Salah satu penyebab strok adalah stres. Berolahraga rutin dapat meningkatkan fungsi kognitif, meningkatkan performa kerja, dan pada orang tua sangat penting sekali untuk menurunkan risiko jatuh dan cedera.
Strok atau stroke menurut kamus kesehatan National Heart, Lung, and Blood Institute (NIH) Amerika Serikat, adalah kondisi medis akibat buruknya aliran darah ke otak sehingga terjadi kematian sel. Kondisi ini dapat terjadi disebabkan berkurangnya aliran darah (iskemia) karena adanya penyumbatan seperti trombosis dan embolisme arteri atau adanya pendarahan, sehingga daerah-daerah yang terkena strok tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Penyakit strok dapat mengancam jiwa lantaran setiap menit sebanyak 1,9 juta sel otak dapat mati. Sebanyak 85 persen penderitanya mengalami strok iskemik yang disebabkan oleh diabetes dan hanya 15 persen karena pendarahan. Meski demikian, 40 persen angka kematian penderita strok disebabkan oleh pendarahan.
Strok turut menyumbang penyebab utama terjadinya disabilitas atau kecacatan dan kematian nomor 2 di dunia. Organisasi Strok Dunia (World Stroke Organization/WSO) dalam laporan tahunannya menuliskan, pada 2022 terdapat 12,2 juta penderita strok baru di seluruh dunia, 16 persen di antaranya diderita oleh mereka yang berusia 15--49 tahun. Oleh karena itu, sejak 2006, WSO menggelar Hari Strok Sedunia yang diperingati setiap 29 Oktober.
Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), di Indonesia strok menjadi penyebab utama disabilitas dan kematian yakni sebesar 11,2 persen dari total disabilitas dan 18,5 persen dari total angka kematian. Data Survei Kesehatan Indonesia 2023 menyebutkan, prevalensi strok di Indonesia mencapai 8,3 per 1.000 penduduk. Tak hanya menyerang orang usia lanjut atau di atas 55 tahun, strok juga menyasar usia produktif dan bahkan di bawah 15 tahun yakni di umur 10 tahun.
Angin ahmar, sebutan lain bagi strok, dikenal juga sebagai salah satu penyakit katastropik dengan pembiayaan tertinggi ketiga setelah penyakit jantung dan kanker, yaitu mencapai Rp5,2 triliun pada 2023. Seseorang yang menderita strok akan lebih rentan terhadap penyakit lain seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi, penyakit jantung karena berkaitan dengan darah, serta diabetes yang dapat mempengaruhi hormon insulin yang digunakan untuk mengontrol gula darah.
Praktisi kesehatan dari Perhimpunan Dokter Neurologi Seluruh Indonesia (Perdosni), dr Dodik Tugasworo menjelaskan, ada istilah khusus sebagai tanda atau gejala strok, yaitu SeGeRa Ke RS. Ia menjabarkan istilah tersebut merupakan singkatan dari Senyum yang tidak simetris, Gerak tubuh melemah secara tiba-tiba, bicaRa pelo atau aphasia, Kebas atau kesemutan pada separuh tubuh, Rabun pada salah satu mata, serta Sakit kepala hebat atau sakit kepala berputar yang muncul tiba-tiba.
Menurut Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, dr. Yudhi Pramono seperti dikutip dari website kementerian, sebanyak 90 persen penyakit strok dapat dicegah melalui pengendalian faktor risikonya. Dia menyampaikan bahwa aktivitas fisik yang dilakukan selama minimal 30 menit dan 5 kali seminggu dapat menurunkan faktor risiko strok sebesar 25 persen.
Aktivitas fisik juga membantu menjaga berat badan ideal, mengontrol tekanan darah, dan meningkatkan kesehatan jantung. Selain itu, aktivitas fisik juga meningkatkan fungsi pembuluh darah dan pernapasan, menurunkan morbiditas dan mortalitas. Praktisi Kesehatan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO) dr. Elina Widiastuti mengutarakan, berolahraga rutin dapat menurunkan kecemasan dan depresi serta meningkatkan performa kerja.
"Salah satu penyebab strok adalah stres. Berolahraga rutin dapat meningkatkan fungsi kognitif, meningkatkan performa kerja, dan pada orang tua sangat penting sekali untuk menurunkan risiko jatuh dan cedera, dan juga merupakan terapi efektif pada beberapa penyakit kronis terutama pada pasien lanjut usia,” kata dr. Elina.
Demi mencegah strok, disarankan untuk melakukan 3 jenis aktivitas fisik harian termasuk berolahraga. Pertama melakukan aktivitas aerobik seperti jalan kaki, lari, bersepeda, atau berenang. Intensitas latihannya adalah 3--5 kali per minggu atau 150--300 menit per minggu. Artinya, setiap kali aktivitas dilakukan, durasinya minimal 30 menit.
Selanjutnya adalah penguatan otot seperti melakukan olahraga yoga atau gimnastik dengan durasi 2--3 kali seminggu. Terakhir adalah membatasi aktivitas sedentari, misalnya mengurangi duduk terlalu lama dan sebagainya. Ada yang perlu diingat bahwa sebelum melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga wajib untuk melakukan pemanasan dan peregangan otot dilanjutkan gerakan inti, pendinginan dan kembali peregangan sesudah berolahraga.
Semua hal di atas adalah bagian dari metode yang dikembangkan oleh Kemenkes dengan istilah Pencegahan 3O + 1D dan CERDIK, meliputi Olahraga, Olah seni, Olah jiwa, dan Diet. Sedangkan CERDIK adalah Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres. Dalam hal pelayanan kepada penderita strok, Kemenkes telah melengkapi jaringan rumah sakit rujukan pemerintah dengan sarana dan prasarana memadai.
Misalnya mengembangkan stroke registry sebagai basis bukti untuk kebijakan terkait struktur untuk masa mendatang. Selain itu melakukan transformasi kesehatan, mulai dari layanan primer hingga teknologi kesehatan. Untuk penguatan layanan primer, dilakukan integrasi layanan yang mencakup deteksi dini strok. Kemenkes, mengutip penjelasan dr. Yudhi, telah berupaya meningkatkan deteksi dini dislipidemia pada pasien diabetes melitus dan hipertensi sebagai upaya pencegahan strok.
Targetnya mampu menjangkau sekitar 10,5 juta orang kendati capaian tersebut baru mencapai sekitar 11,3 persen. Oleh sebab itu diperlukan upaya lebih masif yang melibatkan berbagai pihak, baik dari pemerintah, akademisi, organisasi profesi, sektor swasta, maupun masyarakat. Ini dilakukan untuk meningkatkan capaian deteksi dini sebagai upaya menurunkan risiko strok di Indonesia.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Taofiq Rauf