Indonesia.go.id - Potensi Sumber Daya Ikan Semakin Besar

Potensi Sumber Daya Ikan Semakin Besar

  • Administrator
  • Kamis, 25 April 2019 | 01:11 WIB
PENEGAKAN HUKUM
  Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti turun langsung ke laut dalam operasi pemberantasan illegal fishing di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, Senin (15/4/2019). Sumber foto: Dok KKP

Tindakan tegas terhadap pencurian ikan (illegal fishing) bertujuan agar sumber daya ikan dapat terus dinikmati oleh generasi saat ini dan generasi mendatang.

Masalah pencurian ikan di kawasan laut Indonesia masih menjadi kendala bangsa ini untuk mengatasinya. Upaya sikap tegas, bahkan dengan menenggelamkan 488 kapal pencuri ikan dalam empat tahun terakhir ini, ternyata tak membuat efek jera bagi pelakunya.

Wajar saja wilayah perairan Indonesia menjadi incaran pelaku illegal fishing. Bayangkan potensi ekonomi maritim negara ini sangat luar biasa, termasuk di sektor perikanan. Potensinya ada ribuan triliun. Namun yang hilang pun juga cukup besar, yakni Rp300 triliun.

Benar. Itu semua disebabkan oleh illegal fishing, terutama oleh kapal-kapal asing. Komitmen pemerintah dalam konteks praktik itu cukup jelas sesuai dengan Nawacita, yakni pemberantasan illegal, unregulated, and unreported fishing (IIU).

Pelbagai kebijakan strategis untuk pemberantasan illegal fishing pun dikeluarkan. Beberapa langkah itu, antara lain, penguatan lembaga pengawasan laut dengan membentuk Badan Keamanan Laut (Bakamla)—bertanggung jawab pengawasan kegiatan di laut termasuk pencegahan illegal fishing.

Tidak itu saja. Agar ada efek jera terhadap pelaku illegal fishing, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga melakukan tindakan tegas dengan cara menenggelamkan kapal pelaku illegal fishing dengan bantuan TNI-AL.

Sebagai gambaran, selama empat tahun terakhir sudah ada 488 kapal illegal fishing yang sudah ditenggelamkan. Tahun ini hingga 9 April 2019, kementerian itu telah menangkap 38 kapal perikanan illegal. Dari total itu, sebanyak 28 berasal dari kapal ikan asing dan 10 kapal perikanan Indonesia.

Tak dipungkiri, pekerjaan pengawasan praktik illegal fishing tidaklah mudah. Bayangkan, potensi yang besar itu tersebar di perairan laut seluas 5,8 juta Km2 terdiri dari luas laut terioritorial 0,3 juta Km2, luas perairan kepulauan 2,95 juta km2, dan luas zona ekonomi ekslusif Indonenesia 2,55 juta Km2.

Data Kementerian Kelautan dan Perikanan sesuai dengan Kepmen KP No. 50/Kepmen-KP/2017, menyebutkan potensi lestari sumber daya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 12,54 juta ton per tahun. Potensi itu tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEE. Artinya butuh kerja ekstra untuk mengamankan kekayaan maritim negara ini.

Dalam satu kesempatan ketika terlibat dalam operasi pemberantasan illegal fishing di perairan Laut Natuna Utara, Provinsi Kepulauan Riau, pada 15-16 April 2019, dari atas kapal KRI Usman Harun, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada seluruh awak KRI Usman Harun atas kerja kerasnya menangkap kapal-kapal perikanan ilegal di Laut Natuna Utara.

“Saya bangga atas kerja keras para petugas di laut yang gagah berani menangkap kapal asing ilegal, walaupun medan dan tantangan yang dihadapi tidak mudah,” ungkapnya seperti dikutip dari siaran pers KKP.

Menteri Susi pun menyampaikan bahwa pemerintah memiliki tujuan yang sama untuk memberantas illegal fishing dari perairan Indonesia agar sumber daya ikan dapat terus dinikmati oleh generasi saat ini dan generasi yang akan datang.

Butuh Kerja Bersama

Bila diperbandingkan, luas wilayah Indonesia beserta lautanya, negara ini mirip dengan luas Amerika Serikat yang membentang dari pantai barat ke pantai timur. Artinya, sangatlah luas.

Dalam penangangan illegal fishing, Indonesia butuh kerja sama untuk menanggulangi praktik pencurian ikan itu. Di antara negara-negara di Asean sebenarnya sudah ada kesepakatan untuk penanganan tindak illegal, unreported,unregulated (IUU) fishing.

Seperti disampaikan Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP KKP) Agus Supriyono, Indonesia sebenarnya telah kesepakatan bersama dengan negara-negara anggota Regional Plan of Action to Promote Responsible Fishing Practices including Combating IUU Fishing in the Southeast Asia Region (RPOA-IUU).

“Ini kan semacam kesepakatan yang disepakati bersama. Inilah yang mau kita fokuskan ke RPOA nanti di pertemuan berikutnya. Ini baru proses kita bargaining,” kata Agus.

Dia menjelaskan bahwa sejauh ini, keseriusan terkait pemberantasan IUU fishing oleh negara-negara anggota RPOA masih bersifat sukarela atau voluntary. Ke depan, diharapkan bisa terbentuk suatu komitmen bersama untuk benar-benar memberantas IUU Fishing baik melalui sanksi yang disepakati bersama maupun upaya lainnya.

Upaya tegas dan keras terhadap praktik illegal fishing ini telah membuahkan hasil meskipun tidak hilang 100%. Paling tidak, pelaku pencurian ikan kini mulai agak jera. Imbas dari mulai berkurangnya pencurian itu tentu mulai meningkatkan sumber daya perikanan negara ini.

Di sisi lain, akibat diperketatnya pengeluaran ikan dari wilayah Indonesia, termasuk melalui tindakan tegas bahkan hingga menenggelamkan kapal, membuat pasokan ikan ke negara-negara tetangga tidak semelimpah dulu.

Tentu stok negara-negara penampung ikan curian menjadi terbatas. Namun, kebutuhan pangan juga makin naik. Pemenuhannya bisa dua cara, secara legal atau ilegal.

Wajar saja, Menteri Koordinator Bidang Maritim Luhut B. Pandjaitan pun mewanti-wanti perlunya menyebutkan penguatan pengawasan di perbatasan Indonesia menjadi penting, khususnya di daerah-daerah yang dikenal kaya ikan seperti Natuna.

“Keseluruhan program penguatan penjagaan kawasan perikanan di Natuna ini rencananya akan dijalankan pada kuartal III tahun ini,” ujar Luhut.

Masih maraknya pencurian ikan secara ilegal tetap harus terus diwaspadai. Pasalnya, praktik itu akan terus berlangsung sepanjang ada permintaan. Kebijakan  pemerintah yang tegas terhadap praktik ilegal sudah benar karena ini menyangkut kedaulatan wilayah negara yang tetap harus dilindungi dan diamankan. (F-1)