Cadangan devisa yang naik tinggi pada akhir Desember 2022 dapat menjadi modal kuat bagi RI untuk menghadapi berbagai tantangan dan gejolak global di 2023.
Perekonomian dunia diprediksi diselimuti awan gelap tahun ini. Setelah sempat mengalami guncangan tahun lalu, bahkan disebut sebagai tahun yang brutal, perekonomian global tahun ini pun disebut masih akan penuh tantangan dan gejolak.
Risiko resesi adalah salah satu yang menjadi ancaman bagi perekonomian global. Negara maju, seperti Amerika Serikat, termasuk negara yang paling agresif menaikkan suku bunga sepanjang 2022 untuk menurunkan lonjakan inflasi.
Setiap kebijakan pengetatan moneter biasanya selalu bisa menurunkan laju inflasi. Namun, imbas pengeluaran ongkos resesi ekonomi cukup besar. Bahkan, sejumlah analis sudah sampai mengeluarkan pendapat bahwa di 2023 akan terjadi gejolak ekonomi yang hebat di dunia.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pun pernah memberikan peringatan berkaitan dengan prediksi perekonomian global 2023. Menurutnya, ada tiga ancaman besar bagi perekonomian global pada 2023. Yaitu, inflasi, resesi, hingga krisis utang di negara-negara berkembang.
“Hal itu kemudian memicu pengetatan kebijakan moneter melalui kenaikan suku bunga secara agresif. Akibatnya, biaya untuk memulihkan ekonomi menjadi lebih besar dan akan mempengaruhi kegiatan ekonomi secara keseluruhan,” ujarnya.
Pernyataan Sri Mulyani semakin terang benderang. Ketika berbicara di CEO Banking Forum, Senin (9/1/2023), Menkeu mengakui, ramalan dari lembaga internasional yang beredar belakangan ini memang tidak menggembirakan. “Hanya saja sebagai regulator, saya akan selalu optimistis. Tapi, tetap waspada akan setiap kemungkinan. Jadi hal ini menjadi satu kewaspadaan. Pada 2023, prediksi dari lembaga global mengenai dunia memang kurang menggembirakan, tidak hanya inflasi dan kemungkinan resesi, ada juga kemungkinan masalah dengan debt sustainability di berbagai negara," ungkap Sri Mulyani.
Masih berkaitan dengan prediksi munculnya berbagai tantangan dan gojalak di 2023, Indonesia masih patut bersyukur. Pasalnya, salah satu pertahanan bagi Indonesia, yakni ketersediaan cadangan devisa yang cukup baik dan itu jadi modal yang kuat bagi negara ini untuk menghadapi pelbagai tantangan dan gejolak di 2023.
Indikator itu tergambarkan dari posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2022, yang tercatat mencapai USD137,2 miliar. Cadangan devisa tersebut melonjak dari bulan sebelumnya yang mencapai USD134,0 miliar, dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman pemerintah.
Menurut Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6 bulan impor atau 5,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Serta, berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Dengan status cadangan devisa Indonesia seperti disebut di atas, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menilai, cadangan devisa yang meningkat tinggi pada akhir Desember 2022 dapat menjadi modal yang kuat bagi Indonesia untuk menghadapi berbagai tantangan dan gejolak global di 2023.
Dia mengatakan, tekanan pada nilai tukar rupiah diperkirakan masih berlanjut di tahun ini karena masih terdapat tekanan bagi stabilitas perekonomian di dalam negeri. Selain itu, perekonomian global juga berisiko mengalami resesi.
“Cadangan devisa per Desember 2022 yang meningkat, terutama karena penerimaan pajak dan jasa selama 2022, ini modal yang baik untuk Indonesia menyambut 2023, mengingat masih ada tekanan bagi stabilitas ekonomi dan nilai tukar rupiah,” katanya.
Riefky mengatakan, posisi cadangan devisa yang cukup tinggi pada akhir 2022 juga diharapkan dapat memberikan ruang yang cukup bagi Bank Indonesia untuk melakukan intervensi jika nilai tukar rupiah fluktuatif di tahun ini.
Dia memperkirakan, posisi cadangan devisa Indonesia akan bertahan pada kisaran USD135 miliar--USD138 miliar pada 2023. “Jadi, ini modal yang cukup untuk Indonesia memasuki 2023, yang mana perlambatan harga komoditas diperkirakan akan berdampak pada cadangan devisa kita,” jelasnya.
Tidak dipungkiri, keberadaan cadangan devisa yang mencukupi telah ikut menjaga ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, dalam satu kesempatan, juga mengaku bahwa lembaga bank sentral itu mati-matian melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah tahun ini.
Rasio cadangan devisa pun mengalami penurunan karena perlu melakukan intervensi di pasar keuangan. "Kami tahun ini mati-matian untuk menstabilkan nilai tukar. Kami intervensi dalam jumlah yang besar. Kini kami berupaya agar cadangan devisa tidak turun,” ujarnya, dalam satu kesempatan ketika rapat kerja bersama DPR RI.
Salah satunya, dengan menjaga agar devisa hasil ekspor yang sudah masuk bisa tetap tinggal lebih lama di dalam negeri.
"Kami terus memutar otak bagaimana supaya para eksportir bisa kemudian juga stay longer di dalam negeri. Mekanisme ini terus dinegosiasikan dengan perbankan, para eksportir supaya meningkat dan juga cara-cara lain supaya cadangan devisa jangan turun," papar Perry.
BI pun berharap cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Sehingga, proses pemulihan ekonomi nasional terus berlanjut.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari