Indonesia.go.id - Kementerian Kesehatan Fokus pada Pencegahan Stunting

Kementerian Kesehatan Fokus pada Pencegahan Stunting

  • Administrator
  • Rabu, 27 November 2019 | 03:41 WIB
POLITIK ANGGARAN
  Kegiatan Posyandu di Desa Sukajadi, Rantau, Aceh Tamiang, Aceh, Rabu (6/11/2019). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Kementerian Kesehatan RI tercatat sebagai pemilik anggaran terbesar keenam di APBN 2020. Namun demikian tugasnya cukup berat, salah satunya menurunkan angka stunting menjadi 19 persen pada 2024.

Beberapa kali Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya mengembangkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia menjadi  SDM yang unggul. Presiden menyinggung soal anggaran di bidang kesehatan yang disebutnya sangat besar, itupun untuk mendukung cita-cita tersebut. Karena menurut presiden, kunci utama dari lompatan  yang akan dicapai adalah tetap ada pada kekuatan sumber daya manusia. 

Karena pentingnya pembangunan SDM itulah makanya tak heran bila anggaran bidang kesehatan kali ini menjadi lebih besar dari anggaran sebelumnya. Dalam RAPBN yang sudah disetujui DPR beberapa waktu silam, anggaran  kesehatan sebesar 132,2 triliun.

Anggaran yang besar itu diminta Jokowi untuk dikonsentrasikan pada hal-hal yang bisa berdampak langsung kepada rakyat demi pembangunan SDM yang unggul. Jokowi mengingatkan pada dua hal yang harus menjadi fokus perhatian di Kementerian Kesehatan, yakni ketercukupan gizi dan pencegahan penyakit.

"Tolong betul-betul dikonsentrasikan, fokus pada urusan yang namanya ketercukupan asupan gizi, makanan tambahan, yang berkaitan dengan pola hidup sehat, pencegahan penyakit. Itu betul-betul jadi sebuah area yang harus kita kerjakan," sebut Jokowi.

"Tapi ini juga bukan hanya tugas Menkes, melainkan tugas Mendikbud melalui kurikulum di pendidikan, juga di Menteri PPPA, juga di Mensos, dan kementerian-kementerian lain," kata Jokowi lagi.

Sekretaris Jenderal Kemenkes Oscar Primadi, dalam siaran berita Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, menjelaskan bahwa 132,2 triliun rupiah anggaran kesehatan dalam RAPBN 2020 adalah anggaran untuk seluruh fungsi kesehatan. Sehingga, pengelola anggaran tersebut bukan hanya di Kementerian Kesehatan melainkan lembaga lain, seperti Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), serta rumah sakit di luar Kemenkes.

Dalam RAPBN 2020,  Kemenkes  mendapatkan alokasi anggaran Rp. 57,4 triliun. Salah satu yang menjadi fokus pembenahan Kemenkes dalam penggunaan anggaran 2020 kelak adalah menurunkan stunting selaras dengan visi misi presiden.

Percepatan penanganan stunting tahun 2020 kelak diperluas ke 260 kabupaten/kota dari yang sebelumnya 160 kabupaten/kota pada 2019.

Oscar menambahkan, dalam RPJMN 2020-2024 penekanan angka stunting ditargetkan menjadi 19% pada 2024 dari yang saat ini 30,8% (Riskesdas 2018). Upaya ini harus dilakukan dengan semaksimal mungkin dengan intervensi gizi spesifik dan sensitive.

'RPJMN sudah mengamanahkan itu (penurunan stunting hingga 19%), actionnya ada di Renstra. Kita sudah menekadbulatkan bahwa kita ingin masyarakat kita sehat, produktif, mandiri, dan itu yang sedang kita lakukan,'' kata Oscar

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak. Anak stunting juga memiliki risiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya.

Permasalahan stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru akan terlihat ketika anak sudah menginjak usia dua tahun. UNICEF mendefinisikan stunting  sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi badan di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis). Hal ini diukur dengan menggunakan standar pertumbuhan anak yang dikeluarkan oleh WHO. Selain mengalami pertumbuhan terhambat, stunting juga seringkali dikaitkan dengan penyebab perkembangan otak yang tidak maksimal.

Kementrian kesehatan telah menyusun strategi nasional dalam menurunkan stunting. Strateginya antara lain dengan intervensi gizi spesifik atau langsung menyasar anak yakni untuk anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Upaya yang dilakukan di antaranya pemberian obat atau makanan untuk ibu hamil atau bayi berusia 0-23 bulan. Juga intervensi gizi sensitif yang dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan, antara lain, penyediaan air bersih atau sanitasi, pendidikan gizi, dan ketahanan pangan dan gizi.

Strategi penurunan stunting ini, harus dilakukan dengan bersinergi melibatkan beberapa kementerian lembaga serta koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Menteri Kesehatan RI  Terawan Agus Putranto, menjadikan penurunan angka stunting menjadi salah satu program utama sesuai arahan presiden. Kasus stunting ditargetkan bisa turun dalam tiga tahun mendatang.

Makanya tak heran, beberapa saat setelah dilantik menjadi Menteri Kesehatan Terawan  pun bergerak cepat untuk mengatasi masalah stunting ini.  Terawan langsung  melakukan koordinasi dengan BKKBN.  Menurutnya  perlu langkah-langkah harmonis antarbadan untuk penangangan stunting yang menjadi prioritas. 

"Angka kematian bayi, angka kematian ibu bisa kita turunkan drastis otomatis dengan meningkatkan kesejahteraan mereka baik jasmani dan pendidikan," kata Terawan.

Terawan menjelaskan, koordinasi ini tetap diharapkan untuk mempercepat dalam pelaksanaan program untuk penanggulangan stunting. Tujuan utamanya tetap satu, yaitu mempercepat untuk mengatasi masalah stunting.

Ada dua program penurunan stunting yang akan dilakukan pemerintah dalam menangani masalah ini. Program pertama adalah pengadaan software yang berisi program penurunan stunting. Pembuatan software ini digawangi Direktorat Kesehatan Masyarakat. Dan program kedua melibatkan puskesmas, yang fungsinya kembali menjadi preventif dan promotif bukan kuratif.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pernah menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia pada 2017. Namun Nila F Moeloek  di akhir masa jabatannya sebagai Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa pada 2019 angka stunting sudah turun menjadi 27,67 persen atau berkurang 10 persen. Tapi standar WHO 20 persen. “Oleh karena itu saya ingin menyerahkan tanggung jawab ini untuk menteri berikutnya yang bertugas sampai 2024,” kata Nila.

Perlu diketahui, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) secara periodik 5 tahunan melakukan riset. Mereka riset  terhadap 84.000 balita dalam bentuk Hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI).

SSGBI 2019 dilakukan secara terintegrasi dengan Susenas untuk mendapatkan gambaran status gizi yang meliputi underweight (gizi kurang), wasting (kurus), dan stunting (kerdil). Hasilnya, prevalensi balita underweight atau gizi kurang pada 2019 berada di angka 16,29 persen. Angka ini mengalami penurunan sebanyak 1,5 persen. Kemudian prevalensi balita stunting pada 2019 sebanyak 27,67 persen, turun sebanyak 3,1 persen. Sementara itu untuk prevalensi balita wasting (kurus), berada pada angka 7,44 persen. Angka ini turun 2,8 persen. Semua data dibandingkan dengan hasil survei  dari tahun lalu.

Menurunnya angka stunting di Indonesia merupakan kabar baik. Tapi masih perlu kerja keras semua pihak untuk melakukan segala upaya penurunan stunting. Menurut standar WHO, batas maksimal toleransinya di angka 20 persen atau seperlima dari jumlah total anak balita yang sedang tumbuh. (E-2)