Indonesia.go.id - Membenahi Ekosistem Olahraga Nasional

Membenahi Ekosistem Olahraga Nasional

  • Administrator
  • Sabtu, 18 September 2021 | 07:28 WIB
OLAHRAGA
  Presiden Joko Widodo saat menerima kontingen Indonesia yang berlaga di Olimpiade Tokyo 2020, sekaligus menyerahkan bonus apresiasi bagi para atlet dan para pelatih. SETPRES
Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden nomor 26 tahun 2021 tentang Desain Besar Olahraga Nasional (DBON). Regulasi ini menjadi pembuka jalan pembenahan total pengelolaan olahraga nasional dari hulu hingga hilir.

Prestasi merupakan tolok ukur penting dari karier seorang atlet sebagai buah dari hasil latihan keras tanpa kenal lelah disertai cucuran keringat. Tentu kita masih belum lupa bagaimana luapan kegembiraan para atlet Indonesia mengukir prestasi juara dalam ajang Olimpiade dan Paralimpiade di Tokyo, 23 Juli--8 Agustus serta 24 Agustus--5 September 2021.

Capaian prestasi itu tentu harus dipertahankan kendati adakalanya sebagian atlet gagal menjaganya. Memang bukan perkara mudah untuk bisa menciptakan atlet-atlet dengan raihan prestasi kelas dunia apalagi mampu mempertahankannya. Di ajang Olimpiade, misalnya, sumbangan delapan emas Indonesia sejak Olimpiade Barcelona 1992 hingga di Tokyo yang baru lalu, seluruhnya disumbangkan atlet-atlet dari cabang bulu tangkis. Tak hanya emas, para pebulu tangkis Merah Putih ikut menyumbang enam perak dan tujuh perunggu.

Kemudian masih ada cabang angkat besi yang secara rutin mempersembahkan medali perak dan perunggu bagi kontingen Merah Putih sejak di Olimpiade Sydney 2000. Total sudah ada 15 keping medali ditorehkan para lifter, sebutan untuk atlet cabang ini, bagi Indonesia di Olimpiade. Medali itu terdiri dari tujuh perak dan delapan perunggu.

Kita juga tak boleh lupa terhadap cabang panahan, pembuka jalan Indonesia dalam merebut keping demi keping medali Olimpiade. Trio srikandi panahan Indonesia yakni Nurfitriyana, Lilies Handayani, Kusuma Wardhani menjadi perebut perdana medali saat Olimpiade diadakan di Seoul, 1988 silam.

Anak-anak asuh pelatih kenamaan Donald Pandiangan itu secara mengejutkan mampu mengalahkan salah satu kekuatan panahan dunia, Amerika Serikat. Itu terjadi dalam final perebutan perak yang digelar di Lapangan Panahan Hwarang, Seoul, 1 Oktober 1988. Indonesia mencetak skor 72 poin dan AS hanya mampu mengumpulkan 67 poin. Saat itu, Lilies Handayani dan kawan-kawan membawa Indonesia sebagai kekuatan baru panahan dunia. Sayangnya, para pemanah Indonesia belum mampu mengulang prestasi seperti di Seoul.

Melihat prestasi-prestasi yang terukir di Olimpiade tadi, terlihat bahwa sumbangan medali baru dihasilkan oleh tiga cabang olahraga saja. Atlet-atlet Indonesia belum mampu berbicara lebih banyak di luar cabang bulu tangkis, angkat besi, dan panahan. Padahal dalam setiap perhelatan Olimpiade empat tahun sekali, umumnya mempertandingkan 28 cabang olahraga. Bahkan ketika diadakan di Tokyo kemarin, terdapat 33 cabang olahraga dilombakan. Setidaknya terdapat dua cabang olahraga rutin menyediakan medali dalam jumlah cukup banyak, yaitu atletik dan renang.

Kendati berpenduduk kelima terbanyak di dunia dengan 270,2 juta jiwa hasil Sensus Penduduk 2020, prestasi olahraga Indonesia di Olimpiade masih tertinggal dari Korea Selatan dan Jepang yang berpenduduk lebih sedikit. Belum lagi jika bicara mengenai persaingan raksasa-raksasa olahraga dunia, Tiongkok, Rusia, dan AS yang merupakan tiga negara berpenduduk terbanyak selain India. Atlet-atlet mereka saling bersaing merebut medali. Tiongkok dan AS pun silih berganti merebut gelar juara umum Olimpiade.

Masih minimnya cabang olahraga yang mampu merebut medali Olimpiade ikut memunculkan keprihatinan dari Presiden Joko Widodo. Terlebih, Indonesia bercita-cita untuk menjadi tuan rumah pada salah satu penyelenggaraan Olimpiade. Ini menyusul kesuksesan penyelenggaraan Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang. Kendati sudah memiliki Undang-Undang nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, harus ada pembenahan dalam mengelola olahraga di Indonesia. "Harus mulai dilakukan kajian total terhadap ekosistem pembinaan prestasi olahraga nasional," kata Presiden Jokowi dalam sambutan Peringatan Hari Olahraga Nasional ke-37, 9 September tahun lalu.

Presiden Jokowi meminta Menteri Pemuda dan Olahraga Zainuddin Amali serta seluruh pemangku kepentingan olahraga nasional untuk mulai serius melibatkan teknologi dalam olahraga. Misalnya, penggunaan megadata (big data) dan sains keolahragaan (sport science) sebagai unsur penting untuk meningkatkan prestasi olahraga hingga tingkat Olimpiade dan Paralimpiade. Hal ini disampaikan ketika Presiden Jokowi menggelar rapat terbatas di kantornya, Senin (15/3/2021).

Kita bisa mencontoh Korea sebagai salah satu negara yang sukses menerapkan sport science. Negeri Ginseng ini merupakan raksasa panahan yang belum terkalahkan di Olimpiade sejak cabang ini dilombakan pada 1988. Dalam setiap Olimpiade, Korea selalu merebut juara umum panahan, menyabet minimal empat dari lima nomor yang dilombakan. Lalu apa rahasianya?

Setiap menjelang Olimpiade digelar, sebuah tim kecil dari Seoul akan berangkat ke negara tuan rumah sejak jauh-jauh hari. Mereka berkunjung ke lokasi di mana panahan akan dilombakan. Tim kecil beranggotakan pakar-pakar dari berbagai bidang ini akan mempelajari seluruh aspek dari lapangan panahan tersebut, mulai dari permukaan lapangan, tiupan angin, dan tingkat kebisingan di sekitar lokasi. Mereka juga mencatat jarak tempuh dari penginapan menuju lokasi pertandingan.

Begitu kembali ke negaranya, tim kecilnya akan langsung bergerak mencari lokasi mana yang cocok dengan kondisi lapangan saat Olimpiade digelar. Mereka ikut melibatkan badan geospasial dan badan klimatologi untuk keperluan tadi. Maka tak perlu heran jika penampilan para pemanah Korea begitu gemilang di setiap Olimpiade.

 

Desain Besar Olahraga

Menpora mengakui bahwa olahraga merupakan investasi penting untuk mengangkat harga diri bangsa dan membangun rasa nasionalisme. "Selama ini kita menempatkan olahraga kalau saya ibaratkan, bukan sebagai makanan utama, melainkan hanya makanan pembuka atau penutup saja. Padahal dari olahraga kita berharap munculnya sumber daya berkarakter tangguh dan mampu bersaing di tingkat dunia seperti Olimpiade," kata Zainuddin. Hal itu ia ungkapkan ketika menjadi pembicara dalam diskusi daring Kementerian Komunikasi dan Informatika, Forum Merdeka Barat 9, berjudul "PON XX Papua: Bangun Nasionalisme dan Kebersamaan" di Jakarta, Senin (13/9/2021).

Terbitnya Peraturan Presiden nomor 26 tahun 2021 tentang Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) pada 9 September lalu bukan sekadar kado bagi Peringatan Hari Olahraga Nasional ke-38. Lebih dari itu, perpres ini adalah pembuka jalan dimulainya pembenahan total pengelolaan olahraga nasional dari hulu hingga hilir. Mulai dari pembinaan atlet sejak usia dini hingga berujung prestasi di Olimpiade. DBON ini pun menjadi landasan Menpora untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional kepada Komisi X DPR RI, Senin (13/9/2021). 

DBON akan berfokus pada pembinaan 12 cabang olahraga untuk capaian medali dan peringkat di Olimpiade serta lima cabang di Paralimpiade. Ke-12 cabang itu adalah atletik, bulu tangkis, panjat tebing, senam artistik, angkat besi, balap sepeda, panahan, menembak, renang, dayung, karate, taekwondo, ditambah dua cabang yang diperjuangkan masuk Olimpiade, wushu dan pencak silat. Sedangkan lima cabang Paralimpiade adalah para-bulu tangkis, para-powerlifting, para renang, para-tenis meja, dan para-atletik. 

Semoga melalui DBON ini prestasi olahraga nasional di Olimpiade dan Paralimpiade dapat terus meningkat. Kita berharap akan muncul juara-juara baru dari cabang olahraga lain di luar bulu tangkis, angkat besi, dan panahan serta dapat menaikkan peringkat Indonesia di Olimpiade dan Paralimpiade.



Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari