WHO umumkan varian baru asal Botswana B1.1.529 sebagai varian baru dengan nama Omicron. Daya tularnya lebih kuat dari varian Delta. WHO mengimbau, masyarakat perketat prokes.
Virus Covid-19 adalah momok bagi seluruh warga dunia. Jumat (26/11/2021) pagi, Organisasi Kesehatan Dunia WHO mengumumkan munculnya varian baru dari kawasan Afrika Selatan, yang disebutnya berpotensi lebih berbahaya dan lebih ganas. Kecemasan pun segera merebak luas. Apalagi, WHO bergegas menyebutnya sebagai variant of concern (VoC), dengan nama resmi Omicron, dan kode taksonominya B.1.1.529.
Reaksi negatif berhamburan, utamanya dari pasar modal yang pembawaannya sensitif. Indeks Hang Seng Hongkong terkilir. Segala sentimen positif di lantai bursa rontok oleh isu Omicron, yang secara terbuka disebut telah menyusup ke Hongkong. Pada Jumat kelabu itu, indeks Han Seng turun tajam 1,98 persen. Sentimen negatif menyergap pasar modal di Pasifik Barat.
Di Jepang, indeks Nikkei merosot 2,69 persen. Sementara itu, indeks Jepang Topix jatuh 2,09 persen. Namun, di Tiongkok, negara yang punya reputasi kuat dalam pengendalian pandemi, dampaknya belum terlalu dalam. Indeks Shanghai susut 0,5 persen, dan indeks Shenzhen melemah 0,20 persen. Indeks Korea Selatan Kospi tergelincir 1,12 persen.Indeks Australia SX 200 melemah 1,45 persen.
Di Indonesia juga sangat terasa. Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, indeks harga saham gabungan (IHSG) yang hari-hari sebelumnya mengalami penguatan dan bahkan menyentuh level all time hight (ATM) di level 6.719, langsung terkoreksi. Hari Jumat itu, IHSG longsor 2,06 persen dan turun hingga ke level 5.561. Sentimen negatif itu diperkirakan akan berlanjut hingga isu VoC Omicron itu menjadi lebih jelas tingkat ancamannya.
Sejumlah negara di dunia pun ramai-ramai menutup pintu bagi warga Afrika Selatan dan sekitarnya, termasuk pelaku perjalanan yang dalam 14 hari terakhir berada di kawasan rawan tersebut. Inggris, Uni Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Australia, Singapura, Thailand, Oman, Arab Saudi, dan Israel, langsung menyatakan menutup pintu per 27 November.
Inggris dan Uni Eropa menetapkan, warga negaranya yang baru pulang dari wilayah Afrika Selatan harus menjalani karantina 10 hari atas biaya negara, sebelum diizinkan kembali ke rumahnya. Yang disebut sebagai kawasan Afrika Selatan adalah Afrika Selatan ditambah lima tetangganya, yakni Namibia, Botswana, Zimbabwe, Lesotho, dan Eswatini.
Pemerintah Indonesia pun melakukan langkah pencegahan yang sama. Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkum HAM) menutup pintu sementara bagi warga negara dari sejumlah negara Afrika untuk masuk ke Indonesia. Keputusan itu tertuang dalam surat edaran Ditjen Imigrasi yang diteken Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Imigrasi Profesor Dr Widodo Ekatjahjana, pada Sabtu, 27 November 2021.
‘’Penangguhan sementara pemberian visa kunjungan dan visa tinggal terbatas untuk warga negara Afrika Selatan, Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambique, Eswatini dan Nigeria," begitu yang tertulis dalam surat edaran (SE) tersebut. SE ini juga berisi penolakan (sementara) bagi warga negara asing (WNA) yang sempat tinggal atau berkunjung ke sejumlah negara Afrika tersebut pada 14 hari terakhir, untuk memasuki wilayah Indonesia.
Indonesia menetapkan larangan itu pada delapan negara, dua lebih banyak dari pembatasan yang dilakukan Inggris dan Uni Eropa, dengan menambahkan dua negara tetangga mereka, yakni Nigeria dan Mozambique. Ketentuan itu dikecualikan bagi WNA yang datang ke Indonesia terkait urusan Presidensi Indonesia dalam G20.
Jalur Cepat ke VoC
Varian B.1.1.529 muncul begitu cepat dan mengagetkan. Ia baru ditemukan pada November 2021 oleh Kementerian Kesehatan Afrika Selatan (Afsel) dan diidentifikasi sebagai strain baru. Asal usulnya diduga kuat dari Botswana, negara yang posisinya persis di Utara Afsel. Hasil uji perunutan genome (whole genone squencing) oleh tim ahli, yang selesai pada 14 November, menunjukkan bahwa varian baru itu mengalami mutasi besar-besaran dan menghasilkan mutan dengan daya penularan tinggi.
Pada titik-titik penemuan varian baru itu ditemukan lonjakan angka kasus yang luar biasa besar. Pada 19 November 2021, kasus harian di Afsel rata-rata masih 290 kasus dan melonjak menjadi lebih dari 6.000 kasus pada 27 November 2021.
Pada sejumlah klaster di mana varian baru ini menerjang, eskalasi penularannya terlihat lebih massif, dengan grafik yang lebih terjal dibanding klaster varian Delta. Bila varian Delta dianggap 100 persen lebih cepat menular dibanding varian awal Covid-19, varian Botswana itu disebut- sebut 500 persen lebih kuat. Ihwal keberadaan varian baru yang sangar itu secara resmi dilaporkan ke WHO pada 24 November lalu, lengkap dengan runutan genomenya yang menunjukkan tingkat mutasi yang sangat lanjut dan masif.
Tim penasihat teknis WHO untuk evolusi virus SARS COV-2 (TAG-VE), yakni terdiri dari sekelompok ahli yang independen, telah bertemu membahas varian baru dari Botswana, Afrika Selatan tersebut. Mereka merekomendasikan ke WHO untuk langsung menetapkan varian baru Covid-19 itu sebagai variant of concern (VoC), dengan merujuk pada fakta bahwa hasil mutasi pada varian itu menunjuk ke arah kemampuan yang lebih kuat dalam mencengkeram dan merusak sel inang.
Bukti-bukti yang ditunjukkan oleh tim dari Pemerintah Afsel, menurut mereka, memungkinkan virus varian baru itu meningkatkan risiko infeksi ulang dan beberapa bukti lainnya. Imunitas alamiah di tubuh para penyintas tak cukup efektif melawan serangannya. Bukti di lapangan juga telah cukup memberi informasi tentang daya tularnya yang tinggi, dan terlihat dari lonjakan kasus pada klaster-klaster yang ada di Afsel dan sekitarnya.
WHO menyetujui usulan agar varian baru B.1.1529 asal Botswana itu langsung masuk katagori variant of concern (VoC) tanpa harus melalui tahap variant of interest (VoI). Loncatan itu dimungkinkan karena sudah cukup bukti adanya daya tular yang jauh lebih besar, bahkan dibanding varian Delta, yang selama 2021 ini merajalela. Nama baru yang disematkan tetap diambil dari abjad Yunani yakni Omicron.
Kembali pada Prokes
Kementerian Kesehatan Afsel menandai varian baru itu awalnya dari Botswana. Fakta itu terlihat dari surveilans genomik yang dilakukan. Dari Botswana ia menyeberang ke Afsel dan kemungkinan juga ke negeri sekitarnya. "Awalnya tampak seperti beberapa wabah klaster, tetapi mulai kemarin, indikasi datang dari para ilmuwan kami dari jaringan pengawasan genomik, mereka mengatakan mengamati varian baru,’’ ujar Joe Phaahla, Menteri Kesehatan Afrika Selatan.
Joe Paahla mengatakan pula, ada satu kasus Omicron telah terkonfirmasi telah terbawa oleh seorang pelancong dari Afsel ke Hongkong. Dalam keterangan persnya Jumat (26/11/2021) itu, Joe Paahla pun mengatakan telah menerima laporan bahwa satu orang lainnya yang berada dalam satu hotel karantina yang sama di Hongkong, juga teridentifikasi terinfeksi varian yang sama.
Belum ada konfirmasi bahwa orang kedua itu telah tertular di hotel karantina. Namun, setidaknya Joe Paahla memberi peringatan bahwa varian itu telah menyebar. Sampai hari Minggu (28/11/21), pers internasional menyebutkan bahwa Omicron telah menyeberang ke Inggris, Skotlandia, Belgia, Republik Ceko, dan Israel, selain di Afsel dan Botswana.
Dalam rilis yang diunggah di portal resminya, Jumat (26//11/21), WHO mengatakan bahwa kajian tentang Omicron sedang dilakukan oleh tim ahli dalam kelompok TAG-VE. WHO mengimbau agar negara-negara anggotanya meningkatkan surveilans genom atas varian baru ini dan membagikan hasilnya dalam jaringan metadata. Lebih jauh, WHO juga meminta negara-negara ikut memantau sebarannya, dampaknya terhadap vaksin, dampak pada alat diagnostik, dan gejala khas lainnya.
Kepada warga masyarakat, WHO mengimbau agar mengenakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, memperbaiki ventilasi ruang indoor, dan menjalani vaksinasi penuh. Protokol Kesehatan (prokes) tetap diyakini dapat mengurangi risiko penularan. WHO berjanji akan menyampaikan perkembangan terbaru terkait varian Omicron ini secara cepat kepada publik.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari