, sehingga kini wabah itu cukup terkendali, baik di tingkat global maupun di Indonesia. Imbas dari terpaan Covid-19 sangat berpengaruh terhadap perekonomian dunia, salah satunya menjadikan harga komoditas global relatif volatile.
Meski begitu, kini sudah tren penurunan mulai tampak. Sehingga, mendorong moderasi beberapa komoditas energi dan pangan. Lantas bagaimana respons domestik terhadap gejolak perekonomian global?
Disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 menguat signifikan. Bahkan, indikator itu juga terlihat dari pemberian reafirmasi peringkat kredit Indonesia oleh Fitch, serta penilaian positif S&P, Moodys, R&I dan JCR yang menjadi bukti bahwa lembaga internasional mengapresiasi kinerja baik perekonomian Indonesia.
Menguatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut juga diproyeksikan berbagai lembaga internasional terkemuka, seperti ADB (5,4 persen), IMF (5,3 persen), Bloomberg (5,3 persen), Bank Dunia (5,2 persen), dan OECD (5,3 persen). Demikian pula untuk pertumbuhan ekonomi pada 2023 yang diproyeksikan berada di kisaran 5 persen.
“Pada saat negara-negara di dunia mengalami outlook negatif atau di-downgrade, Indonesia tetap mendapatkan asesmen perekonomian, atau lembaga-lembaga rating memberikan asesmen yang stabil dari rating Indonesia. Ini adalah sesuatu yang sangat remarkable, karena hampir semua negara dunia, seperti sovereign-nya yang mengalami downgrade. Jadi dalam hal ini, Indonesia tetap mampu menjaga kinerja dari perekonomiannya, keuangan negara dan surat-surat berharga negara Indonesia, menggambarkan Indonesia dalam posisi yang kuat, kredibel dan terjaga. Ini yang harus kita jaga bersama,” ujar Sri Mulyani Indrawati, saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Desember, Selasa (11/12/2022).
Pada kesempatan itu, Sri Mulyani menjelaskan soal realisasi belanja APBN 2022 hingga pertengahan Desember yang mencapai Rp2.717,6 triliun atau 87,5 persen dari target. Dari sisi penerimaan APBN pada periode yang sama sebesar Rp2.479,9 triliun atau 109,4 persen dari target.
Penerimaan yang impresif disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang berada di jalur ekspansi dan belanja yang mampu mengangkat daya beli masyarakat serta menggerakkan ekonomi. “Seiring dengan penurunan biaya, APBN perlahan sehat kembali. Ekonomi kita cukup risilien dan kita optimistis akan terus bertumbuh,” ujar Sri Mulyani Indrawati.
Menkeu menambahkan, dari sisi defisit APBN 2022, hingga pertengahan Desember, sebesar Rp237,7 triliun atau 1,2 persen dari PDB, turun dari 3,6 persen periode yang sama 2021. Menurut Sri Mulyani, kinerja baik APBN yang berlanjut hingga pertengahan Desember 2022 juga didukung melalui belanja negara dan pembiayaan investasi yang terakselerasi, didukung lonjakan pendapatan negara, dan realisasi pembiayaan utang yang terjaga dengan baik.
“Meski demikian, kinerja solid APBN 2022 diharapkan terjaga diimbangi komitmen disiplin fiskal yang kuat, dan bersiap mengantisipasi ketidakpastian dan konsolidasi fiskal di 2023,” ujarnya.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah indikator kinerja ekonomi Indonesia masih tumbuh kuat? Ekonomi Indonesia cukup resilient didukung kuatnya berbagai indikator pendorong pertumbuhan?
Indikator itu sendiri terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada November masih tinggi, yaitu di angka 119,1. Demikian pula dengan laporan dari Mandiri Spending Index juga menunjukkan tren peningkatan di November (130,8), sejalan dengan peningkatan belanja konsumsi masyarakat yang semakin meningkat.
Selanjutnya, indeks penjualan ritel tetap tumbuh positif sebesar 1,6 persen (year on year/yoy), yang mencerminkan masih kuatnya daya beli masyarakat. Meski perlu diwaspadai, karena juga berada dalam tren perlambatan.
Perekonomian Indonesia juga didukung oleh kinerja surplus neraca perdagangan Indonesia terus berlanjut hingga memasuki bulan ke-31. Bahkan, secara kumulatif periode Januari-November 2022 mencatatkan surplus USD50,59 miliar.
Kinerja ekspor Indonesia pada November 2022 tercatat USD24,12 miliar, meningkat 5,6 persen (yoy) didorong pertumbuhan ekspor nonmigas, terutama komoditas sawit dan tambang. Sementara itu, kinerja impor November 2022 tercatat USD18,96 miliar, menurun 1,9 persen (yoy) dipengaruhi penurunan impor migas dan nonmigas.
Di sisi lain, volatilitas pasar keuangan tengah menurun di tengah pengetatan moneter AS yang mulai mereda. Sejalan dengan hal tersebut, tekanan pada pasar obligasi emerging markets juga mereda. Bahkan, pasar obligasi Indonesia melanjutkan inflow sejak November 2022.
Namun demikian, pelaku pasar tetap antisipatif terhadap perkembangan suku bunga The Fed yang mempengaruhi cost of fund. Potensi berlanjutnya pengetatan suku bunga di negara maju cukup besar seiring masih tingginya tingkat negative real interest rate juga perlu diwaspadai.
Dari konteks itu, harus diakui kinerja APBN terjaga, APBN sebagai shock absorbermelindungi masyarakat, mendukung sektor prioritas, dan mendorong pemulihan ekonomi melalui belanja negara dan pembiayaan investasi yang terakselerasi.
Realisasi belanja negara per 14 Desember 2022 sebesar Rp2.717,6 triliun atau mencapai 87,5 persen dari target APBN sesuai Perpres 98/2022 (Pagu), tumbuh 11,9 persen (yoy). Peran APBN sebagai shock absorber di tengah peningkatan dampak risiko global juga ditunjukkan oleh penyaluran program perlindungan sosial tambahan.
Bagaimana pendapatan negara? Seperti dikatakan Sri Mulyani, pengelolaan pendapatan negara 2022 tetap melanjutkan kinerja yang baik dan konsisten bertumbuh. Pendapatan negara melanjutkan kinerja baik dan tumbuh 36,9 persen (yoy), ditopang kenaikan harga komoditas dan pemulihan ekonomi yang terjaga.
Bahkan realisasi pendapatan negara pada APBN 2022 kinerjanya telah melampaui target Perpres 98/2022. Hingga 14 Desember 2022, pendapatan negara tercapai sebesar Rp2.479,9 triliun atau 109,4 persen dari Pagu.
Kondisi itu juga didukung oleh kinerja penerimaan pajak masih tumbuh positif, konsisten sejak April 2021 sejalan dengan pemulihan ekonomi.
Kinerja penerimaan pajak yang sangat baik hingga 14 Desember 2022 mencapai Rp1.634,4 triliun, atau 110,1 persen dari Pagu dan tumbuh 41,9 persen (yoy).
Kinerja penerimaan pajak yang baik tersebut masih dipengaruhi oleh tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif, serta implementasi UU HPP seperti penyesuaian tarif PPN, PPN PMSE, serta pajak fintech dan Kripto.
Dari postur APBN hingga mendekati akhir tahun, Menkeu Sri Mulyani menilai, pembiayaan APBN tetap terjaga. Kendati, tetap merespons volatilitas pasar keuangan.
Realisasi APBN sampai dengan 14 Desember 2022 mencatat defisit Rp237,7 triliun atau terkontraksi 1,22 persen terhadap PDB. Realisasi defisit berjalan on the trackseiring akselerasi belanja negara. Selanjutnya, kinerja APBN yang terjaga baik turut mendorong penurunan kebutuhan pembiayaan utang.
Hingga 14 Desember 2022, realisasi pembiayaan utang mencapai Rp540,3 triliun atau turun 24,3 persen (yoy). Di 2022, Pemerintah melanjutkan implementasi SKB I dan III, sekaligus sebagai tahun terakhir pelaksanaan SKB.
Hingga 14 Desember 2022, SKB I (BI sebagai standby buyer) telah tercapai sebesar Rp49,1 triliun, sementara realisasi SKB III mencapai Rp95,4 triliun. Pembiayaan APBN tetap mengedepankan prinsip prudent, fleksibel, dan oportunistik di tengah kondisi pasar keuangan yang volatile.
Dari gambaran di atas, Sri Mulyani menilai APBN hingga pertengahan Desember juga menunjukkan kinerja yang positif, karena dengan ekonomi yang kembali pulih, telah juga bisa mendukung pemulihan kesehatan APBN.
Dia menambahkan dengan APBN yang pulih, maka APBN terus bisa diposisikan menjadi instrumen yang diandalkan untuk menjaga rakyat, menjaga ekonomi, sebagai countercyclical atau sebagai shock absorber.
“APBN sehat menjadi instrumen yang diandalkan untuk menjaga ketidakpastian. Yang jelas, meski indikator domestik terjaga baik, kewaspadaan diperlukan untuk mengantisipasi rambatan tekanan global,” ujarnya.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari