Indonesia.go.id - Lembar Bersejarah di Podium Upacara

Lembar Bersejarah di Podium Upacara

  • Administrator
  • Minggu, 23 Agustus 2020 | 02:22 WIB
NASKAH PROKLAMASI
  Petugas mengambil dokumen naskah konsep teks proklamasi di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Jakarta, Minggu (16/8/2020). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Dokumen asli berupa tulisan tangan Soekarno yang berisi konsep Proklamasi dihadirkan untuk pertama kali di Istana Negara. Naskah itu dipinjam Sekretariat Negara RI untuk beberapa hari dalam rangka peringatan HUT Kemerdekaan ke-75 RI.

Baru saja menjejakkan kaki di teras Istana Negara setelah melewati beberapa anak tangga, perempuan berpakaian adat Jambi, Tengkuluk Bai Bai, berwarna merah dengan penutup kepala berwarna senada itu langsung menghentikan langkahnya. Matanya tertuju pada kotak kayu jati coklat tua berukuran panjang dan lebar yang sama, 30 sentimeter, dengan ukiran indah di seluruh permukaannya. Jemari perempuan ini pun bergerak cepat mengambil telepon seluler pintar (smartphone) yang tersimpan di tas tangan merah mungil yang selalu digenggamnya. Raut wajah sumringah tampak terpancar berbarengan dirinya mengabadikan gambar kotak berukir ini.

Perempuan tadi adalah Puan Maharani Nakshatra Kusyala Devi. Kita mengenalnya sebagai Puan Maharani, Ketua DPR RI yang juga putri dari Presiden ke-5 Indonesia, Megawati Soekarnoputri. Pagi itu Puan hadir untuk mengikuti peringatan Detik-Detik Peringatan Kemerdekaan ke-75 RI yang digelar di halaman Istana Negara, Senin (17/8/2020). Suasana peringatan pagi itu menjadi istimewa karena salah satunya adalah kehadiran isi dari kotak berukir yang dibawa ke lokasi upacara oleh Dhea Lukita Andriana, pelajar SMA Negeri 1 Ngunut Tulungagung, Jawa Timur, yang bertugas sebagai Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka).

Kotak berukir indah itu ditempatkan di atas sebuah meja tunggal setinggi 70 sentimeter beralas keramik porselen dengan kaki-kaki warna kuning muda tepat di samping kanan podium dengan dua mikrofon yang biasa dipakai presiden berpidato. Kotak ini berisi tulisan tangan dari konsep naskah Proklamasi yang ditulis sendiri oleh Ir Soekarno, bapak pendiri republik ini.

Kehadiran kertas naskah asli konsep Proklamasi yang ditulis tangan oleh Soekarno melengkapi kesyahduan peringatan kemerdekaan tahun ini yang digelar secara sederhana dalam kondisi pandemi Covid-19. Protokol kesehatan sangat ketat diberlakukan seperti kewajiban menggunakan masker serta  menjaga jarak fisik (physical distancing).

 

Disimpan ANRI

Tulisan tangan asli Soekarno di atas kertas berisi naskah asli konsep Proklamasi ia tulis menggunakan pensil. Naskah ini belum pernah ditampilkan dalam setiap upacara peringatan kemerdekaan di Istana. Justru yang selalu dihadirkan adalah naskah asli Proklamasi yang telah diketik rapi oleh Sayuti Melik dan dibacakan Soekarno 75 tahun lalu.

Lalu di mana selama ini kertas naskah asli konsep Proklamasi tulisan tangan Bung Karno itu ditempatkan? Adalah Arsip Nasional RI (ANRI) yang diberi tugas untuk menyimpan dan merawat naskah asli konsep Proklamasi atau disebut juga sebagai Proklamasi Klad ini. Kantor Sekretariat Presiden (Setpres) Kementerian Sekretariat Negara berinisiatif meminjam Proklamasi Klad ini kepada pihak ANRI. Pihak Setpres meminjam naskah tersebut selama dua hari, 16-18 Agustus 2020, termasuk untuk dipajang di depan peserta upacara peringatan kemerdekaan di Istana Negara.

Pihak ANRI menyetujui permintaan tersebut. Satu tim kecil dari ANRI pun dibentuk untuk melakukan survei menentukan lokasi di mana naskah Proklamasi Klad itu bisa ditempatkan di Istana. Akhirnya sebuah ruangan di bagian tengah Istana Merdeka terpilih sebagai tempat diletakkannya Proklamasi Klad bersama naskah asli hasil ketikan Sayuti. Ruangan itu dinilai memiliki persyaratan yang diinginkan, kata Deputi Bidang Administrasi dan Pengelolaan Istana Setpres Rika Kiswardani.

Naskah asli tulisan tangan Soekarno berisi konsep Proklamasi pertama kali diserahkan kepada pihak ANRI oleh Menteri Sekretaris Negara Moerdiono pada 1992, setelah mendapat perintah dari Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto. Tokoh pers nasional dan pejuang kemerdekaan BM Diah adalah sosok yang menyelamatkan dan menyimpan naskah asli tulisan tangan Soekarno itu selama puluhan tahun di rumahnya sebelum diserahkan kepada Presiden Soharto pada 19 Mei 1992.

Pelaksana tugas Kepala ANRI Taufik mengatakan, mengutip cerita BM Diah bahwa Proklamasi Klad itu sebetulnya sudah tidak terpakai lagi oleh Soekarno setelah diketik rapi oleh Sayuti dan disaksikan BM Diah. "Naskah tulisan tangan itu sudah sempat diremas-remas oleh Pak Soekarno dan dibuang ke tempat sampah karena dinilai sudah tidak terpakai lagi setelah ada konsep yang diketik rapi oleh Pak Sayuti Melik," kata Taufik.

Namun, BM Diah yang saat itu berprofesi sebagai jurnalis menilai lain. Meski sudah dibuang ke tempat sampah, kertas berisi tulisan tangan konsep Proklamasi itu adalah bagian dari saksi bisu sejarah perjalanan bangsa dan harus diselamatkan.

Naskah konsep Proklamasi ditulis tangan oleh Soekarno di rumah dinas perwira militer Jepang Laksamana Muda Tadashi Maeda, di kawasan Menteng, Jakarta, pada 17 Agustus 1945 pukul 3 pagi. Konsep naskah ini dirumuskan oleh Soekarno bersama Mohammad Hatta dan Ahmad Soebardjo, setiba mereka dari Rengasdengklok pada pukul 10 malam, 16 Agustus 1945. Dalam naskah konsep Proklamasi itu tertulis seperti berikut ini.

 

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, 17 - 8 - 45

Wakil2 bangsa Indonesia

Soekarno sempat mencoret dua kata di dalam naskah asli konsep Proklamasi tersebut, seperti kata 'penyerahan' yang semula dicoret diganti dengan kata 'pengambilan' sebelum diubah lagi menjadi 'pemindahan'. Kemudian kata 'dioesahakan' dicoret menjadi 'diselenggarakan'.

Pencoretan kata-kata tadi, menurut Direktur Preservasi ANRI Kandar, menggambarkan jeritan hati rakyat Indonesia yang mengharapkan kemerdekaan lahir dan batin. Kata-kata ini dicoret supaya tidak menimbulkan pertentangan. Naskah konsep itu kemudian diketik rapi dengan mengubah beberapa ejaan kata dan tata bahasa oleh Sayuti disaksikan BM Diah di sebuah ruangan yang terletak di bawah tangga rumah Maeda. Naskah hasil ketikan Sayuti itu berisi seperti ini:

 

P R O K L A M A S I

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 45

Atas nama bangsa Indonesia.

Soekarno/Hatta

Ada yang berbeda dari naskah tulisan tangan, terutama pada kalimat terakhirnya. Semula, naskah ini akan ditandatangani oleh 50-60 orang yang hadir di kediaman Maeda. Tetapi kemudian disepakati untuk tidak ditandatangani serta diganti dengan kalimat 'Atas nama bangsa Indonesia'.

 

Perawatan Arsip Proklamasi

Bukan hal mudah untuk merawat semua arsip penting milik negara, termasuk Proklamasi Klad ini. Ada proses perawatan sebelum disimpan dalam depo atau ruang penyimpanan milik ANRI.   Ada tahapan prarestorasi untuk menentukan metode pengawetan dari sebuah arsip, termasuk naskah konsep asli Proklamasi. Oleh ANRI naskah ini ditempatkan di sebuah map khusus bercorak batik dan dimasukkan ke kotak karton warna krem di ruang depo atau ruang penyimpanan.

Sebelum disimpan di ruang depo, naskah ini harus melalui ruangan restorasi. Di ruangan ini naskah konsep Proklamasi dilapisi plastik khusus dengan proses seperti laminating, namanya enkapsulasi.  Di ruang depo ini, suhu sudah diatur khusus di kisaran 18-20 derajat Celcius sesuai dengan standar penyimpanan kertas arsip di daerah tropis. Kelembabannya diatur 55 persen atau paling tinggi 5 persen di atasnya. "Kalau terlalu tinggi asam atau basahnya tidak bagus untuk pengawetan kertas naskahnya," kata Kandar.

Melalui cara seperti inilah aset berharga milik bangsa akan terus dapat diabadikan karena berisi guratan kata berisi tekad, semangat dari setiap anak bangsa dengan menepikan perbedaan suku, ras, dan agama ketika merumuskannya untuk memilih satu identitas baru bernama bangsa Indonesia melalui pernyataan kemerdekaan.

 

 

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Eri Sutrisno/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini