Indonesia masih menarik bagi investor asing untuk melakukan investasi dan eksplorasi ke arah timur dan laut lepas.
Sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) Indonesia kembali bergairah menyusul rencana investasi kegiatan eksplorasi dari sejumlah investor baru. Tak dipungkiri, bergairahnya sektor migas tidak terlepas dari harga minyak dunia yang terus mendidih. Diketahui, kini di kisaran USD111,74 per barel untuk minyak mentah berjangka jenis Brent.
Namun, pengaruh dari pemberlakuan ketentuan soal investasi dan kegiatan eksplorasi cadangan baru yang lebih mudah juga ikut mendorong gairah di sektor tersebut. Misalnya, soal ketentuan dan syarat bagi hasil untuk daerah yang berisiko dan kompleks menjadi 50:50, bahkan 55:45 dengan syarat tertentu sehingga kontraktor kontrak kerja sama bisa mendapatkan bagi hasil lebih banyak ketimbang merujuk ketentuan sebelumnya.
Ketentuan yang termuat dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 35/2021 itu dilakukan guna memacu investasi di sektor hulu migas yang selama ini seret. Bisa jadi adanya pemicu kenaikan harga minyak yang juga berpotensi menyebabkan terjadinya krisis energi telah mendorong pelaku bisnis berlomba-lomba lagi masuk menanamkan modalnya ke sektor migas.
Pada Senin (20/6/2022), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan pemenang dari hasil lelang tiga wilayah kerja (WK) yang dimenangkan dua perusahaan migas, yakni British Petroleum (BP) dan Petronas, melalui anak perusahaannya Petronas PC North Ketapang Sdn Bhd.
Perusahaan migas asal Inggris, British Petroleum, meneken dua kontrak kerja bagi hasil atau production sharing contract (PSC) untuk dua wilayah kerja (WK) hasil penawaran tahap II-2021, masing-masing Blok Agung I dan Blok Agung II. Kedua blok itu merupakan hasil dari hasil penawaran tahap II pada 2021.
Blok migas Agung I berlokasi di lepas pantai Bali dan Jawa Timur dengan perkiraan sumber daya atau recoverable resources mencapai 985 miliar kaki kubik (billion cubic feet/BCF). Kelak, blok itu dikelola BP Agung I Limited.
Setelah memenangkan penawaran tahap II, British Petroleum harus mengeluarkan dana untuk kepentingan signature bonus (bonus tanda tangan) senilai USD100.000. Selain itu, mereka juga harus mengeluarkan dana untuk komitmen tiga tahun dipatok sekitar USD2,5 juta dengan rencana kerja G&G dan seismik 2D 2.000 kilometer untuk mengelola blok sepanjang 6.656,73 kilometer persegi.
Sementara itu, British Petroleum, melalui anak perusahaannya yakni BP Agung II Limited, juga mengeluarkan dana untuk kepentingan pengelolaan blok migas Agung II dengan nilai bonus tanda tangan USD100.000 dan komitmen pasti mencapai USD1,5 juta dalam kurun tiga tahun kerja.
Di sisi lain, Petronas PC North Ketapang Sdn Bhd menggarap blok migas di daratan dan lepas pantai Jawa Timur dengan perkiraan sumber daya, di antaranya, minyak bumi sekitar 270 juta barel minyak (MMBO) dan gas bumi sekitar 1,5 TCF. Petronas memberikan bonus tanda tangan USD500.000 dengan nilai komitmen pasti 3 tahun sebesar USD8,14 juta.
Rencananya, Petronas bakal mengerjakan G&G study, multiclient uplift fee-seismik 3D sebesar 262 kilometer persegi, dan seismik 3D sebesar 300 kilometer persegi.
Semakin Menarik
Menteri ESDM Arifin Tasrif merasa bersyukur dengan masuknya dua pemain global itu untuk menggarap lapangan migas di tanah air. Menurutnya, masuknya dua pemain itu memberikan gambaran bahwa Indonesia masih menarik bagi investor asing untuk melakukan investasi dan eksplorasi ke arah timur dan laut lepas di Indonesia.
“Kita patut bersyukur, Indonesia masih kompetitif di tengah-tengah persaingan memperebutkan dana global menggarap lapangan migas,” ujarnya, usai menyaksikan penandatanganan PSC itu di Ruang Damar Kementerian ESDM, Senin (20/6/2022).
Negara-negara kompetitor Indonesia, misalnya, Qatar yang memiliki potensi sumber gas sebanyak 600 trillion cubic feet (TCF). Kemudian, Mozambik memiliki potensi 130 TFC, sedangkan Guyana sumber minyaknya besar di sejumlah negara Amerika Latin. “Di sisi lain, Indonesia hanya punya 43 TCF yang belum diapa-apakan,” katanya.
Kelebihan lainnya, sejumlah negara yang menjadi kompetitor Indonesia pun menawarkan kesempatan investasi dan eksplorasi yang lebih baik. “Alhasil, sejumlah negara itu dapat menghasilkan migas dengan jumlah besar dalam kurun waktu yang lebih cepat.”
Pada kesempatan yang sama, Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menambahkan, sejumlah perusahaan migas multinasional juga telah mengemukakan minatnya untuk berinvestasi pada kegiatan eksplorasi sumber daya baru di Indonesia Timur dan kawasan laut lepas saat lelang 12 wilayah kerja (WK) migas baru di akhir Juni tahun ini.
“Kami sudah buka, kalau saya lihat mereka [perusahaan migas multinasional] juga sudah mau mulai masuk,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan bahwa ketertarikan perusahaan migas multinasional masuk ke Indonesia berasal dari perkiraan cadangan gas yang dapat bertahan hingga 30 tahun mendatang. Sebagai informasi, potensi hulu migas di lepas pantai dan Indonesia bagian timur amat besar.
Menurut Kementerian ESDM, setidaknya terdapat 70 cekungan di Indonesia bagian timur dan lepas pantai yang belum dieksplorasi dan memiliki potensi cukup besar. Sebanyak 70 cekungan itu membentang sepanjang 32.000 kilometer dan terbagi menjadi lima kawasan di sekitar Maluku hingga perbatasan dengan Papua Nugini yang belakangan menjadi fokus Kementerian ESDM.
“Ini yang mendorong BP dan Petronas kembali meneken tiga PSC untuk tiga WK hasil penawaran tahap II-2021 bersama dengan SKK Migas,” tambah Dwi Soetjipto.
Keberhasilan pemerintah dalam menggenjot investasi di sektor migas tentu patut disyukuri di tengah perekonomian dunia yang lagi tidak menentu, lantaran krisis pangan dan energi. Dalam rangka mendorong investasi, pemerintah tentu harus terus melakukan inovasi sejumlah regulasi baru untuk mendorong kegiatan investasi dan eksplorasi hulu migas di dalam negeri menjadi lebih baik.
Harus diakui, sejumlah kemajuan dari sisi investasi kegiatan eksplorasi blok migas baru di dalam negeri kini sudah menuai hasil seiring dengan penyempurnaan paket insentif yang tengah dikerjakan pemerintah tahun ini. Semoga iklim usaha di sektor migas semakin membaik ke depannya.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari