Penyaluran kredit baru pada Mei 2022 terindikasi tumbuh positif. Saldo bersih tertimbang penyaluran kredit baru 43,0 persen.
Kredit perbankan kini mulai tumbuh positif. Ini tentu menjadi kabar baik, perekonomian nasional mulai berangsur-angsur pulih.
Indikasi kredit perbankan mulai tumbuh positif juga terekam dari hasil survei yang dilakukan Bank Indonesia, berkaitan dengan permintaan dan penawaran pembiayaan perbankan per Mei 2022 yang dikutip Minggu (19/6/2022).
Bank sentral mencermati, permintaan pembiayaan baru terus berlanjut hingga semester I-2022. Seperti disampaikan Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, permintaan pembiayaan baru korporasi pada Mei 2022 terindikasi tumbuh positif. Itu tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) sebesar 12,1 persen.
“Penyaluran kredit baru pada Mei 2022 juga terindikasi tetap tumbuh positif, tercermin dari SBT penyaluran kredit baru sebesar 43,0 persen,” ujar Erwin.
Meski tumbuh positif, pembiayaan korporasi pada Mei 2022 cenderung melambat jika dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya. Hal itu terindikasi dari SBT pada April 2022 yang tercatat 29 persen.
Tren permintaan kredit korporasi yang kuat pada dua bulan lalu terlihat dari penyaluran kredit hingga April 2022. Data uang beredar Bank Indonesia mencatat kredit korporasi mencapai Rp3.049.,4 triliun atau tumbuh 10,3 persen.
Ini jadi kabar baik bagi industri. Pasalnya, pertumbuhan dua digit menjadi rekor baru setelah lebih dari dua tahun kredit korporasi mengalami kontraksi.
Faktor utama yang mempengaruhi perkiraan penyaluran kredit baru tersebut yaitu permintaan pembiayaan dari nasabah serta prospek kondisi moneter dan ekonomi ke depan.
Sementara itu, untuk keseluruhan periode triwulan II-2022, penawaran penyaluran kredit baru diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Sejalan dengan itu, di sisi rumah tangga, permintaan pembiayaan baru terindikasi tumbuh pada Mei 2022.
“Mayoritas rumah tangga memilih bank umum sebagai sumber utama penambahan pembiayaan dengan jenis pembiayaan yang diajukan mayoritas berupa kredit multiguna. Adapun sumber pembiayaan lainnya yang menjadi preferensi responden untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan, antara lain, koperasi, leasing, dan teman/kerabat,” paparnya.
Sebagai informasi, SBT merupakan jawaban responden dikalikan dengan bobot kreditnya (total 100 persen), selanjutnya dihitung selisih antara persentase responden yang memberikan jawaban meningkat dan menurun. Survei yang dilakukan Bank Indonesia itu merupakan upaya bank sentral untuk mengetahui kondisi riil pelaku usaha dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi nasional (PEN) akibat dampak pandemi Covid-19. Baik terkait kebutuhan pembiayaan, maupun penyalurannya (sisi penawarannya).
Menurut data Bank Indonesia, permintaan dan pertumbuhan kredit dari jenis penggunaannya per April 2022, masing-masing kredit modal kerja mencapai Rp2,714 triliun, tumbuh 12 persen (year on year), kredit investasi Rp1.536,60 triliun, tumbuh 7,20 persen, dan kredit konsumsi Rp1.718,50 triliun, tumbuh 6,40 persen.
Dari gambaran di atas, terjadinya pertumbuhan kredit, termasuk ke korporasi itu sejalan dengan data Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dicatat S&P Global yang tetap ekspansif, termasuk di periode Mei 2022.
Lembaga ini mencatat indeks manufaktur Indonesia di Mei 2022 adalah 51,8. Turun tipis dari periode April 2022 yang sebesar 51,9. Penurunan indeks manufaktur yang tipis tersebut pertama terjadi setelah sembilan bulan berturut-turut menunjukkan tren naik.
Data yang diungkapkan Bank Indonesia berdasarkan hasil survei itu juga sejalan dengan pencapaian kredit sejumlah bank. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), misalnya, penyaluran kredit korporasi tumbuh positif di kisaran 4 persen (yoy) per Mei 2022. Demikian pula dengan PT Bank Indonesia (Persero) Tbk juga mencatat pertumbuhan positif serta bank lainnya.
Dari gambaran di atas, pertumbuhan kredit yang positif itu tentu sangat menggembirakan. Namun, sektor perbankan tetap harus menerapkan kebijakan penyaluran kredit yang prudent.
Faktor kondisi global, termasuk volatilitas harga komoditas dan bahan baku serta biaya transportasi yang masih tinggi berpotensi membuat ekspansi pelaku bisnis tersendat.
Meskipun demikian, kebutuhan pembiayaan dari beberapa sektor ekonomi diperkirakan akan cenderung meningkat. Beberapa sektor itu, antara lain, sektor konstruksi, informasi dan komunikasi, serta pengadaan listrik. terindikasi dari SBT yang cenderung meningkat dalam tiga bulan mendatang.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari