Indonesia.go.id - Menyusuri Jejak Kerajaan Kutai Martadipura dan Orang Basap

Menyusuri Jejak Kerajaan Kutai Martadipura dan Orang Basap

  • Administrator
  • Rabu, 28 Februari 2024 | 07:22 WIB
MUSEUM
  Situs Kerajaan Kutai Martadipura. WIKI COMMON
Kolam ikonik berbentuk naga di Museum Mulawarman melambangkan perjalanan hidup dan penjaga alam semesta.

Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, semakin dikenal setelah sebagian wilayahnya masuk dalam area Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Jauh sebelum terpilih menjadi bagian IKN, nama “Kutai Kartanegara” sudah terkenal sejak lama dan menyimpan sejarah panjang.

Kutai Kartanegara memiliki cerita-cerita legenda yang menarik dijadikan daya tarik wisata storynomics tourism. Storynomics tourism merupakan pendekatan pariwisata yang mengedepankan narasi, konten kreatif, living culture, dan menggunakan kekuatan budaya untuk mengenalkan suatu destinasi wisata.

Adanya storynomics tourism yang menarik dari Kutai Kartanegara dapat memberikan pengalaman berwisata yang tak terlupakan. Baik itu dengan mendengar sejarah, hingga fakta budaya yang masih sangat kental dan lestari di Kutai Kartanegara. Lantas fakta budaya apa saja yang terdapat di daerah itu?

Di sana ada sebuah museum bernama Mulawarman, yang menyimpan banyak koleksi Kerajaan Hindu Kutai Martadipura, yang merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Berdiri sejak abad ke-4, Kerajaan Kutai Martadipura itu berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara.

Di Museum Mulawarman tercatat total ada sekitar 5.373 koleksi benda bersejarah. Mulai dari singgasana, pakaian kebesaran, tempat peraduan, tombak dan keris, kalung, hingga prasasti yupa.

Museum Mulawarman juga memiliki kolam ikonik berbentuk naga sebagai lambang perjalanan hidup dan penjaga alam semesta, yang diambil dari cerita legenda masyarakat Kutai Kartanegara. Di sisi kanan museum, wisatawan bisa mendapati areal makam para raja.

Sensasi suasana kerajaan Hindu tertua di Indonesia, kian dirasakan wisatawan Museum Mulawarman saat menikmati storynomics yang dikemas secara menarik.

Selain storynomics yang menarik tentang Kerajaan Hindu Tertua, legenda Kutai Kartanegara tak bisa dilepaskan dari lahirnya orang Basap. Cerita tersebut dimulai dari runtuhnya Kerajaaan Kutai Martadipura pada abad ke-14 dan memunculkan kerajaan baru, Kerajaan Kutai Kartanegara, di Tepian Batu atau Kutai Lapa.

Kerajaan dengan raja pertama yang bernama Aji Batara Agung Dewa Sakti itu dikenal memiliki hobi bermain sabung ayam (adu ayam) dan memiliki seekor ayam jantan bernama Perak Kemudi Besi. Konon, ayam peliharaan sang raja itu dikenal sakti dan mampu mengalahkan semua ayam milik para raja Jawa, Brunei, hingga ke Tiongkok.

Alkisah, kehebatan Perak Kemudi Besi itu mampu menciptakan tantangan bagi seorang pangeran Tiongkok untuk datang membawa 15 ekor ayam aduan miliknya ke Kutai Kartanegara. Pangeran Tiongkok itu pun berani memasang taruhan dengan nilai yang sangat fantastis, yakni 100 emas dan sebutir berlian untuk setiap ayam jago yang menang.

Maka pertarungan demi pertarungan pun dilangsungkan. Namun, ayam milik pangeran Tiongkok selalu keok menghadapi taji Perak Kemudi Besi. Hingga akhirnya, tinggal tersisa satu ayam. Dibalut rasa penasaran dan nafsu memenangkan taruhan, sang pangeran pun nekat memasang taruhan berupa wangkang (perahu besar) miliknya dan seluruh isinya.

Namun, malang tak dapat ditolak. Ayam ke-15 milik pangeran Tiongkok pun menggelepar meregang nyawa. Tak siap kehilangan wangkang dan seluruh isinya, sang pangeran segera melarikan diri dari arena sabung ayam tersebut. Alih-alih mengejar, Raja Kutai Kartanegara justru memilih untuk tetap berada di tempatnya.

Dengan aura penuh ketenangan dalam duduknya, Raja Kutai pun mulai melafalkan mantra-mantra. Hanya dalam hitungan sekejap, angin puting-beliung pun bergerak mendekati dan mendekap kapal milik sang pangeran Tiongkok. Alhasil, kapal itu terpaksa menepi dan sang pangeran memutuskan bersembunyi di sekitar kawasan Teluk Sangkulirang.

Berawal dari mencari lokasi yang aman untuk bersembunyi, pangeran Tiongkok itu akhirnya menetap di sana dan menikahi penduduk asli. Kisah itulah yang kemudian diyakini sebagai cikal-bakal keberadaan orang Basap, yakni keturunan Tiongkok yang menikah dengan Suku Dayak Punan.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari