Tingkatkan kualitas layanan JKN dengan pengawasan ketat! Pemerintah bersama BPJS Kesehatan dan KPK bersinergi untuk membentuk Tim PK-JKN demi menciptakan sistem JKN yang bebas dari kecurangan.
Sejumlah langkah terus dilakukan pemerintah demi bisa meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Termasuk di dalamnya, layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Untuk menjaga pengelolaan klaim dari potensi kecurangan, telah dibentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN) baik di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota.
Langkah tersebut sesuai Peraturan Menteri Kesehatan nomor 16 tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan (Fraud) serta Pengenaan Sanksi Administrasi terhadap Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan. Diketahui, ekosistem antifraud dalam Program JKN memang terus dibangun sebagai upaya bersama menciptakan Program JKN yang bebas dari kecurangan.
Tim PK-JKN itu terdiri dari berbagai unsur mulai dari Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan BPJS Kesehatan. Tim PK-JKN yang dibentuk di tingkat provinsi dan kabupaten/kota itu mengemban tugas menyosialisasikan regulasi dan budaya yang berorientasi pada kendali mutu dan kendali biaya; meningkatkan budaya pencegahan fraud; mendorong pelaksanaan tata kelola organisasi dan/atau tata kelola klinis yang baik; melakukan upaya deteksi dan penyelesaian fraud; monitoring dan evaluasi; dan pelaporan.
"Pada 2023, total biaya pelayanan kesehatan mencapai Rp158 triliun. Untuk menjaga agar dana amanat peserta dikelola dengan baik, tentu membutuhkan komitmen semua pihak terutama fasilitas kesehatan untuk dapat mengajukan klaim secara baik dan benar sesuai dengan layanan kesehatan yang diberikan kepada peserta," kata Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati, Rabu (24/7/2024), di Gedung KPK.
Lily menjabarkan, BPJS Kesehatan memiliki beberapa lapis dalam memastikan proses pengelolaan klaim sesuai dengan tata kelola yang berlaku. Pengelolaan tidak berhenti di area verifikasi, melainkan juga pada tahapan setelah pembayaran melalui verifikasi pascaklaim (VPK) dan audit administrasi klaim (AAK).
Pengelolaan klaim berlapis itu, Lily menegaskan, dilakukan sebagai langkah optimal dalam memastikan pembiayaan telah tepat dibayarkan FKRTL/rumah sakit. Proses verifikasi klaim dimulai ketika FKRTL telah mengajukan klaim kolektif kepada BPJS Kesehatan secara periodik dan lengkap yang disertai dengan Surat Tanggung Jawab Mutlak dari fasilitas kesehatan, dokumen ini merupakan pernyataan tanggung jawab penuh atas pengajuan klaim biaya pelayanan kesehatan.
Selanjutnya, disampaikan Lily, BPJS Kesehatan mengeluarkan berita acara kelengkapan berkas klaim paling lambat 10 hari sejak klaim diajukan oleh FKRTL dan diterima oleh BPJS Kesehatan. Apabila BPJS Kesehatan tidak mengeluarkan berita acara kelengkapan berkas klaim dalam waktu 10 hari kalender, maka berkas klaim dinyatakan lengkap dan proses verifikasi sudah berjalan.
BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran kepada FKRTL berdasarkan klaim yang diajukan dan telah diverifikasi paling lambat 15 hari sejak diterbitkannya berita acara kelengkapan berkas klaim. Selanjutnya, output hasil verifikasi disampaikan kepada fasilitas kesehatan melalui sistem informasi. BPJS Kesehatan akan membayar klaim berstatus layak.
"Pada 2023, rata-rata pembayaran klaim 2023 adalah 11,5 hari kerja untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan 13,7 hari kalender untuk FKRTL, lebih cepat daripada ketentuan yang berlaku," jelas Lily.
Ditangani secara Serius
Dalam kesempatan itu, Direktur Kepatuhan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Mundiharno mengungkapkan apresiasinya terhadap kinerja dan kolaborasi Tim PK-JKN yang selalu berkomitmen dalam turut serta mengelola dana amanat peserta Program JKN. "Kita terus bersama-sama Kementerian Kesehatan, KPK, BPKP dan seluruh stakeholder dalam Tim PK-JKN tingkat provinsi, kabupaten/kota untuk menjalankan mandatori dari regulasi yang berlaku untuk menjaga dana publik ini. Kita meyakini bahwa dana ini memberikan kemanfaatan yang besar bagi peserta untuk memperoleh akses layanan kesehatan," ujar Mundiharno.
Selain membangun ekosistem antikecurangan melalui kolaborasi bersama Tim PK-JKN, BPJS Kesehatan juga bersungguh-sungguh melakukan kegiatan pencegahan dan penanganan kecurangan dengan menerbitkan kebijakan tentang tata kelola pencegahan dan pendeteksian fraud, pengembangan tools investigasi, penguatan kompetensi SDM, serta penguatan sistem informasi. "Dalam kesempatan ini, kami mengajak semua pihak untuk memperkuat sinergi dan komitmen dalam mewujudkan pengelolaan Program JKN yang bersih dari segala tindak kecurangan," kata Mundiharno.
Dewasa ini, seluruh fasilitas kesehatan telah diminta untuk menyadari pentingnya pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan manfaatnya akan dikembalikan kepada masyarakat.
Inspektur Jenderal Kemenkes Murti Utami menjelaskan, Tim PK JKN bekerja secara bertahap. Menurutnya, sejak 2019, hampir semua provinsi di Indonesia sudah memiliki Tim PK JKN. “Kami bersama BPJS Kesehatan dan KPK turun langsung ke lapangan untuk menginvestigasi dan memverifikasi ulang data-data terkait. Terkait pelaku fraud, sanksinya sudah diatur di Permenkes nomor 16 tahun 2019. Tidak hanya fasilitas kesehatan yang dikenakan sanksi, individu pelakunya pun akan dikenakan sanksi," kata Murti.
Di antaranya, menurut Murti, dengan mencatatkan rekam jejak pelaku dalam sistem yang ada, kemudian akan ada pembekuan kredit poin, hingga pencabutan izin praktik pelaku fraud tersebut. Terkait itu, Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Agustina Arumsari menjelaskan, pihaknya akan mengikuti proses dan ketentuan yang berlaku dalam menyikapi penanganan fraud yang terjadi dalam Program JKN. Terlebih, dana peserta JKN merupakan keuangan negara yang harus dijaga bersama.
"Kami mendukung upaya untuk menjaga Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Terkait kerugian yang terjadi akibat fraud, kami sudah berulang kali mengingatkan stakeholder bahwa ada undang-undang yang menegaskan jika tindakan yang menyebabkan kerugian keuangan negara akan dibawa ke ranah pidana," pungkasnya.
Sementara itu, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, pihaknya bersama Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan membentuk Tim PK JKN untuk memastikan fraud di Indonesia ditangani secara serius. "Kita lihat Obama Care di Amerika, 3--10% klaimnya terindikasi ada fraud. Di sana, jika terbukti fraud bisa langsung dipidana. Di Indonesia belum seperti itu," tegas Pahala.
"Maka dari itu, langkah ini kita lakukan supaya ada efek jera. Fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan kita ingatkan agar jangan melakukan fraud seperti klaim fiktif atau manipulasi klaim," sambungnya.
Tiga RS Swasta
Deputi KPK Pahala juga sempat menjelaskan tentang temuan dugaan kecurangan atau fraud terkait klaim fiktif (phantom billing) dan manipulasi diagnosis atas klaim program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di tiga rumah sakit swasta, yang ada di dua provinsi, yaitu Sumatra Utara dan Jawa Tengah.
“Kasus klaim yang dilakukan tiga rumah sakit ini sebanyak 4.341 kasus pada layanan fisioterapi, tetapi hanya 1.071 kasus yang memiliki catatan rekam medis sehingga kasus yang diduga fiktif sebanyak 3.269 kasus. Sedangkan pada manipulasi diagnosis atas operasi katarak di 3 rumah sakit dengan sampel sebanyak 39 pasien, tetapi hanya 14 pasien yang sesuai diagnosis,” kata Pahala Nainggolan pada diskusi media di gedung Merah Putih KPK, Rabu (24/7/2024).
Di ketiga rumah sakit swasta tersebut, kasus phantom billing atau diduga klaim fiktif atas layanan fisioterapi sebanyak 75 persen dari total kasus, atau senilai dengan Rp501,27 juta.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari