Indonesia menyiapkan proyek besar untuk membangun kapasitas energi baru hingga 100 gigawatt dalam 15 tahun mendatang.
Pada ajang tahunan Conference of the Parties ke-29 (COP29) yang berlangsung di Baku, Azerbaijan, dari 11 hingga 22 November 2024, dunia kembali menyatukan langkah untuk mengatasi krisis iklim global. Konferensi ini bertujuan mendukung pencapaian Paris Agreement dan komitmen untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius.
Dari 198 partisipan, Indonesia hadir dengan semangat baru untuk memperkuat komitmennya terhadap lingkungan di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Ketua Delegasi Indonesia Hashim Djojohadikusumo menegaskan, target ambisius Indonesia untuk meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) hingga 75 persen. Di Paviliun Indonesia yang didirikan di COP29, Hashim menjelaskan bahwa visi ini tidak hanya menjadi misi pemerintah, melainkan melibatkan kerja sama lintas sektor, mulai dari kementerian terkait, BUMN, hingga sektor swasta.
Paviliun Indonesia juga berfungsi sebagai ruang diplomasi dan diskusi bagi delegasi dunia yang tertarik untuk berkolaborasi dalam aksi iklim bersama.Pendirian Paviliun Indonesia di COP29 juga membawa misi strategis. Menurut Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Indonesia ingin berbagi capaian, tantangan, dan solusi inovatif terkait penanggulangan perubahan iklim.
Paviliun ini dirancang untuk menjadi wadah berbagi pengalaman dalam menciptakan solusi inklusif dengan melibatkan pemerintah, LSM, masyarakat sipil, dan sektor swasta. Hanif juga berharap bahwa paviliun ini dapat mempertemukan ide-ide progresif yang dapat memperkuat ketahanan iklim Indonesia, serta menjalin kemitraan dengan berbagai pihak.
Pembangunan Energi Bersih
Salah satu agenda utama Indonesia di COP29 adalah proyek besar untuk membangun kapasitas energi baru hingga 100 gigawatt dalam 15 tahun mendatang. Dari jumlah tersebut, 75 persen akan berasal dari EBT seperti energi surya, air, panas bumi, dan nuklir.
Selain itu, Indonesia berencana mengembangkan teknologi carbon capture and storage (CCS) yang didukung oleh cadangan akuifer garam (saline aquifers) yang besar. Menurut Hashim, kapasitas penyimpanan karbon di Indonesia diperkirakan mencapai 500 miliar ton CO2, yang memungkinkan penyimpanan emisi karbon dalam skala besar.
Sejumlah perusahaan multinasional seperti ExxonMobil dan British Petroleum (BP) telah menunjukkan minatnya dalam investasi pengembangan CCS di Indonesia. Dengan teknologi ini, Indonesia diharapkan dapat menyerap dan menyimpan emisi CO2, serta mengurangi dampak buruk gas rumah kaca.
Perdagangan Karbon Global
Indonesia juga siap mengumumkan kredit karbon hasil penyerapan karbon dari tahun 2018 hingga 2020 yang mencapai 577 juta ton karbon. Rencanannya, kredit ini dapat diperjualbelikan sebagai bagian dari pasar karbon global.
Dalam konteks itu, Indonesia telah mendapatkan komitmen pembelian dari negara-negara seperti Norwegia dan beberapa negara Teluk. Dalam dua bulan ke depan, Indonesia berencana menawarkan sekitar 600 juta ton kredit karbon di pasar karbon.
Selain itu, Indonesia juga berencana memulihkan 12,7 juta hektare hutan tropis yang rusak akibat kebakaran lahan. Untuk merealisasikan ini, Hashim menyatakan bahwa Indonesia akan terus mencari dukungan dari negara mitra dan organisasi internasional.
Hashim menekankan bahwa di COP29, Indonesia ingin menegaskan kembali komitmen iklim yang telah dibangun sejak masa pemerintahan Presiden Joko Widodo hingga Presiden Megawati. Pemerintahan baru Presiden Prabowo berkomitmen untuk menjaga kesinambungan langkah-langkah pengendalian perubahan iklim dengan memperkuat kebijakan energi bersih, restorasi hutan, dan perdagangan karbon.
Melalui COP29, Indonesia menunjukkan bahwa langkah besar dalam pengendalian perubahan iklim tidak hanya datang dari ambisi, melainkan juga dari komitmen jangka panjang dan kolaborasi lintas sektor. Selain untuk menjaga alam Indonesia tetap lestari, upaya itu juga untuk memberikan kontribusi nyata bagi masa depan Bumi yang lebih hijau.
Konferensi ini menjadi saksi nyata tekad Indonesia dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan mewujudkan masa depan yang berkelanjutan.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Taofiq Rauf