Logo unik dan menarik berbalut kearifan lokal budaya Nusantara merupakan wujud kekuatan baru negara-negara anggota G20 untuk melewati masa pandemi.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Negara-Negara Kelompok 20 atau G20 2022 di Nusa Dua, Bali, 15-16 November 2022 tinggal menghitung hari. Inilah untuk pertama kalinya Indonesia memegang kendali tuan rumah atau presidensi dari forum kerja sama 20 negara ekonomi utama global.
Berkumpulnya 80 persen kekuatan dunia ini di Bali, salah satu pulau wisata terbaik dunia 2022 versi Travel Leisure, mempunyai banyak makna bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan 273 juta jiwa penduduk. Tak hanya memberi dampak langsung bagi perekonomian masyarakat di Pulau Dewata, hadirnya puluhan ribu peserta selama satu tahun masa Presidensi G20 Indonesia juga menjadikan perhelatan itu sebagai etalase untuk mengenalkan beragam keindahan alam, budaya dan adat istiadat Nusantara kepada dunia.
Oleh karena itu, dari sekitar 180 kegiatan pertemuan yang dijalankan selama satu tahun masa Presidensi, terhitung mulai Desember 2021 sampai acara puncak KTT. Sebanyak 20 kota didaulat sebagai tuan rumah. Lima di antaranya masuk sebagai Destinasi Wisata Superprioritas atau dikenal juga sebagai Bali Baru. Misalnya kawasan Danau Toba di Sumatra Utara, Candi Borobudur (Jawa Tengah), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), dan Likupang (Sulawesi Utara).
Secara khusus Indonesia juga mengenalkan kearifan lokal lainnya berupa budaya seni dari masa lampau warisan nenek moyang, yaitu gunungan dan motif batik kawung sebagai logo Presidensi G20 2022. Bentuknya berupa siluet gunungan bersulur tanaman yang menggambarkan kehidupan di alam semesta, khususnya perpindahan menuju babak baru.
Ini mencerminkan optimisme dan semangat untuk pulih dari pandemi dan memasuki babak baru pembangunan hijau dan inklusif. Sulur dan daun juga dipilih untuk merepresentasikan kepedulian lingkungan yang menjadi salah satu fokus utama di G20. Juga sebagai bagian dari solusi (part of solution) dan bridge builder.
Kisah Gunungan
Mengambil referensi dari website jbbudaya.jogjabelajar.org, disebutkan bahwa gunungan merupakan piranti utama dalam seni pertunjukan wayang kulit di tanah Jawa. Wujudnya menyerupai gunung dan dikenal pula dengan istilah kayon yang berasal dari mata kayu karena menggambarkan pohon kehidupan beserta hewan penghuni hutan.
Gunungan wayang pertama kali tercipta pada 1443 Caka, yaitu tahun dengan sengkalan berbunyi Geni Dadi Sucining Jagad. Di masa lalu, pertunjukan wayang hanya menggunakan satu gunungan dan hingga kini masih dilestarikan Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Gunungan akan menjadi pembuka dan penutup pertunjukan wayang. Gunungan akan ditancapkan tegak lurus sebelum pertunjukan dimulai dan ketika selesai. Hal ini dikenal dengan istilah tancep kayon.
Wayang gunungan bukan sekadar pelengkap, melainkan sangat sarat makna. Dalam website Pemerintah Kabupaten Kebumen dijelaskan filosofi lengkap soal makna gunungan ini. Gunungan pada wayang kulit berbentuk kerucut atau lancip ke atas yang melambangkan kehidupan manusia. Semakin tinggi ilmu dan semakin tua usia, manusia harus semakin mengerucut (golong gilig) manunggaling jiwa, rasa, cipta, karsa, dan karya dalam kehidupan kita (semakin dekat dengan Sang Pencipta).
Sementara itu gapura dan dua penjaga pada gunungan wayang kulit (Cingkoro Bolo dan Bolo Upoto) melambangkan hati manusia baik dan buruk. Tameng dan godho yang dipegang oleh raksasa tersebut diterjemahkan sebagai penjaga alam dan terang.
Ornamen pohon yang tumbuh menjalar dari bawah hingga puncak gunungan melambangkan sifat manusia yang tumbuh dan bergerak maju (dinamis) sehingga bermanfaat bagi alam semesta. Pohon juga melambangkan adanya perlindungan dari Tuhan kepada manusia.
Selanjutnya rumah joglo (gapuran) melambangkan sebuah negara, yang di dalamnya memiliki kehidupan aman, tenteram, dan bahagia. Selain itu terdapat ornamen binatang seperti burung, banteng, kera, dan harimau yang juga memiliki filosofi tersendiri. Burung yang melambangkan keindahan, banteng yang melambangkan kekuatan dan keuletan, kera sebagai lambang memilih baik dan buruk dan harimau sebagai lambang sosok pemimpin.
Motif Kawung
Kawung sendiri merupakan salah satu motif batik khas Indonesia yang menyimpan makna sebuah kebulatan tekad. Dalam logo Presidensi G20 Indonesia, kawung melambangkan tekad dan semangat untuk menjadikan dunia lebih baik. Motif batik jenis ini merupakan yang tertua di Indonesia dan bagian dari teknik tulis, salah satu teknik pembuatan batik selain cap.
Menurut budayawan Koeswadji dalam Mengenal Seni Batik di Yogyakarta, motif kawung diciptakan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo, pada kurun 1593--1645. Di sisi lain, motif kawung juga disebut sudah ada sejak era Raden Wijaya memimpin Kerajaan Majapahit, pada periode 1293--1309. Ia diketahui memakai baju kebesaran kerajaan bermotif kawung.
Bentuk motif ini terinspirasi oleh buah dari pohon aren atau palem yang buahnya bulat lonjong warna putih jernih. Kita mengenalnya sebagai kolang kaling.
Adi Kusrianto dalam Motif Batik Klasik Legendaris dan Turunannya mengatakan bahwa motif kawung sarat dengan konsep Mandala yang lahir dari agama Buddha dan telah dipraktikkan oleh bangsa Tibet sejak abad ke-V Masehi. Konsep Mandala mirip dengan simbol empat penjuru mata angin.
Motif kawung telah berkembang dengan segala turunannya seperti kawung picis, kawung bribil, kawung sen, kawung beton, kawung cacah gori, kawung geger, dan kawung kopi pecah. Ada lagi kawung sari, kawung sekar ageng, kawung semar, kawung bantal, kawung kembang, dan kawung variasi.
Asli Indonesia
Selain gunungan dan kawung serta sulur, logo Presidensi G20 Indonesia sarat dengan makna gradasi warna merah dan biru sebagai latar belakang. Merah diambil dari warna bendera Merah Putih dan biru merepresentasikan birunya air laut yang menggambarkan jati diri bangsa ini sebagai negara maritim.
Warna merah juga terinspirasi oleh keindahan matahari terbit sekaligus mewakili pengharapan akan hadirnya hari-hari baru penuh perubahan positif. Tak lupa siluet Gunung Agung dan Gunung Abang di Bali yang mewakili lokasi pelaksanaan puncak Presidensi G20 Indonesia.
Elemen gunungan pada logo Presidensi ini semakin kokoh karena kehadiran sosok dalang yang dihadirkan lewat huruf G pada bagian tulisan (wordmark) G20. Ujung dari kurva huruf G tepat terletak di bagian bawah siluet gunungan, mirip seperti tangan seorang dalang yang sedang memegang gunungan.
Hal ini melambangkan peran aktif Indonesia memimpin rangkaian pertemuan G20 2022, layaknya seorang dalang membawakan narasi baru untuk dunia yang lebih baik.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari