Meski wabah pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda mereda, geliat ekonomi berupa neraca perdagangan yang surplus pada November 2020 mulai memberikan optimisme. Bahwa, Indonesia bisa lebih cepat bangkit dari keterpurukan.
Selasa (15/12/2020), Badan Pusat Statistik kembali mengeluarkan rilis soal kinerja neraca perdagangan pada November. Pada periode itu, neraca perdagangan mencatat surplus dagang sebesar USD2,62 miliar. Berkaitan dengan itu, Kepala BPS Kacuk Suhariyanto menjelaskan, neraca dagang yang mengalami surplus merupakan capaian yang positif. Ini tampak dari perbaikan sisi ekspor maupun impor secara bulanan.
“Surplus ini tentu menggembirakan. Ekspor meningkat baik secara bulanan maupun secara tahunan. Impor juga meningkat secara bulanan meskipun secara tahunan masih menurun,” ujarnya.
Bila dirinci lebih jauh lagi, nilai ekspor pada November 2020 tercatat sebesar USD15,28 miliar. Kinerja ekspor itu bila dibandingkan dengan bulan lalu naik 6,36 persen. Bila dibandingkan dengan November 2019, ekspor naik 9,54 persen secara year on year (yoy). Sementara itu, nilai impor pada November 2020 tercatat sebesar USD12,66 miliar. Bila dilihat secara month on month (mtm), kinerja impor November naik 17,40 persen dibandingkan Oktober 2020. Namun, secara yoy masih -12,33 persen.
Khusus mengenai kinerja ekspor, seperti dilaporkan BPS, selama November 2020 mencetak surplus, yakni senilai USD15,28 miliar. Secara month to month naik 6,36 persen, baik dari sektor migas maupun nonmigas. Keduanya mencatat kenaikan masing-masing 24,26 persen dan 5,56 persen. Sementara itu bila dilihat dari year on year, pencapaian ekspor di November tetap mengalami pertumbuhan 9,54 persen.
Kontribusi Pertanian
Sektor nonmigas berhasil mencetak pertumbuhan 12,41 persen, namun sektor migas -26,27 persen. Bila dilihat per sektor, secara yoy sektor yang mencatat pertumbuhan yang paling tinggi adalah sektor pertanian, yakni sebesar 33,33 persen dengan nilai USD0,45 miliar. Berikutnya sektor industri pengolahan sebesar 14,47 persen dengan nilai USD12,12 miliar. Sisanya masing-masing sektor pertambangan dan lainnya masih -2,05 persen dan migas -26,27 persen.
Bila dilihat negara tujuan ekspor, ekspor Indonesia masih mengandalkan negara tujuan ekspor tradisional. Tiongkok tercatat masih yang tertinggi dengan nilai USD461,8 juta. Berikutnya, Malaysia (USD158,1 juta), Pakistan (USD128,9 juta), Jepang (USD124,2 juta), dan India (87,9 juta). Terlepas dari itu, secara keseluruhan, aktivitas neraca ekspor per November terjadi pergerakan yang positif dibandingkan bulan sebelumnya yang memberikan optimisme bahwa perekonomian pada tahun depan akan lebih baik lagi dibandingkan 2020.
Optimistis juga disuarakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam satu kesempatan Senin (14/12/2020). Menurutnya, daya tahan perekonomian dan korporasi Indonesia akan diuji saat menyongsong 2021 sebagai tahun pemulihan setelah mendapatkan tekanan hebat sepanjang 2020 akibat pandemi Covid-19. Namun, dia tetap menyatakan optimistis, pada 2021 menjadi tahun pemulihan bagi perekonomian Indonesia. Ekonomi dalam negeri pun diharapkan mampu unggul di regional Asean.
Keyakinan tersebut didasarkan pada penanganan pandemi Covid-19 yang sudah berada pada jalur yang positif. Hal itu berdampak terhadap sejumlah indikator ekonomi yang membaik menjelang akhir 2020. Salah satunya adalah kinerja ekspor pada November 2020. Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menilai penanganan pandemi Covid-19 dan perekonomian menjadi dua hal yang tidak bisa dipisahkan dan masih menantang pada 2021. Namun, pemerintah optimistis pemulihan akan terus berjalan pada tahun depan sekaligus mengembalikan gairah dunia usaha yang tertekan pada tahun ini.
Di sisi lain, meskipun optimisme perbaikan ekonomi terus berembus menjelang 2021, para pelaku usaha tetap memberikan sinyal waspada berkaitan tahun depan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani menilai, ada dua skenario yang dapat terjadi pada tahun depan. Pertama skenario optimistis dengan indikator vaksinasi berhasil dan penyebaran virus corona turun.
Kedua, skenario pesimistis, yakni penyebaran virus melonjak hingga akhir tahun, distribusi vaksin lambat, level of confidence masyarakat menengah ke atas tidak pulih, serta kebijakan stimulus pemerintah tidak efektif. Hariyadi berpendapat, apapun yang terjadi, pelaku usaha tetap didorong untuk melakukan ekspansi pada 2021. Hal tersebut masih dimungkinkan seiring dengan kehadiran Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dari gambaran di atas, ekspor Indonesia tetap memiliki potensi untuk terus menguat seiring dengan pemulihan ekonomi global. Artinya, kemungkinan neraca dagang bakal terus mencetak surplus di bulan-bulan mendatang cukup kuat. Apalagi, dari gambaran neraca perdagangan di November 2020, terlihat permintaan dari luar negeri yang tampak mulai pulih seiring dengan pengurangan lockdown di beberapa negara, selain tertopang oleh perbaikan harga komoditas global dalam beberapa saat terakhir ini serta adanya sentimen positif sudah tersedianya vaksin Covid-19. Semoga ini terus berlanjut di tahun depan.
Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini