Keberadaan drone-drone liar melanggar sejumlah regulasi hukum yang ada dan berpotensi membahayakan kegiatan yang ada di bawahnya.
Ajang balap MotoGP di Sirkuit Internasional Jalan Raya Pertamina Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) telah mengangkat nama Indonesia sebagai salah satu negara tujuan wisata olahraga kelas dunia. Betapa tidak, perhelatan besar dengan penggemar lebih dari 2,5 miliar orang di seluruh dunia tersebut digelar di sebuah kawasan pariwisata khusus berpemandangan indah, paduan dari birunya air laut dan hijaunya perbukitan Mandalika.
Pantas saja jika kemudian Dorna Sports sebagai promotor MotoGP menyebut lintasan balap sepanjang 4,31 kilometer tersebut sebagai sirkuit terindah di dunia. Sejumlah pebalap pun mengungkapkan kekagumannya terhadap sirkuit yang dipeluk beberapa bukit hijau dengan beragam komentar di akun media sosial mereka.
Kekaguman terhadap pemandangan indah di sekeliling sirkuit yang memiliki 17 tikungan itu semakin diperkuat lewat unggahan ke media sosial Youtube oleh para penggemar pesawat nirawak atau drone setempat. Melalui puluhan unggahan, kita dapat menyaksikan apa yang terjadi di sekitar sirkuit seperti persiapan yang dilakukan oleh pemerintah dalam membangun akses jalan baru Kuta-Ruak menjadi empat jalur. Lalu ada juga tayangan soal penyelesaian fasilitas pendukung di dalam sirkuit dan lain sebagainya.
Memang mengasyikkan menonton tayangan-tayangan tersebut, apalagi sebagian turut mengeksplorasi dari udara keindahan posisi sirkuit di antara laut dan perbukitan. Tetapi dari aspek keamanan, terbangnya drone-drone tersebut justru memberi dampak lain terutama saat hari-hari dimulainya perhelatan Pertamina Grand Prix of Indonesia, demikian nama resmi balap MotoGP yang digelar di Sirkuit Mandalika.
Hal ini disampaikan Inspektur Dua Polisi Reldo Indey dari Bidang Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) Skadron Korps Brimob Polri, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Ia bersama 10 personel sejak Selasa (15/3/2022) bertugas di bawah kendali operasi (BKO) Kepolisian Daerah NTB untuk memantau keberadaan drone-drone yang terbang di atas langit Sirkuit Mandalika.
Menurut Reldo, keberadaan drone, terutama yang tidak mendapat izin dari aparat, akan membahayakan aktivitas di sekitar lingkungan sirkuit seperti di titik evakuasi di mana ada helikopter yang bersiaga. Lalu ada aktivitas balapan di lintasan atau mengganggu jalur penerbangan heli khusus milik pengelola sirkuit yang bertugas menayangkan jalannya lomba MotoGP dari udara.
Drone-drone liar tersebut secara hukum melanggar sejumlah aturan seperti Undang Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2018, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 37 Tahun 2020. Secara umum dalam regulasi itu disebutkan bahwa keberadaan drone tidak diizinkan di area larangan terbang, kawasan terbatas, dan kawasan bandar udara.
Reldo dan pasukannya memantau dari dua titik, dari kawasan puncak Bukit Rangkap berketinggian sekitar 100 meter dan di dalam sirkuit. "Semua personel yang bertugas di sini memiliki kualifikasi khusus di bidang TIK terutama untuk drone," ujar Reldo.
Pihaknya membawa dua jenis alat anti drone, yakni Skyhawk dan Fortuna, seluruhnya berteknologi paling canggih yang pernah ada dan didatangkan khusus dari Amerika Serikat. Alat-alat tersebut dapat digerakkan dengan tenaga baterai dan juga listrik bergantung kondisi di lapangan.
Setiap drone yang terbang di langit Mandalika akan langsung terpantau oleh radar aktif milik Brimob Polri dilengkapi antena pemancar mini yang terpasang di atas bukit dan di dalam sirkuit. Kemudian radar akan langsung membaca data si pesawat tanpa awak itu, mulai dari nomor seri, jenis, warna drone.
Hal itu dilakukan untuk dicocokkan, apakah terdaftar sebagai drone yang telah mengantongi izin resmi dari pihak PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Indonesia Tourism Development Corporation/ITDC) dan aparat atau tidak. Jika tidak berizin, maka drone tersebut segera dilumpuhkan.
Caranya, setelah radar mengetahui posisi drone, maka pasukan Reldo segera mengeluarkan alat pengacak sinyal (anti drone jamming) ke unit yang dimaksud. Dengan memanfaatkan teknologi sinyal gelombang elektromagnetik, alat jamming tersebut bekerja untuk melakukan dua penindakan.
Pertama, memutus sinyal antara pengendali jarak jauh (remote control) drone dengan unitnya agar benda terbang dengan 4-8 baling-baling itu kembali kepada pemiliknya. Atau jika memakai alat yang mampu membuat sistem global positioning system (GPS) drone tersebut hilang atau terputus, maka si pesawat akan dipandu untuk langsung mendarat (landing) di titik terdekat di darat.
Drone tersebut kemudian akan diamankan sementara, sambil aparat membuka komunikasi dengan pemiliknya agar segera diambil serta dinasehati. "Kami tidak pandang bulu, meskipun ada drone milik panitia MotoGP terbang dan tidak dapat izin dari kami, maka kami akan langsung melakukan penindakan karena ini sesuai dengan SOP kami di kepolisian,” ungkapnya.
Reldo menyebutkan, sudah ada 25 unit drone dalam berbagai tipe dan merek telah dilumpuhkan pihaknya sejak Selasa (15/3/2022). Rupanya aktivitas pelumpuhan drone ini bukan sekali ini saja dilakukan pihak Reldo dan timnya.
Mereka juga telah diminta oleh Polda NTB untuk melakukan kegiatan sejenis sejak perhelatan World Superbike, November 2021 dan tes resmi pramusim MotoGP, Februari 2022 di lokasi yang sama, Sirkuit Mandalika.
Mereka juga kerap dilibatkan untuk berbagai kegiatan pengamanan udara terbatas, khususnya dalam hal menjinakkan drone seperti aksi demonstrasi di sejumlah tempat di Jakarta, acara-acara khusus yang memakai kawasan Monumen Nasional sebagai lokasinya, atau dalam beberapa operasi penegakan hukum di Papua.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Elvira Inda Sari