Indonesia.go.id - Sejarah Panjang Sepak Bola di Empat Kota

Sejarah Panjang Sepak Bola di Empat Kota

  • Administrator
  • Selasa, 28 November 2023 | 17:36 WIB
SEPAK BOLA
  Foto udara Stadion Si Jalak Harupat di Kutawaringin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. ANTARA FOTO/ Raisan Alfarisi
Bandung, Jakarta, Solo, dan Surabaya menyimpan kisah menarik dari perjalanan sepak bola, olahraga yang diminati oleh 70 persen masyarakat Indonesia.

Pentas sepak bola bertajuk Piala Dunia U-17 tahun 2023 di Indonesia telah membuat mata para penggemar sepak bola internasional tertuju kepada negara dengan 17.000 pulau ini. Sebanyak 24 negara menjalani 52 laga sejak 10 November 2023 hingga 2 Desember 2023. Ke-52 pertandingan tersaji dari babak penyisihan grup hingga babak final.

Seluruh laga digelar di empat kota yang telah menyiapkan stadion terbaik mereka untuk turnamen resmi versi Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional atau FIFA untuk para pesepak bola usia 17 tahun dari lima benua. Keempat stadium meliputi Si Jalak Harupat di Bandung, Jakarta International Stadium di Jakarta, Manahan di Solo, dan terakhir adalah Gelora Bung Tomo di Surabaya.

Selain memiliki infrastruktur sepak bola memadai sehingga terpilih sebagai pelaksana dari turnamen dua tahunan ini, keempat kota tersebut memiliki tradisi dan sejarah panjang di sepak bola. Bahkan telah ada sebelum republik ini merdeka. Hal itu ditandai dengan kehadiran kesebelasan berusia di atas satu abad.

Beberapa masih berdiri sampai sekarang dan menjelma menjadi magnet sepak bola di tanah air seperti Persib Bandung, Persija Jakarta, Persis Solo, dan Persebaya Surabaya. Setiap kali klub-klub tadi berlaga, puluhan ribu pendukungnya bakal memadati stadion.

 

Bandung

Di kota sejuk yang dikelilingi beberapa gunung termasuk Tangkuban Perahu tersebut, sepak bola telah berkembang sejak lebih dari satu abad silam.

Seperti ditulis Uitgever W. Berrety dalam bukunya 40 Jaar Voetbal in Ned. Indie 1894-1934, disebutkan bahwa Bandoengsche Voetbal Club (BVC) menjadi klub sepak bola pertama di Bandung yang berdiri pada tahun 1900. Masyarakat termasuk anak-anak mudanya antusias menyambut klub pertama di kota berjuluk Paris van Java itu. Lokasi latihannya saat ini telah menjadi Alun-alun Bandung.

Dua tahun setelahnya, berdirilah Uni dan Sidolig, dua klub legendaris di Kota Kembang. Klub Sidolig didirikan oleh Frans Sidolig dan menjadi satu-satunya klub saat itu yang mampu membangun stadion pada 1903 dan masih berdiri kokoh sampai hari ini.

Pada April 1904, digelar sebuah turnamen sepak bola di Bandung dan menjadi salah satu yang pertama di Pulau Jawa. Hampir 20 tahun kemudian, berdirilah Bandoeng Inlandsche Voetbalbond (BIVB) pada 1923 sebagai wadah bagi klub-klub di Bandung.

BIVB membidani kelahiran Persib Bandung pada 14 Maret 1933. Persib selama berpuluh tahun menjadikan Stadion Sidolig sebagai kandang.

 

Jakarta

Kota yang semula bernama Batavia juga memiliki sejarah perkembangan sepak bola yang tak kalah menarik. Bermula dari berdirinya Rood-Wit, sebuah klub sepak bola yang didirikan pada 28 September 1893 dan diakui secara hukum pada Mei 1894. Klub ini tercatat sebagai tim sepak bola pertama yang berdiri di Nusantara saat itu. Dalam perkembangannya, klub ini hanya menerima pemain dari Hindia Belanda saja.

Oleh sebab itu, tokoh muda Batavia kala itu, Mohammad Husni Thamrin menggagas dibentuknya Voetbalbond Indonesische Jacatra (VIJ) pada 1928. VIJ ini bermarkas di sebuah lapangan di bilangan Petojo, dan sekarang dikenal sebagai Stadion VIJ serta dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. VIJ juga menjadi bentuk perlawanan masyarakat Betawi terhadap diskriminasi oleh kolonial di dunia sepak bola.

Klub ini dalam kompetisi perserikatan pada 1931, 1933, 1934, 1938 mampu merebut juara dengan mengandalkan bakat-bakat pribumi. Belakangan, pada 1950 VIJ diubah namanya menjadi Persatuan Sepak Bola Jakarta atau Persija dan memindahkan markas mereka ke Stadion Menteng, yang didirikan Voetbalbond Indische Omstreken Sport (Viosveld) pada 1921.

 

Solo

Seperti dikutip dari website resmi Pemerintah Kota Surakarta, sepak bola mulai manginjakkan kaki di tanah Solo pada 1906 yang dibawa oleh prajurit Hindia Belanda. Benteng Vastenburg menjadi saksi bisu berdirinya organisasi sepak bola pertama buatan Hindia Belanda, Vosterlandsche Voetbalbond Soerakarta, atau lebih dikenal sebagai VBS. 

Seturut kemudian, sejumlah tokoh pribumi juga mendirikan klub sejenis. Ada bermacam-macam namanya. Misalnya klub Romeo singkatan dari Riwe Onggo Marsoedi Eko Oetomo dan berisi keluarga keraton Kasunanan Surakarta. Ada pula MARS, de Leeuw, Hizboel Waton, dan Sport. Secara berkala, pihak keraton menggelar pertandingan diikuti oleh klub-klub tadi di kawasan Alun-alun Solo.

Para pegiat sepak bola di Solo bersepakat untuk mendirikan wadah pada 8 November 1923 bernama Vorsterlandsche Voebalbond (VVB), yang kemudian bermetamorfosis menjadi Persatuan Sepak Bola Indonesia Surakarta (Persis) pada 1933.

 

Surabaya

Dalam buku 40 Jaar Voetbal in Ned. Indie 1894-1934 karya Uitgever W. Berrety, disebutkan bahwa sejarah sepak bola di Kota Pahlawan Surabaya sudah dimulai sejak didirikannya klub Victoria oleh pemuda Hoogere Burger School bernama John Edgar pada 1895.

Berturut-turut muncul nama lain seperti Rapiditas, Sparta, THOR (Thot Heil Onzer Ribben), dan SIOD (Scorens In Ons Doel). Pada 1907, mereka membuat organisasi Oost Java Voetbalbond (OJVB) dan berganti rupa menjadi Soerabajasche Voetbalbond (SVB).

Menurut pemerhati olahraga Rojil Nugroho Bayu Aji dalam buku Mewarisi Sepakbola, Budaya dan Kebangsaan Indonesia, para pegiat sepak bola lokal seperti Pamoedji dan Paidjo mendirikan Soerabajasche Indonesiche Voetbalbond (SIVB) pada 18 Juni 1927.

Belakangan, nama SIVB diubah menjadi Persatuan Sepak Bola Surabaya (Persebaya) dan ikut mendirikan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).

Persebaya tak hanya beranggotakan klub-klub lokal milik pribumi saja. Klub-klub yang didirikan oleh kolonial dan masyarakat Tionghoa pun turut melebur diri bersama Persebaya.

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari