Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan utang Indonesia masih dikelola secara prudent alias bijaksana. Struktur utang tetap sehat, didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Bank Indonesia mengeluarkan rilis bahwa posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir Januari 2021 tercatat sebesar 420,7 miliar dolar AS, terdiri dari ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar 213,6 miliar dolar AS dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar 207,1 miliar dolar AS.
Dengan perkembangan tersebut, ULN Indonesia pada akhir Januari 2021 tumbuh sebesar 2,6% (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 3,4% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ULN tersebut terjadi pada ULN Pemerintah dan ULN swasta.
ULN Pemerintah Januari 2021 tumbuh lebih rendah. Posisi ULN Pemerintah Januari 2021 mencapai 210,8 miliar dolar AS, atau tumbuh 2,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan Desember 2020 sebesar 3,3% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ini disebabkan oleh pembayaran pinjaman bilateral dan multilateral yang jatuh tempo.
Sementara itu, posisi surat utang pemerintah masih meningkat seiring penerbitan surat utang negara (SUN) dalam denominasi dolar AS dan Euro, di awal tahun. Situasi ini terjadi di tengah momentum likuiditas di pasar global yang cukup tinggi dan sentimen positif implementasi vaksinasi Covid-19 secara global.
Perkembangan ULN juga didorong aliran masuk modal asing di pasar surat berharga negara (SBN) domestik yang meningkat, didukung oleh kepercayaan investor asing yang terjaga terhadap prospek perekonomian domestik. ULN pemerintah dikelola secara terukur dan berhati-hati untuk mendukung belanja prioritas pemerintah, antara lain, yaitu sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (17,6% dari total ULN pemerintah), sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (17,1%), sektor jasa pendidikan (16,2%), sektor konstruksi (15,2%), dan sektor jasa keuangan dan asuransi (13,0%).
ULN swasta tumbuh melambat dibandingkan bulan sebelumnya. Pertumbuhan ULN swasta pada akhir Januari 2021 tercatat 2,3% (yoy), juga lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 3,8% (yoy). Perkembangan ini didorong oleh perlambatan pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan (PBLK) serta kontraksi pertumbuhan ULN lembaga keuangan (LK) yang lebih dalam.
Pada akhir Januari 2021, ULN PBLK tumbuh sebesar 4,9% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 6,3% (yoy). Selain itu, kontraksi ULN LK tercatat sebesar 6,1% (yoy), lebih dalam dari kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 4,7% (yoy). Berdasarkan sektornya, ULN terbesar dengan pangsa mencapai 77,0% dari total ULN swasta bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin (LGA), sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor industri pengolahan.
Struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Struktur ULN yang sehat tersebut tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir Januari 2021 yang tetap terjaga di kisaran 39,5%, relatif stabil dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 39,4%. Struktur ULN Indonesia yang tetap sehat juga tecermin dari besarnya pangsa ULN berjangka panjang yang mencapai 89,4% dari total ULN.
Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam memantau perkembangan ULN, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.
Kondisi utang saat ini masih berada dalam batas aman mengingat rasio utang pemerintah, terutama untuk ULN, masih berada di bawah rasio utang negara-negara lain terutama anggota G20. Menteri Keuangan Sri Mulyani, utang Indonesia masih dikelola secara prudent alias bijaksana. Di AS, rasio utangnya sudah melampaui output perekonomian (PDB) di negara tersebut karena proporsi utang mencapai 103% PDB. Begitu juga di Prancis dan Jepang.
Di saat defisit anggaran dipatok di angka 6%, Indonesia masih mampu untuk mempertahankan rasio utang yang tetap rendah. Bekas direktur Bank Dunia itu juga mencontohkan, AS yang sebagai negara adikuasa tapi defisit anggarannya jebol lebih dari 10%. Artinya, pertambahan utang Indonesia masih relatif kecil.
Kemenkeu memastikan, komposisi utang pemerintah tetap dijaga dalam batas tertentu sebagai pengendalian risiko sekaligus menjaga keseimbangan makro ekonomi, di mana Undang-Undang (UU) nomor 17 tahun 2003 mengatur batasan maksimal rasio utang pemerintah adalah 60%.
Sri Mulyani pernah menegaskan peran penting utang dalam menjaga keseimbangan APBN. Anggaran negara memang sering kali dibuat defisit agar ekonomi bisa tumbuh lebih tinggi. Namun, negara tak sembarangan dalam mengajukan utang. Selama tujuannya positif dan rasionya tak melebihi PDB, utang dianggap masih terkendali.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini membeberkan, hampir tak ada negara di dunia yang tidak mengandalkan utang, tak terkecuali negara-negara maju. Negara-negara maju juga menutup defisit anggarannya dengan utang, baik utang domestik maupun yang ditarik dari luar negeri.
"Kalau kalian lihat film Korea, kayaknya negaranya lebih kaya dari kita, kira-kira kekurangan uang enggak ya untuk belanja? Ya kekurangan banget, ya utang juga," ucap Sri Mulyani. "Kalau kalian lihat Uni Emirat, kalau ke Dubai kayaknya negaranya luar biasa, kotanya semua gedung pencakar langit. Kemudian Eropa, Prancis, Inggris, Spanyol, Italia, kira-kira negara itu punya utang enggak? Pasti punya utang," kata Sri Mulyani suatu ketika.
Penulis:Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari