Indonesia.go.id - Indonesia Kuasai 40 Persen Nilai Transaksi di ASEAN

Indonesia Kuasai 40 Persen Nilai Transaksi di ASEAN

  • Administrator
  • Selasa, 11 Juli 2023 | 13:05 WIB
ASEAN
  Pengunjung melihat sepatu produksi UMKM binaan Bank Indonesia (BI) saat Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2023 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Senin (8/5/2023). ANTARA FOTO
Indonesia merupakan pemain ekonomi digital yang signifikan di kawasan ASEAN.

Indonesia menguasai sekitar 40 persen atau senilai 77 miliar dolar AS dari total nilai transaksi ekonomi digital di Asia Tenggara. Fakta ini merupakan laporan e-Conomy South East Asia pada 2022, yang dilansir Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Realisasi nilai transaksi ekonomi digital itu tumbuh 22 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono, di Nusa Dua, Bali, beberapa waktu lalu.

Capaian tersebut membuat Indonesia sebagai pemain ekonomi digital yang signifikan di kawasan ASEAN. Salah satu faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi digital di tanah air, kata Ogi, yakni menjamurnya perusahaan teknologi keuangan (fintech) yang mampu menciptakan efisiensi dan layanan keuangan yang mudah diakses.

Hingga Januari 2023, OJK mencatat ada 102 perusahaan fintech yang mempertemukan peminjam dan pemberi pinjaman atau peer to peer (P2P) lending berizin. Perusahaan P2P lending itu mempermudah proses pinjaman khususnya bagi debitur yang memiliki akses terbatas terhadap layanan perbankan tradisional.

“Dengan inovasi informasi dan teknologi, pencairan pinjaman bisa dilakukan cepat dan mudah,” katanya.

Selain P2P lending, ada juga 97 inovasi keuangan digital (IKD) hingga Januari 2023 yang tercatat di OJK dan diklasifikasikan dalam 15 model bisnis. Termasuk salah satunya, penilaian kredit inovatif (ICS).

ICS menjadi salah satu nilai tambah dalam proses pencairan kredit, khususnya kredit yang dicairkan cepat dan syarat yang sederhana. Di antaranya, skema beli sekarang bayar kemudian atau buy now pay later (BNPL).

OJK mendorong adanya kombinasi antara lembaga penilaian kredit konvensional dengan ICS. Hal itu akan memberikan kualitas kredit yang lebih baik sekaligus memperluas cakupan realisasi pembiayaan. Selama ini, penilaian lembaga kredit konvensional di antaranya terkait indikator riwayat atau histori pembayaran pinjaman dan utang yang belum lunas.

ICS memanfaatkan data besar atau big data mencakup hingga 15 variabel di antaranya aktivitas di media sosial hingga transaksi di lapak daring (e-commerce). Keberadaan ICS ini akan menjadi salah satu terobosan bagi pelaku UMKM yang ingin mengakses kredit, belum memiliki akses kuat ke bank tapi sudah bergerak di e-commerce.

“Kami yakin 2023 dengan kondisi tumbuh normal, ekonomi Indonesia tumbuh baik, pada 2022 tumbuh 5,31 persen dan tahun ini saat krisis global, inflasi masih ada, tingkat suku bunga bank sentral dunia meningkat, geopolitik belum usai, tapi Indonesia tetap stabil dan bertumbuh,” imbuh Ogi.

Sementara itu, Deputi IV Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Kementerian Koordinator Perekonomian Rudy Salahuddin mengungkap ihwal potensi dari ekonomi digital di Indonesia. Menurut dia, digitalisasi ekonomi mengubah perilaku dan preferensi masyarakat yang semakin menuntut lebih atas layanan publik agar lebih cepat mudah, murah, aman, dan andal.

“Indonesia memiliki potensi yang besar dalam menyerap arus digitalisasi tersebut,” ujar dia dalam acara Open Finance Summit 2023 di Jakarta, pada Rabu 21 Juni 2023.

Pada 2022, sekitar 40 persen nilai transaksi ekonomi digital ASEAN berasal dari Indonesia atau mencapai USD77 miliar. “Pada 2025, nilai tersebut diprediksi meningkat dua kali lipat menjadi USD130 miliar,” ucap dia.

Selain itu, dia juga menuturkan bahwa sektor investasi di sektor digital tumbuh positif. Di mana deal value investasi di Indonesia pada triwulan pertama tahun 2022 sebesar USD3 miliar merupakan nilai tertinggi kedua setelah Singapura. Ditambah lagi, pasar di Indonesia juga prospektif, di mana Indonesia memiliki populasi keempat terbesar di dunia yang sebagian besar berada dalam usia produktif.

Di samping itu maturity digital di Indonesia juga baru terjadi di kota besar. “Sehingga perluasan adopsi digital pada kota di tier kedua dan tier ketiga akan membuka peluang pasar yang lebih tinggi,” tutur Rudy.

Dengan prospek tersebut, Rudy mengatakan, pelaku usaha di Indonesia juga terus tumbuh. Pada 2023, Indonesia menjadi negara dengan peringkat keenam jumlah start up terbanyak, yakni lebih dari 2.400 unit. “Bahkan delapan unicorn yang kita miliki sekarang ini mayoritas bergerak di bidang e-commerce dan fintech,” kata Rudy.

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari