Indonesia.go.id - Tanah Untuk Rakyat

Tanah Untuk Rakyat

  • Administrator
  • Senin, 20 Agustus 2018 | 03:45 WIB
TATA KELOLA TANAH
  Presiden Joko Widodo. Sumber foto: Antara Foto

Jutaan sertifikat diterbitkan. Sekitar 12,7 juta ha hutan negara dibuka untuk perhutanan sosial. 4,5 juta ha tanah dialokasi dalam rangka reforma agraria. Semuanya untuk rakyat.

Meningkatkan produktivitas, daya  saing, dan kualitas hidup masyarakat Indonesia adalah butir-butir penting dalam Nacacita, intisari Program Pemerintahan Jokowi-JK. Target prioritasnya adalah 40 persen lapisan masyarakat terbawah, yang sebagian mereka masih tergantung pada penguasaan tanah untuk penghidupannya. 

Seraya mengimplementasikan konsep membangun dari pinggiran, sebagai butir lainnya dalam Nawacita, Presiden Jokowi gencar melakukan penataan masalah tanah untuk kepentingan rakyat. Salah satu program yang digenjot oleh pemerintah adalah percepatan penerbitan sertifikat tanah, sebagai program untuk memberikan perlindungan hukum kepada rakyat atas haknya. 

Topik  sertifikasi tanah ini termasuk dalam salah satu isu yang disampaikan Presiden dalam sidang Tahunan MPR-RI 2018 di Gedung Nusantara I Kompleks Senayan, Jakarta, pada 16 Agustus lalu. Disampaikan Presiden Jokowi, target pemerintah untuk menyerahkan 5 juta dokumen sertifikat kepada rakyat telah tercapai. ‘’Untuk 2018 dan 2019, target yang ingin dicapai akan terus meningkat," ujar Presiden. 

Program percepatan sertifikat ini masuk dalam rencana kerja Jokowi-JK karena hingga 2015 masih ada 79 juta bidang tanah belum bersertifikat, dan pada era sebelumnya hanya terbit 800 ribu--1 juta sertifikat per tahun. ’’Dengan sertifikat ini  rakyat memiliki kepastian hukum atas kepemilikan asetnya, sehingga dapat mereka manfaatkan untuk kegiatan ekonomi produktif serta peningkatan kesejahteraan keluarga," sambung Jokowi.

Pemerintahan Jokowi-JK memang menunjukkan komitmennya yang tinggi dalam urusan tanah untuk rakyat. Setidaknya saat ini pemerintah melaksanakan tiga program berkenaan dengan isu tanah tersebut. Yang pertama adalah percepatan sertifikasi tanah yang secara resmi masuk dalam program Pendaftaran Tanah Sistimatis Lengkap (PTSL) yang dijalankan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN). 

Kementerian ATR/BPN itu juga terlibat aktif pada program kedua, yakni Reforma Agraria dan yang ketiga yaitu Perhutanan Sosial. Dalam pelaksanaannya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Kementerian Desa terlibat dalam program-program tersebut.

Pendaftaran Tanah Sistimatis Lengkap

Pada awal 2017 tercatat ada 126 juta bidang tanah di Indonesia, dan baru 51 juta yang bersertifikat. Sebanyak 79 juta lainnya belum terdaftar secara resmi, dan karena itu menjadi target percepatan Pendaftaran Tanah Sistimatis Lengkap (PTSL). 

Namun, percepatan itu bukan urusan sepele. Masalah pertanahan nasional itu seperti berada dalam titian labirin yang dikepung oleh 21 undang-undang, 49 peraturan presiden (Perpres), 22 keputusan presiden (Keppres), 4 instruksi presiden (Inpres), dan 469 peraturan, keputusan, surat edaran, serta instruksi menteri. Tidak semuanya sinkron.

Persiapan khusus pun dilakukan oleh  Kementerian ATR/BPN, mulai dari menetapkan  prosedur legalnya, metode, tenaga dan pembiayaannya. Langkah persiapan yang dilakukan sejak 2016 itu meliputi penyediaan petugas penyuluhan, petugas pendataan, tukang ukur yang cakap,  tenaga yang kompeten untuk duduk dalam sidang-sidang penetapan hak atas tanah tersebut, selain tentunya pembiayaannya.

Program PTSL ini terus dikebut. Untuk 2018 ini, Kemeterian ATR/BPN menargetkan pengukuran 8,394 juta bidang tanah secara nasional. Toh, dengan mengantisipasi berbagai masalah yang timbul di lapangan, Kementerian ATR/BPN memperkirakan jumlah yang dapat diterbitkan sertifikatnya sekitar 7,843 juta bidang tanah.

Dalam pelaksanaan program PTSL tersebut, Kementerian ATR/BPN melibatkan pula Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Desa (Kemendes). Di daerah tentu ada pelibatan pemerintahan kabupaten (pemkab) serta pemerintah kota (pemkot). Karenanya, tidak seluruhnya bisa gratis. 

Peserta Program PTSL itu dikenai biaya persiapan yang besarannya ditetapkan melalui SKB Tiga Menteri (Menteri ATR/BPN, Mendagri dan Mendes). Besarannya bisa berbeda dari sat uke daerah yang lain. Untuk Kabupaten Painan, Sumatra Barat, misalnya, peserta Program PTSL dikenai biaya Rp250.000. Tak ada lagi biaya plus-plus. Dengan ongkos Rp250.000 itulah 4.650 peserta Program PTSL menerima sertifikatnya di Kantor BPN Painan Maret lalu. 

Sedangkan di Kabupaten Pamekasan, Madura, tarifnya hanya Rp150 ribu yang dikuatkan melalui SD Bupati. Biaya itu digunakan untuk pengadaan patok tanah, materai dan pemberkasan. Kisah sertifikasi dengan biaya berjuta-juta pun tak terdengar lagi.