Indonesia.go.id - Kembalinya Sahabat Lama Indonesia

Kembalinya Sahabat Lama Indonesia

  • Administrator
  • Senin, 9 Januari 2023 | 17:00 WIB
BILATERAL
  Presiden RI Joko Widodo menyambut kunjungan resmi Perdana Menteri (PM) Malaysia, Dato’ Seri Anwar bin Ibrahim, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Senin, 9 Januari 2023. Kunjungan ini merupakan kunjungan resmi pertama PM Anwar Ibrahim sejak dilantik pada 24 November 2022 lalu. Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr
Perdana Menteri Anwar Ibrahim diharapkan dapat memperkuat jalinan Indonesia-Malaysia dan meningkatkan kerja sama kedua negara.

Menjelang tutup tahun 2022 Menteri Luar Negeri Retno Lestari Marsudi menyampaikan sebuah pengumuman soal rencana kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim ke Jakarta. Demikian disampaikan Retno dalam sebuah pernyataannya usai mendampingi sejawatnya, Menlu Malaysia Zambry Abdul Kadir, bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (30/12/2022).

Indonesia akan menjadi negara pertama yang dikunjungi perdana menteri kesepuluh negara jiran itu, usai dilantik Raja Malaysia Yang Dipertuan Agung Sultan Abdullah, pada 24 November 2022. Presiden Joko Widodo pun menjadi pemimpin asing pertama yang menelepon dan mengucapkan selamat kepada Dato Anwar, hanya beberapa saat setelah dilantik.

Bahkan di hari pelantikannya, tagar PM Malaysia sempat menjadi trending di linimasa Twitter Indonesia. Sedangkan dalam akun Instagram­-nya, Presiden Jokowi menulis bahwa mantan wakil perdana menteri periode 1993-1998 itu merupakan tokoh yang sudah lama dikenal luas dan dihormati oleh rakyat Indonesia.

"Saya berharap kedekatan tersebut membuat hubungan dua negara serumpun semakin kokoh di semua bidang, terutama dalam bidang ekonomi, perbatasan, dan perlindungan warga negara," ucap Presiden Jokowi.

Tentu saja apa yang dinyatakan Presiden Jokowi bukan tanpa alasan. Di sektor ekonomi, pada 2021, Indonesia menjadi mitra dagang global terbesar ketujuh Malaysia, atau terbesar ketiga di ASEAN, di bawah Singapura dan Thailand. Kantor Kementerian Perdagangan Internasional dan Industri setempat menyebutkan, nilai perdagangan kedua negara adalah sebesar RM95,31 miliar atau sekitar Rp337,80 triliun.

Sedangkan di periode Januari--November 2022, angka itu sudah mencapai RM120,26 miliar (Rp427,44 triliun), sehingga menempatkan Indonesia di urutan keenam mitra dagang global terbesar dan kedua terbesar di ASEAN untuk Malaysia. Pencapaiannya pun naik sekitar 41,7 persen dari periode sebelumnya.

Sebaliknya, mengutip data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal, per kuartal ketiga 2022, Malaysia masuk lima besar negara paling banyak berinvestasi di Indonesia yakni sebesar USD2,2 miliar (Rp34,1 triliun).

 

Incar IKN

Direktur Promosi Wilayah Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, dan Pasifik Kementerian Investasi/BKPM Saribua Siahaan, seperti dilansir Antara, menyebut bahwa para pengusaha Malaysia juga tertarik untuk berinvestasi di Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. Saribua berujar, para investor jiran melihat adanya potensi besar IKN yang akan berdampak kepada Malaysia ke depan. Rencananya, ada 11 investor Malaysia turut berpartisipasi dalam pengembangan IKN. 

Kendati demikian, dalam kurun lima tahun yaitu 2017--2021, total nilai perdagangan kedua negara tumbuh 2,58 persen. Angka itu semakin laju saat era pandemi dari awalnya USD15 miliar (Rp232,5 triliun) di 2020 menjadi USD21 miliar (Rp325,5 triliun) setahun kemudian. Sempat defisit di periode 2014-2017, sejak 2018 Indonesia mulai menikmati surplus sampai saat ini.

Mayoritas ekspor Indonesia ke negara serumpunnya itu, menurut Badan Pusat Statistik, didominasi oleh batu bara, minyak kelapa sawit, dan timah mentah. Indonesia sendiri mengimpor mesin-mesin dan barang elektronik. Jika dilihat sekilas, mayoritas ekspor Indonesia adalah komoditas industri hulu dan tengah, sedangkan Malaysia mengekspor barang-barang industri tengah dan hilir.

Indonesia dan Malaysia juga memiliki masalah dalam perbatasan bersama di darat dan laut. Saat ini, perbatasan darat kedua negara mencapai lebih dari 2.000 kilometer, mulai di Tanjung Datu yang ada di barat Pulau Kalimantan hingga Pulau Sebatik di sebelah timur. Perbatasan laut dengan Malaysia terbagi menjadi empat segmen, yaitu di Selat Malaka, Selat Singapura bagian timur, Laut Natuna Utara, dan Laut Sulawesi.

Terdapat tujuh titik bermasalah (outstanding boundary problems/OBP), yaitu Batu Aum, Gunung Raya, Sungai Buan/Gunung Jagoi, D 400, Pulau Sebatik, Sungai Sinapad, dan B 2700–B 3100. Indonesia juga sudah mengajukan satu OBP tambahan kepada Malaysia, yaitu Tanjung Datu.

Sedangkan untuk perbatasan laut, kedua negara masih belum menyepakati beberapa segmen, baik laut teritorial, zona ekonomi eksklusif, maupun landas kontinen. Peneliti dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Sandy Nur Ikfal Raharjo mengutarakan, urusan perbatasan tidak hanya seputar garis batas antarnegara. Melainkan, menyangkut pula masyarakat yang hidup di wilayah tersebut, di mana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka acap melakukan aktivitas lintas batas baik secara legal, ilegal, dan tradisional.

"Kedua pemimpin negara perlu lebih banyak bekerja sama dalam membangun wiayah perbatasannya. Termasuk mempercepat proses revisi berbagai pejanjian lintas batas (border crossing agreement) yang memfasilitasi kegiatan penduduk lokal di perbatasan," kata Sandy.

Satu hal lagi yang perlu perhatian khusus kedua pemimpin adalah masalah pekerja migran Indonesia (PMI). Data Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur mencatat, sampai Mei 2021 ada sekitar 2,94 juta warga negara Indonesia (WNI) berada di Malaysia. Sekitar 1,6 juta orang di antaranya PMI, dan separuhnya berstatus PMI ilegal atau oleh Malaysia disebut sebagai Pekerja Asing Tanpa Izin (PATI).

Status sebagai PATI akan menyulitkan Pemerintah Indonesia untuk melakukan perlindungan hukum kepada warganya. Utamanya ketika mengalami masalah ketenagakerjaan di jiran yang dapat berujung penahanan di jeruji besi. Ketika diwawancarai Prisma, Anwar Ibrahim pernah mengakui kalau kehidupan di jeruji tahanan Malaysia kerap memberi penderitaan bagi para PATI asal Indonesia.

"Saya waktu itu menyaksikan sendiri keadaan mereka ketika berada di dalam penjara. Mereka dipukul dan menjerit-jerit. Saya lewat di depan mereka yang sedang dicambuk. Mereka menjerit, 'Pak Anwar tolong kami.' Coba bayangkan apa perasaan saya," kata Anwar dalam wawancara tersebut.

 

Pro Indonesia

Pria kelahiran Cheok Tok Kun, Bukit Mertajam, Pulau Penang, 10 Agustus 1947 itu tentu tak sembarangan berucap. Karena ia pernah dijebloskan ke hotel prodeo sebanyak tiga kali oleh rezim berkuasa Malaysia. Kala itu, ia sempat mengusulkan PATI yang terkena razia pekerja ilegal agar dipulangkan ke negara asal dan bukan dikirim ke penjara untuk kemudian disiksa, termasuk dicambuk.

Oleh sebab itu, di bawah kepemimpinan Dato Anwar, seperti disarikan dari pertemuan menlu kedua negara, Malaysia akan mempertegas penegakan hukum terhadap setiap perlakuan buruk atau tindak kriminal yang dialami oleh PMI. Selain itu pentingnya pemenuhan hak-hak para pekerja asal Indonesia termasuk hak finansialnya oleh Malaysia.

Yang tak kalah penting, upaya memperhatikan hak atas pendidikan dan layanan kesehatan termasuk untuk anak-anak PMI. Indonesia pun berharap One Channel System untuk perekrutan dan penempatan pekerja migran dapat berjalan baik.

Bukan rahasia lagi jika Dato Anwar Ibrahim begitu dekat dengan Indonesia. Bahkan ia sampai dicap tidak nasionalis oleh Najib Tun Razak ketika berkuasa, karena sangat pro-Indonesia. Dalam susunan kabinet bentukannya yang diumumkan 2 Desember 2022, dua menteri keturunan Indonesia turut diajak bergabung. Yaitu Wakil PM Ahmad Zahid Hamidi, yang orang tuanya asli Jawa, serta Menteri Dalam Negeri Saifuddin Nasution bin Ismail, asli Mandailing, Sumatra Utara.

Sejumlah kebijakan politik yang ditelurkan Anwar banyak berkaca terhadap apa yang telah lebih dulu dijalankan di Indonesia. Misalnya, memberikan bantuan hibah kepada masyarakat kelompok ekonomi lemah. Ini mirip dengan pola bantuan langsung tunai di Indonesia.

Kedekatan putra pasangan politisi Ibrahim Abdul Rahman dan Che Yan Abdul Hamid Hussain ini dengan Indonesia sudah terjalin sejak lama. Tepatnya, ketika duduk di bangku kuliah era 1960-an, ia pernah menjadi mahasiswa tamu di Institut Teknologi Bandung. Pengelanaan itu sempat membawanya belajar seluk beluk organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Pekalongan, Jawa Tengah, pada 1967.

Hasilnya, saat kembali ke negaranya, suami Wan Azizah Wan Ismail itu mendirikan organisasi pemuda Muslim bernama ABIM di akhir 1960-an dan Gerakan Pemuda Muslim Malaysia pada 1981. Ia pun mengaku mengagumi pemikiran tokoh-tokoh Islam Indonesia, seperti Muhammad Natsir, Buya Hamka, dan Nurcholish Madjid. Bersama Cak Nur, sapaan Nurcholish, Anwar mendirikan Persatuan Pelajar Islam Asia Tenggara. 

Banyak pihak meyakini, di tangan Anwar Ibrahim, hubungan Malaysia dan Indonesia akan semakin erat dan kuat. Salah satunya pendiri sekaligus Ketua Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Dino Patti Djalal. Mantan Menteri Luar Negeri itu menyebut, Anwar sebagai sahabat lama Indonesia. Ia memprediksi, hubungan bilateral kedua negara dapat makin meningkat.

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari