Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun depan diperkirakan akan lebih tinggi dari negara adidaya Amerika Serikat (AS) yang sebesar 4,0 persen yoy.
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan atau Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021. Di akhir tahun lalu, OECD memperkirakan Indonesia bisa tumbuh 4,0 persen year on year (yoy) pada tahun ini. Namun di akhir kuartal pertama 2021, lembaga tersebut merevisi proyeksi pertumbuhan Indonesia menjadi tumbuh 4,9 persen.
Bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun depan diperkirakan akan lebih tinggi dari perkiraan pertumbuhan negara adidaya Amerika Serikat (AS) yang sebesar 4,0 persen yoy. Yang menarik, OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 bakal memimpin, menjadi 5,4 persen yoy, atau yang tertinggi dibandingkan negara-negara lain. Kabar proyeksi dari OECD itu tentu menambah kepercayaan Indonesia menatap perekonomian ke depan.
Sebelumnya, beberapa lembaga internasional, seperti Bank Dunia juga telah memproyeksikan pertumbuhan negara ini di kisaran 4,5 persen. Demikian pula IMF di kisaran 4 persen--4,8 persen.
Sejumlah proyeksi itu diamini Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Menurutnya, ekonomi Indonesia terus membaik sejak mengalami kontraksi terdalam pada triwulan II/2020 sebesar minus 5,32 persen.
Secara tiga bulanan, ekonomi kian naik walaupun masih berada di jalur negatif. Meski begitu, Airlangga menerangkan bahwa Indonesia menjadi salah satu anggota G20 yang bisa menangani Covid-19 dan menjaga perekonomian.
“Untuk menjaga ekonomi, pemerintah menyiapkan berbagai strategi, salah satunya fokus menjaga kepercayaan dengan vaksinasi. Ini terbukti pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat mikro membuat kasus aktif Covid-19 turun. Kita berharap momentum ini bisa dijaga untuk bisa memulihkan ekonomi nasional,” katanya pada diskusi virtual, Jumat (12/3/2021)
Bahkan, OECD pun memberikan gambaran bahwa sejumlah kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia sudah berada di jalur yang benar. Bayangkan, lembaga itu hanya memberikan proyeksi kepada Tiongkok dengan pertumbuhan 4,9 persen pada 2022. Sedangkan Indonesia diproyeksikan sudah di level 5,4 persen.
Berkaitan relasi proyeksi dan strategi menggapai pertumbuhan, Airlangga mengemukakan sejumlah langkah yang dilakukan pemerintah sudah berada di jalur yang benar. Indikator itu tecermin dari pertumbuhan beberapa sektor dan pergerakan perekonomian.
Bahkan, ekspektasi untuk pertumbuhan yang lebih tinggi terlihat di pasar keuangan dan pasar komoditas, terutama dengan harga minyak yang meroket di tengah pandemi.
Tekan Penyebaran
Selain menekan penyebaran virus, stimulus ekonomi juga digencarkan. Anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) terus bertambah. Airlangga menjelaskan, sampai perkembangan terakhir angkanya mencapai Rp699,43 triliun.
Dana yang dianggarkan tersebut naik 21 persen dari realisasi sementara PEN 2020 sebesar Rp579,78 triliun. PEN dan vaksinasi diharapkan bisa menjadi pengubah permainan di tengah wabah Covid-19 yang masih bergejolak meski sudah mulai bergerak melandai seiring dengan gencarnya vaksinasi ke masyarakat.
Kebijakan pemerintah dengan lebih serius memberlakukan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro yang sudah memasuki jilid III. Jilid pertama, mulai berlaku mulai 9--22 Februari 2021. Jilid kedua, 23 Februari–8 Maret 2021, dan jilid ketiga, dari 9 Maret–22 Maret 2021.
Kebijakan perpanjangan PPKM skala mikro yang dipilih dan kini sudah berjilid III tentu dengan alasan yang kuat. KCP-PEN menilai dari hasil evaluasi secara nasional menunjukkan hasil yang positif, yakni kasus aktif menurun -1,58 persen, tingkat kesembuhan naik 1,57 persen, dan tingkat kematian tetap di angka 2,7 persen.
PPKM skala mikro jilid III tetap menggunakan skema yang sama di seluruh provinsi di Pulau Jawa dan Bali, ditambah tiga provinsi, masing-masing Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Sumatra Utara. Dasar PPKM skala mikro jilid III adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 5 tahun 2021.
Bagaimana strategi pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional? Pemerintah tetap mempertahankan sejumlah kebijakan stimulus ekonomi. Misalnya, tetap mempertahankan stimulan berupa penyediaan dana bagi perlindungan sosial sebesar Rp157,41 triliun.
Besaran ini turun dari realisasi sementara 2020, yakni sebesar Rp220,39 triliun. Akan tetapi sektor lainnya mengalami kenaikan. Insentif usaha dari Rp56,12 triliun menjadi Rp58,47 triliun. Begitu juga dengan program prioritas meningkat dua kali lipat dari Rp66,59 triliun menjadi Rp122,42 triliun. Sektor kesehatan pun demikian, naik dari Rp63,51 triliun menjadi Rp176,30 triliun.
Terakhir, dukungan UMKM dan korporasi meningkat dari Rp173,17 triliun menjadi Rp184,83 triliun. Wajar saja, pemerintah menaikkan alokasi bagi sektor tersebut karena porsi pelaku UMKM menyasar 64,2 juta orang atau berkontribusi 99 persen dari keseluruhan usaha. Sektor UMKM juga berkontribusi 61 persen bagi produk domestik bruto (PDB). Artinya, sektor itu menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Wujud konkret dari kebijakan stimulan itu adalah dengan memberikan insentif untuk percepatan pemulihan ekonomi nasional. Belum lama ini, pemerintah baru saja merilis insentif bagi sektor properti dan otomotif.
Insentif sektor properti yang diberikan pemerintah berupa diskon pajak pertambahan nilai (PPN). Di sektor otomotif, pemerintah memberikan fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (PPN-DTP) terhadap beberapa varian kendaraan. Tujuannya, mendorong konsumsi masyarakat sehingga roda ekonomi bergerak.
Tentu sejumlah langkah pemerintah patut diapresiasi. Upaya pengendalian pandemi dengan menyeimbangkan kebijakan PPKM skala mikro dan aktivitas ekonomi, bukanlah hal yang mudah. Namun, semua itu muaranya adalah bagaimana kesehatan masyarakat terjaga dan ekonomi tetap bergerak.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari