Keringanan bunga dan agunan diberikan kepada debitur KUR supermikro-mikro dengan maksimal pinjaman Rp100 juta.
Pada 2023, pemerintah kembali menetapkan bunga KUR 3 persen untuk KUR supermikro dan bunga single digit untuk KUR mikro. Kebijakan itu merupakan bentuk afirmatif pemerintah ke sektor UMKM yang menguasai 61 persen PDB Indonesia.
Selain sumbangan terhadap PDB besar, sektor itu juga memberikan sumbangan terhadap penyerapan tenaga kerja hingga 97 persen dari total penyerapan tenaga kerja nasional. Jadi, keberadaan program kredit usaha rakyat (KUR) yang kian ramah untuk nasabah adalah sebuah keharusan.
Tak hanya tawaran bunga kredit rendah mulai dari 3 persen, pemerintah juga meminta bank penyalur KUR untuk memberikan keringanan berupa bebas agunan bagi debitur mikro maupun supermikro. Keringanan itu tertuang lewat Peraturan Menteri Koordinator bidang Perekonomian nomor 1 tahun 2023 yang terbit pada akhir Januari 2023.
Pada aturan itu, keringanan bunga dan agunan diutamakan untuk debitur KUR supermikro dan mikro dengan maksimal pinjaman tidak lebih dari Rp100 juta. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kebijakan bunga KUR supermikro jadi 3 persen itu merupakan wujud keberpihakan kepada para pekerja yang terkena PHK dan ibu rumah tangga untuk bisa menjalankan usahanya lebih produktif.
Jika dirinci, kebijakan KUR dengan keringanan dan agunan untuk dua segmen debitur, pertama debitur KUR supermikro mendapatkan fasilitas bunga kredit 3 persen dengan plafon kredit maksimal Rp10 juta. Segmen ini diberikan tenor 3 tahun--5 tahun.
Kedua, debitur KUR mikro akan dikenai bunga kredit sesuai tipe penerima, misalnya debitur pertama kali mengajukan KUR bisa mendapatkan bunga 6 persen, kedua kali 7 persen, ketiga kali 8 persen, dan keempat kali 9 persen. Pemerintah menentukan plafon KUR untuk mikro mulai dari Rp10 juta--Rp100 juta.
Yang menjadi istimewa untuk debitur KUR supermikro dan mikro adalah mereka tidak diwajibkan untuk memenuhi agunan tambahan. Tapi, tetap menyepakati agunan pokok. Sedangkan, debitur KUR yang mendapat pinjaman di atas Rp100 juta tetap memenuhi ketentuan agunan pokok dan tambahan. Tentu kebijakan itu menjadi angin segar bagi masyarakat, terutama untuk pekerja dan ibu rumah tangga.
Dari data Kementerian Perekonomian, pada 2022 dari total 7,62 juta debitur KUR, sebanyak 66,11 persen adalah debitur mikro, 31,84 persen untuk debitur kecil, dan 1,74 persen debitur supermikro dan di bawah 1 persen PMI.
Sejatinya, peran perbankan dibutuhkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dari pelaku usaha kelas bawah, yakni supermikro. Hanya saja, suku bunga yang mini dan tanpa agunan tambahan dapat memicu kenaikan risiko kredit bermasalah atau non performing loan/NPL perbankan.
Di sisi lain, alokasi KUR untuk pelaku usaha supermikro masih tergolong baru, sehingga kontribusinya terhadap total plafon KUR masih kecil. Namun terlepas dari semua itu, harus diakui peran penting UMKM tetap harus diapresiasi oleh pemerintah. Pasalnya, sektor UMKM mampu menyerap sejumlah tenaga kerja, banyaknya jumlah unit usaha, capaian kinerja ekspor yang kian impresif, hingga kontribusi yang signifikan terhadap PDB.
Pengembangan UMKM penting bagi pemerintah untuk dapat mengungkit pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah juga terus berupaya mendukung peningkatan daya saing UMKM dan kontribusinya terhadap ekonomi nasional, salah satunya dengan mengkaji dan memperbaiki kebijakan terkait pembiayaan UMKM.
“Saat ini kontribusi UMKM terhadap PDB Indonesia mencapai 61 persen dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja mencapai 97 persen dari total penyerapan tenaga kerja nasional. Diharapkan juga, kontribusi UMKM terhadap ekspor nonmigas yang saat ini baru mencapai 16 persen dapat ditingkatkan,” ungkap Menko Airlangga, dalam satu kesempatan.
Terkait dengan kebijakan pembiayaan bagi UMKM tersebut, pemerintah berupaya meningkatkan akses pembiayaan KUR dengan porsi kredit yang ditargetkan mencapai 30 persen pada 2024. Selanjutnya guna mendorong UMKM naik kelas juga diperlukan skema kerja sama antara usaha kecil dan usaha besar, sehingga UMKM dapat berkembang dengan peningkatan kuantitas dan kualitas produksi.
Bagi perusahaan besar juga dapat meningkatkan profit. Melalui kerja sama yang diiringi dengan peningkatan produktivitas dan kualitas produksi yang baik, UMKM akan lebih mudah menjangkau global value chain (GVC).
Keberpihakan pemerintah terhadap sektor UMKM sangat jelas dan tegas. Bagi pemerintah, keberadaan sektor UMKM saat ini sangat disadari pentingnya bagi pemulihan perekonomian nasional.
Harapannya, sejumlah kebijakan pemerintah yang afirmatif terhadap sektor UMKM bisa mendongkrak mereka untuk naik kelas. Ujung dari semua itu, peran sektor UMKM tetap bisa menjadi penyangga perekonomian negara.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari