Indonesia akan resmi memegang Presidensi G20 pada 2022. Deklarasi Pemimpin G20 di Roma bersepakat menjalin kerja sama di bidang kesehatan, energi, dan ekonomi secara inklusif.
Pada sidang terakhir Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 tahun 2021, Minggu (31/10/21), Presiden Joko Widodo duduk bersebelahan dengan PM Italia Mario Draghi di sebuah meja oval. Ke-20 kepala pemerintahan negara lainnya duduk mengelilingi mereka. Upacara serah terima Presidensi G-20 pun berlangsung.
‘’Pada akhirnya, tibalah saatnya saya menyerahkan Presidensi G-20 ini kepada Presiden Widodo dari Indonesia. Saya percaya di bawah kepemimpinan Indonesia, kita semua bisa pulih bersama dan pulih lebih kuat seperti tema yang beliau sampaikan,’’ kata PM Mario Draghi. Periode kepemimpinan Italia (1 Desember 2020–31 Oktober 2021) beralih ke Indonesia per 1 Desember 2021 hingga 31 Oktober 2022.
“Indonesia merasa terhormat bisa meneruskan Presidensi G20 di tahun 2022. Indonesia akan terus mendorong upaya pemulihan ekonomi dunia dengan tema Recover Together Recover Stronger,” ujar Presiden Jokowi. Komitmen Indonesia, menurut Presiden Jokowi, mendorong pemulihan ekonomi secara lebih inklusif, people center, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
“Upaya tersebut harus dilakukan secara luar biasa, terutama melalui kolaborasi yang lebih kokoh dan inovasi yang tiada henti. G20 harus menjadi motor pengembangan bagi ekosistem yang dapat mendorong kolaborasi dan inovasi ini,” lanjut Presiden Jokowi.
Presidensi Indonesia akan berakhir di 31 Oktober 2022, dan akan dialihkan ke India pada KTT 2022, yang akan digelar di Bali. ‘’Saya mengundang Yang Mulia hadir melanjutkan diskusi pada KTT G20 di Indonesia. Kami akan menjamu Yang Mulia di hamparan pantai Bali yang indah yang menginspirasi gagasan-gagasan inovatif untuk produktivitas ke depan. Sampai jumpai di Indonesia,’’ kata Presiden Jokowi, yang disambut tepuk tangan.
KTT G20 yang dihelat selama dua hari di Roma itu dihadiri oleh hampir semua kepala pemerintahan negara anggota. Yang berhalangan hadir Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Sejumlah mitra G20 juga hadir, seperti dari Uni Eropa, IMF, dan sejumlah pihak lainnya. Tema besar yang diusung dalam KTT adalah pemulihan ekonomi dan kesehatan global.
Hasil pembicaraan tingkat tinggi selama dua hari, yakni 30 dan 31 Oktober 2021, dirumuskan dalam dokumen yang disebut Deklarasi Roma. “Leaders declaration ini terdiri dari 61 paragraf, mencakup 26 isu yang menggambarkan tantangan perekonomian dunia. Termasuk di dalamnya adalah situasi pandemi dan apa yang dapat dilakukan bersama oleh negara-negara anggota G20,” tutur Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dalam keterangannya yang diunggah dalam kanal Sekretariat Presiden RI di plaform Youtube, 31 Oktober malam.
Sejumlah isu yang masuk di dalam deklarasi tersebut, antara lain, kesehatan, energi, perubahan iklim, perjalanan internasional, hingga ekonomi digital. Dalam bidang kesehatan, Indonesia termasuk salah satu negara yang mengusulkan pembentukan joint health and finance task force, yakni gugus tugas untuk membantu pendanaan penanganan kesehatan di masa pandemi.
“Disepakati pembentukan joint health and finance task force guna menyusun roadmap pendanaan bantuan penanganan kesehatan, khususnya di negara-negara miskin dan berkembang,” ujar Menlu Retno Marsudi pula. Joint task force ini terkait dengan perlunya akses vaksin dan target vaksinasi di tengah pandemi terutama di negara miskin dan berkembang. Adanya daftar vaksin yang bisa secara resmi diakui oleh WHO juga diperlukan untuk program vaksinasi yang inklusif tersebut.
Pada isu energi dan perubahan iklim, Menteri Retno Marsudi menyebutkan, semua sepakat pentingnya implementasi Perjanjian Paris 2015. Namun, terjadi perdebatan yang mendalam ketika membahas mengenai target pengurangan emisi karbon dan penetapan time frame menuju net zero emission. Ada isu pembangkit listrik batu bara, ketersediaan (energi rendah emisi), keterjangkauan dari aspek ekonomi dan akses teknologinya. “Tentunya semua sepakat bahwa untuk transisi energi diperlukan kerja sama internasional,” tambahnya.
Delegasi Indonesia, menurut Menlu Retno Marsudi, dalam penyusunan deklarasi tersebut berhasil memasukkan prinsip common but differentiated responsibilities (CBDR), dalam konteks energi dan perubahan iklim. Pada konteks tersebut, Indonesia konsisten menekankan pentingnya pemenuhan komitmen pembiayaan iklim dari negara maju untuk negara berkembang.
“Kita juga memasukkan pentingnya pemenuhan komitmen pembiayaan iklim itu sebesar USD100 miliar dari negara maju untuk negara berkembang, serta perlunya pembentukan digital economy working group,” imbuh Retno. Komitmen lebih dari Rp1.400 triliun itu diperlukan untuk transisi pengembangan energi rendah emisi di negara miskin dan berkembang.
Masalah kesehatan pun menjadi bagian penting di Deklarasi Roma itu dan perjalanan internasional menjadi salah satu isunya. Delegasi Indonesia menjadi salah satu pendorongnya. Deklarasi Roma ini menyerukan pentingnya aplikasi digital yang bisa memberikan notifikasi bagi pelaku perjalanan. Notifikasi itu harus bisa tersampaikan secara valid, aman, dan mudah supaya mobilitas warga dunia (yang tak membawa virus penyakit menular) tidak terkendala.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari