Menteri Keuangan meningkatkan limit kartu kredit pemerintah menjadi Rp200 juta, dari yang sebelumnya Rp50 juta. Untuk pembayaran ke UMKM, boleh dipakai sampai batas maksimal.
Dalam bisnis itu kalau transaksi bisa berlangsung lebih cepat itu akan lebih baik. Bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), tagihan lebih cepat terbayar, modal akan lebih cepat berputar. Namun dalam bertransaksi dengan kantor pemerintahan, pembayaran sering tak secepat yang diharapkan. Ada prosedur birokrasi melalui bendahara satuan kerja (satker) instansi.
Untuk mempercapat pembayaran itulah kemudian diadakan kartu kredit pemerintah (KKP). Bentuk dan fungsinya tak berbeda dari kartu kredit biasa. Instansi yang berkepentingan sebelumnya menjalin perjanjian dengan bank pemerintah mitranya sebagai penjamin dan dikeluarkan kartu kredit dengan limit sesuai perjanjian. Mitra yang menjadi vendor instansi tinggal menyiapkan mesin electronic data capture (EDC) yang terhubung dengan bank penjamin yang merilis KK. Cepat dan sederhana.
Rupanya, penggunaan kartu kredit pemerintah itu dianggap efektif, aman, dan akuntabel. Maka, per Agustus 2021, setelah dipraktekkan sekitar tiga tahun, limit transaksi KKP kini dinaikkan menjadi Rp200 juta, dari yang sebelumnya hanya Rp50 juta, untuk sekali penerimaan pembayaran. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan yang diteken 27 Juli 2021.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendorong agar kemudahan pembayaran dengan KKP itu bisa dimanfaatkan untuk mendorong satker belanja lebih banyak ke pelaku UMKM, untuk pembayaran barang atau jasa yang biasa dilakukan dengan uang persediaan (UP). Sebut saja, belanja makanan, biaya perjalanan dinas, reparasi kendaraan, pembelian alat kerja, belanja barang lainnya, pemeliharaan bangunan, dan kebutuhan lainnya. Bahkan, transaksi sampai mentok ke pagu kredit pun diizinkan sejauh digunakan untuk pembelian produk UMKM.
Aturan penggunaan itu, selain dimaksudkan untuk mendorong belanja ke UMKM, juga bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, karena pembayaran menggunakan KKP akan mempermudah keperluan audit. Pemegang KKP harus menyimpan semua bukti pengeluaran atas penggunaan kartu kredit dan menyerahkannya kepada pejabat pembuat komitmen (PPK) sebagai dasar verifikasi, pembayaran tagihan, serta pertanggungjawaban uang persediaan
KKP itu tak ubahnya kartu kredit korporasi di perusahaan swasta. Tapi, KKP hanya diterbitkan bank pemerintah yang sekaligus bank rekening BP/BPP instansi ditempatkan. Kantor pusat bank tersebut melakukan kerja sama dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kemenkeu, untuk pengawasan dan pengendalianya. Kartu kredit pemerintah itu terdiri dari tiga jenis, yakni KKP untuk belanja operasional, belanja modal, dan belanja perjalanan dinas jabatan.
Pemakaian kartu kredit oleh satker kementerian dan lembaga negara (K/L) pun akan mempercepat pelaksanaan kegiatan satker yang bersangkutan. Pelaksana kegiatan (PPK dan pejabat pengadaan atau pegawai) tak perlu harus menunggu uang dari bendahara pengeluaran untuk melaksanakan aktivitasnya.
Sebagai contoh, penyidik KPK atau Kepolisian dalam pelaksanaan tugasnya tentu banyak melakukan perjalanan dinas. Dengan adanya KKP maka pelaksanaan tugasnya akan lebih efektif karena tidak perlu selalu meminta uang operasional kepada bendahara dan juga tak perlu banyak membawa uang kas, karena semua keperluannya terkait tugas seperti pembayaran tiket pesawat dan hotel bisa menggunakan KKP. Melalui penggunaan kartu kredit ini, jajaran pemerintah juga mendukung program meminimalisasi peredaran uang tunai (cashless society)
Pemakaian KKP ini dapat dilaksanakan secara transparan dan bertanggung jawab. Berbeda dengan kartu kredit perorangan, dalam pengelolaannya KKP dikawal administrator khusus. Mereka adalah pegawai/pejabat, yang ditunjuk untuk melakukan administrasi penggunaan dana KKP itu, bahkan memantau penggunaannya oleh pemegang kartu kredit. Administrator dapat mengaktifkan atau menonaktifkan kartu kredit.
Implementasi Kartu Kredit Pemerintah dapat menunjang likuiditas dan efisiensi kas negara. Selama ini uang negara yang berada di rekening kas bendahara amat besar. Saldo rata-rata kas bendahara atau sisa UP yang belum disetor mencapai ratuan miliar rupiah. Selama tahun anggaran UP yang di tangan bendahara, untuk menjamin pengeluaran oleh satker, tentu triliunan. Uang yang berada di kas bendahara pengeluaran tersebut tentunya bersifat idle untuk jangka tertentu.
Jauh akan memberikan manfaat jika uang tersebut bisa memberikan nilai tambah (add value) lewat penempatan-penempatan jangka pendek yang berisiko rendah di perbankan pemerintah. Dalam waktu yang bersamaan, pengeluaran satker bisa dibayar melalui kartu kredit pemerintah.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari