Indonesia.go.id - Aksesoris Tutul Menembus Pasar Dunia

Aksesoris Tutul Menembus Pasar Dunia

  • Administrator
  • Selasa, 30 Juni 2020 | 03:31 WIB
DESA KREASI
  Pembuatan produk kreasi dari kayu menjadi satu dari beberapa kegiatan kreatif warga desa Tutul, Jember, Jawa Timur. Foto : Istimewa

Dinobatkan menjadi salah satu desa produktif di Indonesia, hasil karya tangan-tangan warga Desa Tutul Kabupaten Jember mampu hasilkan ratusan juta rupiah dalam sebulan.

Riuh rendah itu terdengar hingga ke jalan utama desa. Di rumah-rumah, beberapa orang, laki-laki dan perempuan, punya kesibukan masing-masing. Ada yang mengoperasikan mesin, ada pula yang sedang memotong kayu.

Potongan-potongan kayu itu lalu dibentuk menjadi beberapa bagian untuk dijadikan bahan aksesoris. Ada tasbih, gelang, kalung, cangklong rokok, dan lainnya. Begitulah kesibukan harian warga Tutul. Sebuah desa yang berada di Kecamatan Balung yang berjarak kurang lebih 24 kilometer dari Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur.

Sebuah plang besar bertuliskan, "Selamat Datang di Sentra Industri Kecil (Handcraft)" bisa langsung kita lihat begitu memasuki desa yang berjarak kurang lebih 25 kilometer dari ibu kota Kabupaten Jember ini.

Menjadi perajin memang sudah mendarah daging bagi warga desa ini. Beberapa studi menyebut, pembuatan kerajinan di desa ini sudah berlangsung sejak 1970-an. Kala itu warga desa banyak menemukan tumpukan-tumpukan kayu yang hanya dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Dalam perjalanannya, tumpukan kayu itu begitu banyak itu, oleh beberapa orang, kemudian diolah dan dimanfaatkan untuk menjadi produk kreatif.

Awalnya mereka membuat gelang dan tasbih. Setelah dipasarkan rupanya sambutan pasar bagus. Dari situlah kemudian warga lain ikut memanfaatkan sisa-sisa kayu itu untuk dibuat aksesoris.

Tak hanya aksesoris, dalam perkembangannya, mereka juga membuat kerajinan berbahan kayu seperti sendok, garpu, piring, nampan, mangkuk, cangkir, dan suthil (spatula).

Aneka kerajinan produksi mereka tak hanya dipasarkan di dalam negeri tapi sudah menembus pasar ekspor seperti Arab Saudi, Australia, Amerika, Eropa, dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya.

Semula untuk menembus pasar internasional, kerajinan-kerajinan itu dipasarkan melalui Bali. Namun sekitar tahun 2010, pemesan dari luar negeri datang sendiri ke desa itu.

Ida Giawati, salah satu pengusaha kerajinan mengatakan, dirinya sudah merintis usaha sejak 2001. Bersama suaminya, pemilik Imda Handcraft ini membuat aneka aksesoris berbahan kayu. Mulai tasbih, kalung, cincin, slongsong keris, pipa rokok, hingga peralatan dapur.

Awal merintis, ia dibantu tiga orang pekerja tetap. Selebihnya, Ida biasanya meminta bantuan warga lain untuk mengerjakannya. Karena usahanya makin berkembang, kini Ida sudah memiliki lebih dari 20 pekerja. Setiap bulan ia kerap menerima pesanan dari Pakistan, Malaysia, Singapura, Tiongkok, dan Korea. Dalam sebulan Ida mengaku bisa meraih omzet Rp150 juta.

Perajin lainnya Yono, mengaku sudah mulai merintis usaha sejak 2008. Ia tertarik menggeluti usaha ini karena melihat tetangga-tetangganya yang sukses menjadi perajin.

Sama seperti Ida, ia juga membuat kerajinan kalung, gelang, tasbih. Bedanya, Yono tak punya pekerja tetap. Semua kerajinan ia limpahkan ke warga lain di desa itu. "Ada 40 orang warga yang ikut membantu saya," katanya. Dalam sebulan, Yono mengaku mampu meraih omzet Rp120 juta.

Menurut Yono, pada umumnya perajin di Desa Tutul menggunakan jenis-jenis kayu seperti kayu asem, kayu kokon, dan kayu gaharu. Namun pemilihan kayu ini juga tergantung permintaan.

Karena produktivitasnya itu, pada 2013, desa ini dicanangkan sebagai salah satu desa dari 132 desa produktif di Indonesia. Penobatan dilakukan oleh Muhaimin Iskandar, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi waktu itu. Sematan ini dilakukan karena warga desa dinilai produktif. Dari lebih 9.989 warga Desa Tutul, ada sekitar 1.057 orang yang berprofesi sebagai perajin.

Kini, di desa itu banyak warga yang menjadi perajin. Pengangguran yang selama ini menjadi momok pun bisa diminimalisir. Bahkan, tingkat migrasi warga di desa itupun minim karena banyak pekerjaan yang tersedia di desa tersebut.

 

 

Penulis: Fajar WH
Editor: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini