Indonesia.go.id - Taman Bumi Meratus dan Kebumen bukan Sekadar Warisan Alam dan Budaya

Taman Bumi Meratus dan Kebumen bukan Sekadar Warisan Alam dan Budaya

  • Administrator
  • Sabtu, 26 April 2025 | 20:26 WIB
TAMAN BUMI
  Membentang sepanjang ratusan kilometer, Pegunungan Meratus menjadi bukti pertemuan lempeng-lempeng bumi purba. KEMENPAR
Melalui taman bumi, Indonesia menunjukkan kepada dunia bahwa pelestarian lingkungan tidak hanya soal regulasi, tetapi juga narasi hidup masyarakat.

Setiap pengakuan internasional terhadap kekayaan alam Indonesia bukan hanya menjadi kabar baik, melainkan juga pengingat akan besarnya tanggung jawab untuk melestarikannya. Pada April 2025, Indonesia kembali menorehkan prestasi melalui pengakuan dua geopark nasional sebagai bagian dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO). Kali ini UNESCO Global Geoparks (UGGp) menetapkan Taman Bumi (Geopark) Kebumen di Jawa Tengah dan Geopark Meratus di Kalimantan Selatan.

Penetapan ini diumumkan pada Sidang ke-221 Dewan Eksekutif UNESCO di Paris, Prancis, 2-17 April 2025. Bersama 14 geopark dari berbagai negara, keduanya menambah daftar geopark global menjadi 229 situs di 50 negara. Bagi Indonesia, ini berarti sudah ada 12 geopark yang resmi diakui dunia, memperkuat posisi Nusantara sebagai negara megabiodiversitas dengan warisan geologi, budaya, dan ekosistem luar biasa.

“Pengakuan UNESCO ini merupakan bukti nyata kontribusi Indonesia dalam menjaga warisan bumi yang bernilai universal,” Delegasi tetap RI untuk UNESCO, Mohamad Oemar, Selasa (15/4/2025).

Taman-taman bumi di Indonesia yang sudah diakui sebelumnya oleh UNESCO adalah Batur (Bali), Belitong (Bangka Belitung), Ciletuh (Jawa Barat), Gunung Sewu (Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur), Ijen (Jawa Timur), Maros Pangkep (Sulawesi Selatan), Merangin (Jambi), Raja Ampat (Papua Barat Daya), Rinjani (Lombok), dan Kaldera Toba (Sumatra Utara).

Status UGG memberikan tanggung jawab kepada taman-taman bumi untuk melestarikan, mengelola secara berkelanjutan, dan mempromosikan kekayaan geologis dan budaya.

UNESCO Global Geoparks bukanlah destinasi wisata biasa. Status ini menandai kawasan geografis dengan nilai geologis internasional, yang dikelola dengan pendekatan edukasi, konservasi, dan pembangunan berkelanjutan. Konsep ini berbasis partisipasi masyarakat lokal (bottom-up), menempatkan penduduk setempat sebagai penjaga sekaligus pelaku utama pelestarian dan pemanfaatan kawasan.

Dengan pengakuan ini, Indonesia tidak hanya memamerkan keindahan alamnya, tetapi juga menunjukkan komitmen dalam perlindungan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan berbasis pengetahuan lokal dan keberlanjutan.

 

Jejak Geologi dan Kehidupan di Tengah Pegunungan

Pegunungan Meratus membentang sepanjang 600 kilometer membelah Kalimantan Selatan, melintasi delapan kabupaten hingga ke wilayah Kalimantan Tengah dan Timur. Dengan titik tertinggi di Gunung Halau-Halau (1.901 mdpl), kawasan ini merupakan rumah bagi salah satu lanskap ofiolit tertua di Indonesia, terbentuk sejak era Jurassic sekitar 150-200 juta tahun lalu.

Menurut geolog UPN Veteran Yogyakarta, Joko Susilo, Pegunungan Meratus menjadi bukti pertemuan lempeng-lempeng bumi purba. “Meratus unik karena menjadi lokasi tektonik aktif masa lampau, menciptakan susunan batuan langka yang membentuk bentang Kalimantan Selatan saat ini,” ujarnya.

Keunikan ini menjadikan Meratus sebagai laboratorium alam yang menyimpan beragam flora-fauna endemik, seperti anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum), anggrek sendok (Spathoglottis urea), bekantan, beruang madu hingga dua spesies burung yang baru ditemukan: sikatan kadayang (Cyornis kadayangensis) dan kacamata meratus (Zosterops meratusensis).

Tak hanya alamnya, Meratus juga menjadi ruang hidup bagi masyarakat adat Dayak dan Banjar yang menjaga kearifan lokal, budaya lisan hingga praktik ekologi tradisional dalam interaksi mereka dengan alam.

Misalnya, Badan Pengelola Geopark Meratus bekerja sama dengan komunitas lokal, seperti Komunitas Dangsanak Geopark Meratus, untuk melatih masyarakat dalam pengelolaan pariwisata dan konservasi lingkungan.

Tidak hanya itu. Masyarakat diberdayakan untuk memanfaatkan sumber daya alam lokal, seperti purun dan bambu, menjadi produk kerajinan tangan yang bernilai ekonomi tinggi.

Berbagai inisiatif konservasi flora dan fauna juga dikembangkan, seperti Rumah Konservasi Anggrek di Tahura Sultan Adam dan Konservasi Bekantan Curiak di Kabupaten Batola, yang tidak hanya melestarikan keanekaragaman hayati, tetapi juga menjadi objek wisata edukatif.

 

Museum Geologi Terbuka Pulau Jawa

Sementara itu, Geopark Kebumen merupakan perwakilan geologi Pulau Jawa yang menyimpan formasi batuan tertua di pulau ini. Salah satu titik utamanya adalah Karangsambung, yang memperlihatkan pertemuan batuan samudra dan benua dari puluhan juta tahun lalu. Bagi para ilmuwan dan pelajar, kawasan ini dikenal sebagai “laboratorium geologi alami”.

Kebumen juga menyuguhkan lanskap karst yang memikat, fosil purba, serta warisan budaya yang kuat—tecermin dari tradisi Jawa, kerajinan lokal hingga kekayaan kuliner daerah. Sinergi antara warisan alam dan budaya inilah yang memperkaya narasi geopark, menjadikannya destinasi pendidikan dan budaya sekaligus.

General Manager Badan Pengelola Geopark Kebumen Sigit Tri Prabowo mengatakan, geopark Kebumen dijuluki The Mother of Earth, dan memiliki banyak keunggulan mulai dari geodiversitas, biodiversitas hingga warisan budaya.

“Geopark Kebumen itu mencakup 22 dari 26 kecamatan di Kebumen, dengan berbagai situs geologi, biologi, dan budaya yang menarik,” ujarnya seperti dikutip situs Pemkab Kebumen, Sabtu (18/4/2025).

Salah satunya ada situs geologi seperti Lava Bantal dan Rijang Merah di Desa Seboro yang menawarkan pemandangan batuan vulkanis dan lapisan batuan berwarna mencolok, serta situs Watu Kelir yang menampilkan pertemuan dua jenis batuan.

“Geopark Kebumen juga kaya akan keanekaragaman hayati, dengan berbagai spesies flora dan fauna yang hidup di berbagai habitat,” ucapnya.

Sigit Tri Prabowo menuturkan, Geopark Kebumen juga mendorong pengembangan pariwisata, ekonomi, dan pelestarian lingkungan, serta memberikan manfaat bagi masyarakat setempat tanpa mengorbankan kelestarian alam.

 

Menjaga Amanah, Merawat Masa Depan

Pengakuan sebagai UNESCO Global Geopark bukanlah titik akhir, melainkan awal dari tanggung jawab besar. Kawasan-kawasan ini harus dikelola dengan prinsip konservasi dan keberlanjutan, menjadi contoh bagaimana pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan bisa berjalan beriringan.

Seperti yang disampaikan Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay, geopark adalah "mercusuar pembangunan berkelanjutan." Ia menekankan pentingnya peran masyarakat lokal dalam menjaga warisan bumi serta menyelenggarakan kegiatan edukatif yang mengakar pada budaya setempat.

Melalui taman bumi, Indonesia menunjukkan kepada dunia bahwa pelestarian lingkungan tidak hanya soal regulasi, tetapi juga narasi hidup masyarakat. Dari puncak Meratus hingga karst Kebumen, tiap jengkal tanah membawa kisah jutaan tahun yang kini menjadi bagian dari identitas global.

 

Penulis: Kristantyo Wisnubroto

Redaktur: Untung S