Indonesia.go.id - Jadi Presidensi G20, Indonesia Berpeluang Raih Manfaat Ekonomi

Jadi Presidensi G20, Indonesia Berpeluang Raih Manfaat Ekonomi

  • Administrator
  • Rabu, 15 September 2021 | 11:05 WIB
PRESIDENSI G20
  Presiden Joko Widodo siap menerima tongkat estafet presidensi G20. ANTARA/Reuters/POOL
Presidensi G20 Indonesia akan dimulai 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022.

Indonesia akan didapuk menjadi Presidensi G20 pada 2022. Rencananya, tongkat estafet Presidensi G20 akan diserahkan Perdana Menteri Italia kepada Presiden RI Joko Widodo pada KTT G20 di Roma, Italia, pada 30-31 Oktober 2021.

Penetapan Indonesia sebagai Presidensi G20 tahun 2022 diambil pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 ke-15 Riyadh, Arab Saudi, pada 22 November 2020, dan serah terimanya pada KTT G20 di Roma.

Kelompok apa sebenarnya G20? Mungkin banyak yang bertanya berkaitan dengan G20. G20 atau Kelompok Dua Puluh adalah forum antarpemerintah yang terdiri dari 19 negara dan Uni Eropa (UE).

Tujuan berdirinya G20 adalah mengatasi masalah utama yang terkait dengan ekonomi global, seperti stabilitas keuangan internasional, mitigasi perubahan iklim, dan pembangunan berkelanjutan. Dari sisi keanggotaan, G20 terdiri dari sebagian besar ekonomi terbesar di dunia, termasuk negara-negara industri dan berkembang. Kelompok ini secara kolektif menyumbang sekitar 90 persen dari produk dunia bruto (PDB), 75-80 persen dari perdagangan internasional, dua pertiga dari populasi dunia, dan kira-kira setengah dari luas daratan dunia.

G20 didirikan pada 1999 sebagai tanggapan atas beberapa krisis ekonomi dunia. Sejak 2008, kelompok tersebut bersidang setidaknya sekali setahun, dengan pertemuan puncak yang melibatkan kepala pemerintahan atau negara anggota, menteri keuangan, menteri luar negeri, dan pejabat tinggi lainnya.

Khusus Uni Eropa, keanggotaannya diwakili oleh Komisi Eropa dan Bank Sentral Eropa. Selain itu, organisasi internasional, dan organisasi nonpemerintah diundang untuk menghadiri KTT, bahkan kepesertaan mereka bersifat permanen.

Berkaitan dengan terpilihnya Indonesia sebagai Presidensi G20 pada 2022, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengemukakan, Presiden Joko Widodo akan menghadiri penutupan G20 di Roma pada 30-31 Oktober 2021.

Di Roma, Presiden Joko Widodo akan menerima secara resmi penyerahan tongkat estafet Presidensi G20 dari PM Italia kepada Indonesia. Pada konferensi pers Selasa (14/9/2021) malam, Airlangga menambahkan, Presidensi G20 Indonesia akan dimulai 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022.

Sejak forum ini dibentuk pada 1999, tongkat estafet presidensi ini merupakan kali pertama akan diterima oleh Indonesia. Dalam presidensi ini, Indonesia akan mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger” atau “Pulih Bersama, Bangkit Bersama”. 

Apa manfaat bagi Indonesia menjadi Presidensi G20? Menko Perekonomian mengungkapkan, Presidensi G20 ini akan membawa manfaat yang besar bagi Indonesia. Setidaknya ada tiga manfaat besar yang bisa diperoleh Indonesia, baik dari segi ekonomi, pembangunan sosial, maupun manfaat dari segi politik.

Airlangga yang juga ditunjuk sebagai Ketua I bidang Sherpa Track G20 itu mengungkapkan bahwa pada aspek ekonomi, kunjungan delegasi negara G20 akan dapat meningkatkan konsumsi domestik, peningkatan PDB, hingga menyerap tenaga kerja.

“Di aspek ekonomi, beberapa manfaat langsung adalah peningkatan konsumsi domestik yang diperkirakan bisa mencapai Rp1,7 triliun, penambahan PDB hingga Rp7,47 triliun, dan pelibatan tenaga kerja sekitar 33.000 orang di berbagai sektor,” ungkap Airlangga.

 

Manfaat Besar

Menko Perekonomian menambahkan, hal tersebut diperkirakan dapat memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar dibandingkan saat Indonesia menjadi tuan rumah International Monetary Fund (IMF)-World Bank Annual Meeting di Nusa Dua, Bali, tahun 2018 lalu.

“Diharapkan secara agregat ini akan beberapa kali 1,5-2 kali daripada efek yang dicapai dalam pertemuan IMF-World Bank di 2018 yang lalu, karena pertemuan ini berjalan sekitar 150 pertemuan selama satu tahun atau selama 12 bulan,” ungkapnya.

Selain itu, tambah Airlangga, pertemuan ini juga dapat dijadikan momentum bagi Indonesia untuk menampilkan keberhasilan reformasi struktural berupa dikeluarkannya Undang-Undang Cipta Kerja dan Lembaga Pengelola Investasi (Sovereign Wealth Fund/SWF). “Tentunya ini akan mendorong confidence dari investor global untuk percepatan pemulihan ekonomi dan mendorong kemitraan global yang saling menguntungkan,” harap Menko.

Sementara itu, dari aspek pembangunan sosial, Indonesia berpeluang untuk mendorong topik terkait dengan produksi dan distribusi vaksin. “Kita terus mendorong agar vaksin ini menjadi global public goods dan juga aksesibilitas bagi masyarakat Indonesia dan negara berkembang yang berpendapatan rendah,” pungkasnya.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengemukakan, ada tujuh prioritas pembahasan isu-isu keuangan global terkini. Pertama, negara-negara G20 akan membahas bagaimana berkoordinasi memulihkan ekonomi global. Di mana G20 akan mencari waktu yang tepat agar setiap anggotanya mengurangi kebijakan fiskal dan moneter yang extra ordinary dalam menanggulangi dampak pandemi Covid-19. 

Sebab, Indonesia sendiri, pada 2023 defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah ditetapkan harus berada di bawah 3 persen terhadap PDB. Pada 2020 hingga 2022, defisit diperbolehkan di atas 3 persen. “Fiskalnya dari sisi monetery policy design bagaimana kalau bersama-sama kebijakan exit strategy untuk pemulihan ekonomi yang beda-beda dari sisi kecepatan dan pemerataan di semua negara,” ujar Sri Mulyani.

Kedua, isu terkait dampak perekonomian dari pandemi Covid-19 yang memukul korporasi dari sisi neraca. Sehingga G20 akan mencari jalan agar dunia usaha bisa kembali pulih dan meningkatkan produktivitasnya.

Ketiga, topik mengenai central bank dan digital currencyKeempatcross border payment seiring dengan berkembangnya digital ekonomi dan teknologi. Kelima, isu terkait climate change, dengan mengimplikasikan green finance, sehingga bisa menciptakan ekonomi hijau dan sustainable. Termasuk di antaranya pembiayaan infrastruktur dan private sektor.

Keenamfinancial inclusion untuk bersama-sama melakukan pengembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Dan ketujuh, membahas pelaksanaan global taxation principal, yakni pembahasan tax insentif, tax and digitalization, tax avoidance, BEPS, dan lain sebagainya. 

“Kebijakan perpajakan menu prioritas yang penting juga bagi Indonesia. Sebab Indonesia juga sedang menjalankan reformasi. Indonesia tetap menjaga kepentingan Indonesia dan negara berkembang, agar kita tidak dirugikan, tapi mendapatkan manfaat yang maksimal di bidang ekonomi dan pajak,” ujar Sri Mulyani.

 

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari