Indonesia.go.id - Mengungkap Sejarah Pulau Onrust, dari Benteng hingga Tempat Karantina Wabah

Mengungkap Sejarah Pulau Onrust, dari Benteng hingga Tempat Karantina Wabah

  • Administrator
  • Kamis, 18 Januari 2024 | 07:02 WIB
BUDAYA
  Peneliti Arkeologi melakukan penggalian benda bersejarah di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. DISKOMINFOTIK Provinsi DKI Jakarta
Pulau Onrust menyimpan perjalanan panjang kisah masa lampau dari perkembangan Jakarta menjadi kota perdagangan modern. Penjelajah James Cock menyebut Onrust sebagai lokasi galangan kapal terbaik di dunia yang pernah ada di eranya.

Debur ombak dan embusan angin kencang menerpa siapa saja yang singgah di Pulau Onrust, satu di antara 110 pulau dalam gugusan pulau di Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pulau seluas 8,22 hektare tersebut begitu asri dan tenang karena tidak berpenghuni. Hanya ada kicau burung aneka jenis bersarang di pucuk pohon bakau di tepi pulau.

Pulau ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 2209 Tahun 2015 tentang Penetapan Gugusan Pulau Onrust, Pulau Cipir, Pulau Kelor, dan Pulau Bidadari di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Penetapan ini karena kisah sejarah masa lampau yang tersimpan di dalamnya.

Onrust dalam bahasa Belanda bermakna tidak pernah istirahat meski sejumlah pihak menyatakan bahwa penamaannya diambil dari penghuni pulau saat ditemukan yakni Baas Onrust Cornelis van der Walck. Dalam sejumlah literasi sejarah disebutkan, sebelum ditemukan oleh bangsa Belanda, Onrust sudah lebih dulu menjadi lokasi berlibur favorit para bangsawan di Kerajaan Banten era 1522-an.

Pada masa kolonial awal abad ke-17, Onrust menjadi gudang perbekalan, tempat menyimpan rempah-rempah, serta galangan pembuatan dan perbaikan kapal-kapal yang melintas. Peralatan-peralatan berat dan canggih pada masa itu berpenggerak mekanis dari kincir angin dihadirkan di Onrust. Itu sebabnya penjelajah James Cock menyebutnya sebagai lokasi galangan kapal terbaik di dunia yang pernah ada di eranya. 

Status Onrust kembali berubah ketika pada tahun 1619 disulap menjadi basis pertahanan laut dan pusat pasukan kolonial di Nusantara. Pulau Onrust menjadi lokasi transit pasukan Belanda di mana mereka turut membangun benteng mengelilingi pulau. Perjalanan sejarah Onrust terus berlanjut pada era kolonial ketika dijadikan sebagai pulau karantina.

Terutama ketika wabah leptospirosis melanda Batavia dan membuat banyak warganya terjangkit dan terpaksa diungsikan ke Onrust. Onrust turut dijadikan lokasi karantina para jemaah haji asal Nusantara setiap mereka pulang dari Makkah, Arab Saudi. Penjajah Jepang sempat menjadikan Onrust sebagai penjara.

Seiring berjalannya waktu, sejarah Pulau Onrust hampir terlupakan karena minimnya dokumentasi sejarah yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Apalagi di pulau tersebut pengunjung hanya akan menjumpai sejumlah makam termasuk penguasa terakhir Onrust yakni Cornelis Vogel dan pemberontak Kartosuwiryo. Terdapat pula puing pondasi bangunan, bebatuan, dan bongkahan kayu jati besar, hingga beberapa buah meriam. 

Hal itulah yang menjadi alasan pemerintah melakukan ekskavasi arkeologi di pulau ini untuk menggali lebih dalam dan mengungkapkan jejak sejarah yang telah lama terpendam. Terlebih, kegiatan ekskavasi terakhir kali dilakukan di Onrust pada 1995 silam.

 

Mengungkap Sejarah

Ekskavasi terbaru dilakukan pada 8-22 November 2023 lalu dengan memanfaatkan teknologi pemindaian georadar. Tujuannya untuk mengungkap keberadaan benteng, jalan masuk dan keluar pulau di masa lampau, serta batas-batas bastion atau menara pengawas pada benteng pertahanan di Onrust mengacu kepada peta buatan JW Heydt buatan 1744.

Kegiatan tersebut dipimpin arkeolog senior dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI Jakarta, Candrian Attahiyat. Ia telah tiga kali melakukan penelitian di Onrust, yakni pada 1981, 1995 dan 2023. Objek yang diteliti merupakan struktur sisa fondasi benteng besar peninggalan kolonial Belanda pada tahun 1600-an. Fondasi benteng pertahanan tersebut terletak di susunan tanah paling bawah, sementara di atasnya ada sekitar tiga lapisan konstruksi yang dibangun pada dekade lain.

Benteng pertama di Pulau Onrust dibangun pada 1656 dengan bentuk persegi empat dan hanya dilengkapi dua bastion dengan courtine yang tidak panjang. Benteng awal ini dibongkar dan diperluas menjadi bangunan benteng besar secara bertahap dimulai pada 1671. Kemudian, benteng besar ini digambarkan dalam peta buatan Heiydt berbentuk segi lima dengan bastion pada masing-masing sudutnya. 

Para arkeolog telah menemukan sisa bangunan dan fondasi sisi utara, sisa struktur benteng, fasilitas umum, dan temuan lepas. Adapun ukuran ketebalan benteng mencapai 2 meter. Dari temuan ekskavasi, terlihat fondasi benteng tidak hanya dari batu dan karang, tetapi juga dari kayu. "Kami mendapatkan hasil ketebalan benteng ini 1,5-2 meter. Kami juga mendata kembali tiga bastion yang baru terungkap," ungkap Candrian seperti diberitakan Antara.

Kendati demikian, arkeolog Universitas Indonesia berusia 76 tahun ini memastikan semua hasil penelitian yang mereka dapatkan akan diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk diarsipkan dan pengembangan ilmu pengetahuan lebih lanjut.

 

Wisata Sejarah

Penelitian ekskavasi arkeologi ini merupakan salah satu bentuk persiapan Pemprov DKI Jakarta untuk menjadikan Pulau Onrust sebagai pusat wisata edukasi sejarah atau eduwisata. Menurut Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Iwan H. Wardhana, data dan fakta sejarah yang didapat adalah modal utama untuk menjalankan eduwisata Pulau Onrust kini dan di masa depan.

Untuk itu, pemerintah berkomitmen tidak melakukan pemugaran terhadap bangunan-bangunan sarat sejarah di Pulau Onrust sebagaimana rekomendasi dari tim ahli arkeologi untuk tujuan pelestarian. Tapi sebagai gantinya pemerintah dalam desain perencanaan bakal mengemas tampilan Pulau Onrust dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi berbasis digital, metavers dan virtual reality.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi pada 2022 lalu telah menetapkan kawasan tersebut sebagai Museum Arkeologi Onrust dan dikelola oleh Pemprov DKI Jakarta. Setahun usai ditetapkan sebagai museum, data kunjungan menunjukkan bahwa minat wisatawan, baik lokal maupun mancanegara terhadap sejarah kolonial Belanda terhitung tinggi.

Pada bulan Januari-Maret 2023, jumlah kunjungan mencapai 1.423-1.615 orang, diikuti oleh April-Juni bertambah menjadi 3.881-4.338 wisatawan atau meningkat hingga 50 persen ketimbang tahun sebelumnya. Ketua Satuan Pelaksana Pelayanan Museum Arkeologi Onrust Teuku Muhamad Rizki Ramadhan berharap, upaya ekskavasi yang dilakukan pemerintah dapat diikuti dengan perbaikan fasilitas seperti penyediaan listrik yang memadai dan peningkatan pemeliharaan. 

Melalui upaya pelestarian dan pengembangan, Pulau Onrust diharapkan dapat terus menjadi destinasi menarik bagi mereka yang ingin menjelajahi dan memahami lebih dalam warisan sejarah yang terkandung di pulau kecil berjarak 25 kilometer di utara Ibu Kota Jakarta ini.

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari