Target dari pengguna aplikasi ini tidak hanya periset, melainkan masyarakat yang tertarik akan kelestarian hutan mangrove dan mereka yang tertarik dengan sains.
Indonesia merupakan sebuah negara maritim yang ditandai dengan porsi perairan lebih luas dari daratan, yakni mencapai 3.257.357 kilometer persegi dan 2,55 juta km2 lainnya berupa Zona Ekonomi Eksekutif atau ZEE. Sesuai hasil Konvensi Hukum Laut Internasional atau United Nation Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) di Montego Bay, Jamaika, 10 Desember 1982, luas laut Indonesia tercatat mencapai 3.257.357 kilometer persegi.
Ekosistem perairan Indonesia tak hanya melulu berisi sumber daya ikan dengan potensi luar biasa, estimasinya bisa mencapai 12 juta ton seperti dilansir Kementerian Kelautan dan Perikanan per April 2022.
Pada sisi lain, ekosistem perairan kita juga terdiri atas hutan mangrove atau bakau yang punya peran penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Misalnya, menyediakan nutrisi bagi makhluk hidup di perairan, menjernihkan air dan menjaga salinitas garam, serta mencegah abrasi dan erosi pantai.
Mangrove merupakan kumpulan tanaman yang dapat tumbuh pada lumpur aluvial di kawasan pantai dan muara sungai, serta eksitensinya bergantung kepada pasang surut air laut. Demikian dinyatakan pakar oseanografi Sukristijono Sukardjo dalam laporan penelitiannya berjudul Mangrove untuk Pembangunan Nasional dan Konservasi di Indonesia: Peluang dan Tantangan ke Depan.
Umumnya, tanaman di hutan mangrove terdiri atas Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Scyphyphora, dan Nypa. Seperti diketahui, berdasarkan Peta Mangrove Nasional 2021 yang disusun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luasnya mencapai 3.364.076 hektare atau sekitar 22,6 persen dari total hutan mangrove dunia.
Ada tiga bagian sesuai klasifikasi tutupan tajuknya seperti mangrove lebat, mangrove sedang, dan mangrove jarang. Jika merujuk kepada SNI 7717-2020, kondisi mangrove lebat adalah mangrove dengan tutupan tajuk lebih dari 70 persen. Untuk kategori mangrove sedang, tutupan tajuknya 30 persen--70 persen, dan mangrove jarang punya tutupan tajuk kurang dari 30 persen.
Merujuk kepada klasifikasi di atas, maka untuk kondisi mangrove lebat diketahui seluas 3.121.239 ha (93 persen), mangrove sedang seluas 188.363 ha (5 persen), dan mangrove jarang 54.474 ha (2 persen). Sebaran mangrove Indonesia dengan kondisi tutupan yang lebat tertinggi berada di Provinsi Papua dengan total luasan sebesar 1.084.514 ha dan terendah di Daerah Istimewa Yogyakarta, 8 ha.
Selain itu, Kalimantan Utara punya koleksi tutupan mangrove sedang tertinggi (41.615 ha) dan DIY menjadi pemilik tutupan sedang terendah (3 ha). Untuk mangrove dengan kondisi tutupan jarang tertinggi ada di Sumatra Utara (8.877 ha) dan terendah di Bali (75 ha).
Terlepas dari itu semua, dalam hal pengawasan hutan mangrove ada beberapa institusi yang melakukannya. Namun sayangnya, database hasil riset dan pengawasannya masih tersimpan secara terpisah dan belum dilakukan integrasi data. Situasi itu ditambah oleh adanya institusi yang memakai metode berbeda dalam pengolahan data riset.
Sehingga, data yang dihasilkan tidak bisa dikomparasi dengan data lain. Masalah lainnya adalah munculnya perbedaan standar yang dipakai dalam hal pengawasan hutan mangrove. Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah platform khusus untuk menyatukan pengawasan hutan mangrove secara terintegrasi.
Platform yang dimaksud adalah Monitoring Mangrove atau MonMang. Aplikasi ini berbasis teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence), yakni Automated Mangrove Species Identification (AMSI). Manfaatnya, dapat memantau perkembangan hutan mangrove dan dibangun berdasarkan data hasil riset yang dilakukan oleh sejumlah institusi dari berbagai negara.
MonMang mulai dikembangkan sejak 2019 oleh Pusat Riset Oseanografi Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) untuk mempromosikan urgensi dari Indeks Kesehatan Mangrove (Mangrove Health Index/MHI) dalam tata kelola mangrove di tanah air. Aplikasi yang diluncurkan Oktober 2020 itu juga telah mendapat dukungan pendanaan dari pihak Archipelagic and Island States (AIS) Forum, sebuah forum beranggotakan 47 negara pulau dan kepulauan di dunia. AIS Forum dideklarasikan di Manado, Sulawesi Utara, 1 November 2018.
Demikian disampaikan peneliti Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wayan Eka Dharmawan, pada kegiatan side event AIS Forum 2022 The Blue Innovation Solution Conference di Bali International Convention Center (BICC), kawasan pariwisata terpadu Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Senin (5/12/2022).
Aplikasi ini bisa diunduh di telepon seluler pada platform terbuka seperti AppStore dan Playstore karena telah mengadopsi sistem operasi Android dan IOS. "Aplikasi ini sangat ramah dan mudah untuk digunakan. Namun, untuk memakai aplikasi ini harus melalui pelatihan dan sertifikasi untuk menambahkan data pengawasan hutan mangrove ke database," ungkapnya.
Ada sejumlah fitur disematkan dan bisa dimanfaatkan oleh pengguna MonMang seperti AMSI untuk proses identifikasi jenis mangrove. Caranya, pengguna cukup memfoto bagian mangrove dengan kamera pada fitur AMSI, maka informasi umum terkait jenis mangrove tersebut langsung tampil di layar ponsel.
Kepala Pusat Riset Oseanografi BRIN Udhi Eko Hernawan menjelaskan, fitur AMSI memberi pengalaman baru kepada para penggunanya untuk mengetahui sebaran spasial dan sementara (temporal) dari beberapa nilai analisis yang disajikan. Misalnya, MHI, karbon stok, dan indeks vegetasi fungsional.
Kemudian, ada juga fitur Learning Centre. “Ini fitur untuk pemula, komunitas peneliti amatir (citizen scientist), jurnalis, pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum. Isinya adalah materi edukasi pengenalan hutan mangrove. Semua informasi itu langsung tersaji di layar ponsel, jadi tidak perlu jadi ahli mangrove hanya untuk mengetahui seluk beluknya,” ucap Udhi.
MonMang saat ini sudah mencapai versi ketiga sejak dibuat pada 2014. Setiap versinya terdapat pembaruan dan pada versi terbaru ini sudah dibentuk database mangrove. Pengguna aplikasi MonMang tidak hanya dari Indonesia, melainkan juga dari Jerman, Jepang, Persatuan Emirat Arab, dan masih banyak lagi.
Target dari pengguna aplikasi ini tidak hanya periset, melainkan masyarakat yang tertarik akan kelestarian hutan mangrove dan mereka yang tertarik dengan sains. Wayan mengutarakan, aplikasi ini tidak dapat berdiri sendiri dan perlu kolaborasi dengan berbagai institusi. Ini supaya database dapat selalu diperbarui dan dapat digunakan sebagai media edukasi bagi siapa pun.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari