Indonesia.go.id - Industri Alat Angkut Indonesia 2024: Kontribusi dan Tantangan

Industri Alat Angkut Indonesia 2024: Kontribusi dan Tantangan

  • Administrator
  • Senin, 22 Juli 2024 | 08:08 WIB
INDUSTRI OTOMOTIF
  Produksi Kendaraan Bermotor: Industri otomotif terus menunjukkan pertumbuhan yang kuat. Pada 2023, produksi kendaraan bermotor mencapai 1,3 juta unit, meningkat dari 1,2 juta unit pada tahun sebelumnya. ANTARANEWS
Industri alat angkut di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang signifikan pada tahun 2024, memberikan kontribusi besar terhadap PDB nasional dan penyerapan tenaga kerja. Dengan inovasi dan dukungan pemerintah, sektor ini siap untuk terus berkembang dan memperkuat perekonomian Indonesia. Namun, tantangan seperti ketergantungan pada bahan baku impor dan persaingan global masih harus diatasi.

Industri alat angkut di Indonesia, hingga pertengahan 2024, menunjukkan kinerja yang impresif. Kontribusi industri yang di dalamnya termasuk otomotif ini, terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional cukup besar. Yakni, merujuk kalimat Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tumbuh sebesar 7,63 persen atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan sektor industri secara keseluruhan.

Sektor angkutan ini tidak hanya mendukung mobilitas dan logistik, melainkan juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja, pengembangan teknologi, dan penerimaan devisa. Dengan prospek yang cerah dan dukungan yang tepat, industri alat angkut di Indonesia siap untuk terus berkembang dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian nasional.

Yang dimaksud industri alat angkut di Indonesia, berdasarkan data Kemenperin, mencakup produksi kendaraan bermotor, kapal laut, pesawat terbang, dan kereta api. Hingga 2023, kinerja industri ini dapat digambarkan melalui beberapa indikator utama:

  1. Produksi Kendaraan Bermotor: Industri otomotif terus menunjukkan pertumbuhan yang kuat. Pada 2023, produksi kendaraan bermotor mencapai 1,3 juta unit, meningkat dari 1,2 juta unit pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan permintaan domestik dan ekspor.
  2. Produksi Kapal Laut: Industri galangan kapal mengalami peningkatan, dengan total produksi mencapai 600.000 GT (Gross Tonnage) pada 2023, naik dari 550.000 GT pada 2022. Kenaikan ini dipengaruhi oleh peningkatan permintaan untuk kapal niaga dan kapal penumpang.
  3. Produksi Pesawat Terbang: Industri penerbangan nasional, yang didominasi oleh PT Dirgantara Indonesia, mencatat produksi 8 pesawat pada 2023. Meskipun jumlah ini relatif kecil, industri ini terus berupaya meningkatkan kapasitas produksi dan inovasi.
  4. Produksi Kereta Api: PT Industri Kereta Api (INKA) berhasil memproduksi 250 unit kereta pada 2023, sebagian besar untuk memenuhi permintaan dalam negeri serta beberapa pesanan ekspor ke negara-negara tetangga.

 

Adapun peran penting industri alat angkut, sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2023 berkontribusi terhadap PDB nasional mencapai 4,5%. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan kontribusi 4,2% pada 2022. Kontribusi ini mencerminkan pentingnya industri alat angkut dalam mendukung berbagai sektor ekonomi lainnya, termasuk perdagangan, logistik, dan pariwisata.

BPS juga mencatat, industri alat angkut mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Pada 2023, sektor ini mempekerjakan lebih dari 1,5 juta orang, mulai dari pekerja pabrik hingga insinyur dan teknisi. Selain itu juga mampu menembus pasar ekspor mencapai 7 miliar USD (pada 2021), meningkat dari 6,5 miliar USD pada 2022.

 

Dukungan Pemerintah

Meskipun kinerja industri alat angkut menunjukkan tren positif, sektor ini masih menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya adalah ketergantungan pada bahan baku impor, yang mempengaruhi biaya produksi. Selain itu, persaingan global yang ketat menuntut industri untuk terus meningkatkan daya saing melalui inovasi dan peningkatan kualitas.

Pemerintah, melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin), menaruh perhatian khusus. Kemenperin terus mendorong laju kinerja sektor industri otomotif di Indonesia, termasuk dari segi peningkatan pasar dan penjualan mobil di dalam negeri. Apalagi, industri otomotif merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan karena mampu memberikan kontribusi yang signfikan bagi perekonomian nasional.

“Industri alat angkut yang tumbuh sebesar 7,63 persen tersebut pada 2023, tidak terlepas dari kontribusi sektor otomotif,” kata Plt Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Putu Juli Ardika di Jakarta, Rabu (10/7/2024). Namun demikian, dalam 10 tahun terakhir, penjualan untuk kendaraan mobil di pasar domestik masih cenderung bertahan pada angka 1 juta unit. “Tentunya diperlukan langkah-langkah strategis untuk dapat meningkatkan penjualan tersebut,” ujar Putu.

Kemenperin mencatat, selama 2023, penjualan untuk kendaraan roda dua di pasar domestik sebesar 6,2 juta unit dan ekspornya mencapai 570 ribu unit. Sementara itu, ekspor kendaraan mobil sebesar 506 ribu unit untuk jenis CBU dan 65 ribu unit untuk CKD.

Meskipun penjualan di domestik mengalami stagnan, produksinya terus meningkat karena untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor. Artinya, industri otomotif kita masih punya daya saing. Tren kenaikan ekspor untuk kendaraan mobil, tecermin dari 2016 sebesar 194 ribu unit dan pada tahun 2023 mencapai 506 ribu unit.

“Bahkan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini terdapat penambahan industri otomotif baru, antara lain, Hyundai, Chery, Neta, Citroen dan MG,” imbuhnya. Sejumlah produsen otomotif skala global sedang membidik Indonesia sebagai basis produksi, termasuk menjadikan hub ekspor.

 

Stimulus

Merujuk kajian akademisi dari LPEM UI, stagnasi penjualan mobil di Indonesia dipengaruhi penurunan daya beli masyarakat, sehingga menyebabkan masyarakat yang tidak dapat membeli mobil baru beralih untuk membeli mobil bekas. “Dalam upaya mengatasi hal tersebut, diperlukan suatu program untuk menstimulus pembelian mobil baru di masyarakat. Tentunya, pemberian stimulus harus tetap mengedepankan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon,” paparnya.

Putu menyebutkan, penjualan domestik dan produksi mobil di Indonesia mencapai nilai tertinggi pada 2013. Hal tersebut dipengaruhi oleh kenaikan pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2011-2013, serta diluncurkannya program Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2).

Selanjutnya, pada 2021-2022 juga terdapat lonjakan penjualan yang dipengaruhi oleh implementasi program pajak penjualan atas barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP). Implementasi program PPnBM DTP telah meningkatkan volume penjualan di 2021 di angka 887 ribu unit, dibandingkan dengan penjualan di 2020 sebesar 532 ribu unit. Volume penjualan di 2022 bahkan mencatatkan angka 1,048 juta unit, lebih tinggi dari angka penjualan sebelum pandemi di 2019 sebesar 1,03 juta unit.

“Terkait dengan upaya peningkatan penjualan mobil baru saat ini, dengan berkaca pada success story program sebelumnya, langkah yang dapat kita lakukan adalah memberikan insentif fiskal bagi kendaraan yang diproduksi di dalam negeri,” tutur Putu.

Pemberian insentif tersebut diberikan kepada kendaraan dengan persyaratan local purchase atau TKDN tertentu dan mengutamakan jenis-jenis kendaraan rendah emisi karbon untuk tetap mengedepankan target kita bersama yaitu memajukan industri komponen dalam negeri dan menciptakan industri net zero emission.

Selain itu, dukungan terkait pengendalian suku bunga juga dapat menjadi salah satu langkah untuk memberikan trigger kepada masyarakat agar dapat membeli kendaraan roda empat baru. “Berkaitan dengan penurunan daya beli masyarakat, pelonggaran suku bunga untuk pembelian mobil baru secara kredit dapat menjadi salah satu opsi untuk mengembalikan minat masyarakat untuk dapat membeli mobil baru,” imbuhnya.

Lebih jauh lagi, untuk mengurangi dampak lingkungan serta meningkatkan tingkat keamanan penggunaan kendaraan, selaras dengan upaya peningkatan penjualan mobil baru di dalam negeri, pemerintah dapat memberlakukan pengaturan khusus terkait pembatasan usia pakai mobil di daerah tertentu. “Dengan pengimplementasian upaya-upaya tersebut, diharapkan akan terjadi stimulasi yang dapat meningkatkan angka penjualan mobil baru di Indonesia,” tegas Putu.

Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menuturkan, per Mei 2024 penjualan mobil turun 21 persen menjadi 334 ribu unit. Hal ini dipicu berbagai faktor, antara lain kenaikan suku bunga global, lonjakan NPL, pengetatan pemberian kredit dari perusahaan pembiayaan. Gaikindo kemungkinan merevisi target penjualan mobil 2024 sebanyak 1,1 juta unit, dengan mempertimbangkan sejumlah faktor penekan pasar.

“Salah satu faktor pemicu stagnasi pasar mobil adalah harga mobil baru tidak terjangkau oleh pendapatan per kapita masyarakat. Gap antara pendapatan rumah tangga dan harga mobil baru makin lebar,” tuturnya.

Kukuh menegaskan, pertumbuhan ekonomi nasional mau tak mau harus dinaikkan menjadi 6-7 persen per tahun agar Indonesia keluar dari jebakan 1 juta unit pasar mobil domestik. Dengan begini, pendapatan per kapita dapat naik 5 persen hingga 6 persen per tahun, mendorong kelompok upper middle naik kelas ke affluent income group sehingga mendorong penjualan otomotif keluar dari jebakan 1 juta unit.

Dikutip dari rilis tertulis Kemenperin pada Kamis (11/7/2027), pengamat otomotif LPEM UI Riyanto menjelaskan, pasar mobil domestik rata-rata tumbuh 21,3 persen selama 2000-2013, ditopang oleh kenaikan pendapatan per kapita sebesar 28,2 persen. Sementara itu, selama 2013-2022, pendapatan per kapita hanya naik 3,65 persen, sehingga pasar mobil turun rata-rata 1,64 persen per tahun.

Riyanto mengusulkan dua solusi, yakni jangka pendek dan jangka panjang, untuk keluar dari jebakan pasar mobil 1 juta unit. Dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi nasional perlu ditingkatkan menjadi 6% per tahun melalui reindustrialisasi. Ini agar porsi sektor manufaktur terhadap PDB bisa mencapai 25-30% atau lebih. Ini akan mendongkrak pendapatan per kapita kelompok upper middle naik ke kelas affluent.

Dalam jangka pendek, dia menuturkan, pemerintah perlu merilis stimulus fiskal agar kelompok upper middle yang hampir masuk kategori makmur (affluent) saat ini dapat membeli mobil baru. Bentuknya bisa diskon PPnBM bagi kendaraan LCGC dan low MPV 4x2. “Pada saat yang sama, perlu dirancang program mobil murah atau penyegaran program KBH2 (LCGC),” ujarnya.

Menurut Riyanto, diskon PPnBM akan mendongkrak penjualan mobil, karena harga turun. Ini akan mendongkrak produksi mobil dan suku cadang. Imbasnya, terjadi kenaikan PPN, PKB, dan BBNKB. PPh badan dan PPh orang pribadi bakal terdongkrak.

Selain itu, kenaikan penjualan mobil juga mendongkrak ekonomi nasional, berupa penambahan PDB, tenaga kerja, dan investasi. Ini juga berujung pada peningkatan PPh badan dan PPh orang pribadi.

 

Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari