Indonesia.go.id - Ini Dia Ventilator Karya Anak Negeri

Ini Dia Ventilator Karya Anak Negeri

  • Administrator
  • Sabtu, 9 Mei 2020 | 03:33 WIB
PANDEMI COVID-19
  Ventilator Resusitator Manual (VRM) buatan PT Pindad sedang diuji di Bandung, Jawa Barat, Jumat (24/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Badan usaha milik negara (BUMN) dan perguruan tinggi negeri berlomba menciptakan alat bantu pernapasan untuk dimanfaatkan rumah sakit menangani pasien Covid-19.

 

Sejak merebaknya virus corona, hingga ditetapkan sebagai pandemi oleh Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), terjadi peningkatan kebutuhan atas alat penunjang medis, salah satunya, ventilator. Seperti halnya alat pelindung diri (APD) dan juga masker untuk pengamanan para tenaga medis, kehadiran ventilator sangat diperlukan bagi penanganan pasien penderita pagebluk corona.

Ventilator merupakan alat bantu yang meniupkan udara ke paru pasien melalui pipa halus yang menyusup lewat kerongkongan, dan sekaligus mengisap keluar karbon dioksida (CO2) dari paru. Paru merupakan jaringan pembuluh kapiler yang pada ujungnya ada organ kecil berupa seperti balon yang disebut alveoli. Ada dua set pembuluh darah di alveoli, yang membawa darah kotor dari seluruh penjuru badan dan satu lagi melepaskan CO2 lewat alveoli. Di saat bersamaan, alveoli menangkap oksigen baru untuk dibawa ke seluruh badan guna menggerakkan metabolisme.

Dalam kondisi normal, sistem pernapasan manusia dan mamalia ini akan memasukkan udara segar pembawa oksigen melalui hidung ke paru. Selanjutnya hidung juga mengembuskan CO2 yang dikeluarkan paru. Pada pasien Covid-19 yang parah, organ paru itu diselimuti selaput lendir yang terbuat dari koloni virus. Kabut lendir seperti itu sering muncul pada penderita radang paru pneumonia (bronchitis) akibat infeksi oleh, antara lain, bakteri Streptococcus pneumoniae. Dalam keadaan kronis, penderita akan merasa sesak napas.

Pada kasus pasien Covid-19, gejala sesak napas itu tak bisa dianggap enteng. Pada pasien yang punya bawaan penyakit gula, jantung, lever, ginjal, kekurangan oksigen itu bisa berakibat buruk, bahkan bisa mendatangkan efek kematian.

Ventilator menjadi solusinya. Tiupan udara yang digerakkan mesin itu bisa menyibak selaput virus dan membuka alveoli untuk bekerja. Ia menangkap oksigen, sekaligus menghembuskan CO2. Jadi, ventilator bekerja laiknya tarikan napas. Ada saatnya ia memompakan udara, dan ada saatnya pula ia membuang gas residu dari paru. Pasien Covid-19 kadang memerlukan bantuan ventilator tiga hingga empat hari.

Saat ini, Indonesia masih sangat memerlukan kehadiran ribuan ventilator. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, baru terdapat sekitar 8.413 unit ventilator yang tersebar di 2.870 rumah sakit milik pemerintah dan swasta. Sebagian besar merupakan barang impor. Harganya pun cukup lumayan, bisa mencapai ratusan juta bahkan miliaran rupiah per unitnya. 

Kita bukan tidak mampu menghasilkan sendiri ventilator karya anak negeri, terlebih dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini. Tapi tingginya ketergantungan akan bahan baku impor untuk memproduksi sebuah ventilator memang menjadi tantangan tersendiri.

Pemerintah tidak tinggal diam. Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2020 tentang Penataan dan Penyederhanaan Izin Impor menjadi senjata ampuh untuk pihak-pihak yang ingin mengembangkan ventilator buatan dalam negeri. Tak terkecuali badan usaha milik negara (BUMN) dan kalangan kampus di Tanah Air.

Dua BUMN strategis yakni produsen senjata PT Pindad dan pembuat pesawat, PT Dirgantara Indonesia (PTDI) telah lebih dulu take-off. Mereka tak sendiri karena menggandeng kalangan kampus untuk bersama-sama mengerjakan ventilator bagi penanganan pasien Covid-19. Produksi ventilator buatan anak negeri ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo terkait mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap alat kesehatan impor.

Direktur Utama Pindad Abraham Mose mengaku sudah bisa memproduksi tiga tipe ventilator, yang satu di antaranya hasil kreasi desain sendiri. Namanya Ventilator Resusitator Manual (VRM) dengan harga per unit tak lebih dari Rp10 juta. Dua lainnya digarap bersama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan Universitas Indonesia (UI) Depok, Jawa Barat.

Di Kota Gudeg, Pindad dan UGM berduet dengan PT Yogya Presisi Teknitama Industri (YPTI), STECHOQ, dan Swayasa Prakarsa mengembangkan Ventilator Type-Rapid Deploy atau Ambu Conversion Kit. Produksi massal akan dilakukan pada minggu ketiga Mei 2020 dengan kapasitas produksi 30 unit per hari.

Kemudian, Ventilator Type-High End ICU untuk keperluan Unit Perawatan Intensif (ICU) rumah sakit. Produksinya akan dilakukan pada awal Juni sebanyak 15 unit per hari. Ikut dikembangkan juga Ventilator Type-HFNC Emergency dengan kapasitas produksi sebanyak 20 unit per hari.

 

Ventilator Covent-20

Produk kedua Pindad bersama kalangan kampus adalah Ventilator Covent-20 hasil kolaborasi dengan Tim Ventilator Fakultas Teknik UI (FTUI). Tim Ventilator UI merupakan kolaborasi dari para peneliti di FTUI, Fakultas Kedokteran UI (FKUI), Rumah Sakit UI (RSUI), Jurusan Teknik Elektromedik Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan dan RS Umum Pusat Persahabatan Jakarta, serta didukung perusahaan kalibrasi alat kesehatan PT Medcalindo.

Saat ini Ventilator Covent-20 memiliki dua tipe. Pertama adalah Covent-20 tipe Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) yang berfungsi untuk memberikan terapi oksigen dengan banderol harga di kisaran Rp60 juta per unit. 

Kedua adalah Ventilator Covent-20 tipe Continuous Mandatory Ventilation (CMV). Ventilator ini dipergunakan untuk pasien yang mengalami gagal napas. Ventilator Covent-20 tipe CMV ini dijual paling mahal seharga Rp100 juta. “Ventilator Covent-20 ini cocok digunakan untuk pra-rumah sakit, intra-rumah sakit, antar-rumah sakit, dan transportasi atau mobile,” kata Abraham.

Covent-20 merupakan ventilator transpor lokal rendah biaya berbasis sistem pneumatik yang telah dinyatakan lulus uji produk untuk mode ventilasi CMV dan CPAP di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Kemenkes di Jakarta pada 29 April 2020.

Selanjutnya, Covent-20 dijadwalkan untuk proses pra uji klinis dengan animal experiment di Indonesian Medical Education and Research Institute Fakultas Kedokteran UI (IMERI FKUI) dan uji klinis di rumah sakit yang ditunjuk, serta produksi dengan mitra industri.

Pada tahap awal ini, Pindad dan UI menargetkan akan memproduksi sebanyak 1.000 ventilator dalam waktu satu bulan untuk diserahkan kepada RS rujukan Covid-19 melalui kolaborasi penggalangan donasi dari berbagai pihak yang dikoordinasikan oleh Ikatan Alumni Fakultas Teknik UI (Iluni FTUI).

Ketua Tim Ventilator UI, yang juga merupakan Ketua Program Studi Teknik Biomedik FTUI Basari dalam keterangan tertulisnya mengatakan, ventilator buatan anak negeri ini akan sangat membantu para tenaga medis dalam menangani pasien dalam pengawasan (PDP) dan positif Covid-19 saat di perjalanan dengan mobil ambulans maupun saat di Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Ventilasi multimode Covent-20 CPAP digunakan untuk pasien PDP yang masih sadar. Artinya, hanya perlu dibantu diberikan oksigen ke paru dengan tekanan positif. Setiap napas dimulai dan dihentikan oleh pasien sendiri dengan volume tidal dan laju pernapasan yang ditentukan oleh mekanisme pernapasan mereka.

“Mode Continuous Mandatory Ventilation digunakan untuk pasien hilang kesadaran dengan gejala pneumonia yang mengalami kesulitan pernapasan, sehingga perlu dikontrol oleh mesin (time-triggered),” kata Basari.

Rektor UI Profesor Ari Kuncoro menyatakan bahwa biaya pembuatan Covent-20 lebih rendah dibandingkan tipe ventilator transpor komersial yang tersedia saat ini.

Covent-20 selain memiliki kelebihan adanya ventilasi multimode, juga hemat energi karena memakai baterai lithium-ion, memiliki bentuk ringkas dan sederhana, pengoperasian yang mudah, serta menggunakan filter bakteri sehingga aman digunakan untuk pasien.

Covent-20 pun bersiap untuk masuk dapur produksi. UI dan Pindad menggandeng PT Graha Teknomedika PT Indofarma sebagai mitra fabrikasi utama dan beberapa perusahaan lokal untuk supply chain komponen ventilator ini. “Inovasi ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan ventilator di rumah sakit di Indonesia,” kata Dekan Fakultas Teknik UI Hendri Budiono.

 

Vent-I

Sementara itu, PTDI menggandeng Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam menciptakan ventilator portabel yang kemudian diberi nama Vent-I (Ventilator Indonesia). Ventilator jenis ini ditujukan bagi pasien yang sakit, tetapi masih mampu bernapas sendiri. Ventilator Vent-I juga telah lolos uji di BPFK Jakarta, 22 April 2020 lalu dan akan diuji klinis serta sertifikasi kelayakan secara medis sebelum nantinya dapat diproduksi secara massal.

Ketua Tim Pengembangan Ventilator Portabel sekaligus Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB Syarief Hidayat mengatakan bahwa pihaknya bersama PTDI pada tahap awal akan memproduksi sebanyak 200 unit Vent-I untuk didonasikan kepada rumah sakit-rumah sakit yang memerlukan.

Selanjutnya, produksi massal akan dilakukan dengan kapasitas 500 unit per minggu di pabrik milik PTDI di Bandung, Jawa Barat. Vent-I ini juga sudah dipesan sebanyak 1.000 unit oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk disebar kepada prajurit TNI yang menjadi tenaga medis dalam penanganan wabah Covid-19 serta seluruh rumah sakit yang dikelola di bawah Kemenhan dan TNI.

 

Robot Ventilator

Tim Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) sedang mengembangkan ventilator jenis stationary dan transportable ventilator. Kedua jenis ventilator tersebut sedang dalam persiapan akhir untuk pengujian di BPFK Surabaya. 

Transportable ventilator yang dikembangkan ITS berbentuk robot yang dikembangkan bersama RS Universitas Airlangga dan RS Umum Daerah Dr Soetomo Surabaya. ITS bahkan berani membanderol harga robot alat bantu pernapasan itu sebesar Rp20 juta per unit atau jauh lebih murah dari harga pasaran yakni Rp800 juta.

Robot ini dikembangkan dengan basis sistem mekanik dan beberapa spesifikasi lain dari Massachusetts Institute of Technology (MIT). Sedangkan sistem elektronik dan monitoring dibuat sendiri oleh ITS.

Ventilator tersebut juga punya berbagai fitur yang biasa digunakan seperti respiration rate, inspiration/expiration ratio, tidal volume, peak inspiration pressure (PIP), dan positive end expiratory pressure (PEEP).

 

 

Penulis: Anton Setiawan
Editor: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini