Industri rotan Indonesia, yang dulu menjadi tulang punggung perekonomian, kini menghadapi tantangan serius meski menjadi sumber 80 persen rotan dunia. Dengan strategi dan kerja sama yang tepat, diharapkan industri rotan dapat kembali meraih kejayaan di pasar global.
Industri rotan Indonesia dahulu menjadi salah satu tulang punggung perekonomian nasional. Namun kini, industri itu menghadapi berbagai tantangan, bahkan kemunduran, sebagai pemain utama rotan dunia.
Potret seperti itu seharusnya tidak perlu terjadi, apalagi Indonesia tercatat sebagai negara yang merupakan sumber dari 80 persen rotan dunia. Tahun ini, pemerintah menargetkan ekspor mebel dan kerajinan sebesar UD5 miliar tahun ini.
Di sisi lain, pertumbuhan permintaan furnitur rotan di pasar dunia terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan impor mencapai 4,3 persen per tahun. Ironi terjadi ketika Indonesia, dengan potensi alam yang melimpah sebagai pemasok utama rotan dunia, harus mengalami penurunan ekspor dan defisit neraca perdagangan rotan.
Lesunya kinerja sektor industri pengolahan rotan dalam negeri menjadi penyebab utama penurunan tersebut. Meski, pemerintah telah memberlakukan peraturan larangan ekspor rotan mentah untuk mendukung hilirisasi.
Kebijakan larangan ekspor rotan mentah yang bertujuan meningkatkan nilai tambah produk dalam negeri, justru menjadi bumerang bagi pelaku usaha sektor hulu. Tekanan harga yang cukup besar membuat pelaku usaha enggan membudidayakan atau memanen rotan mentah dari hutan. Akibatnya, industri dalam negeri kesulitan mendapatkan bahan baku rotan yang berkualitas.
Selain itu, penggunaan rotan sintetis yang lebih murah 20--30 persen dibandingkan rotan alam juga menjadi ancaman serius. Negara-negara pesaing seperti Tiongkok telah banyak menggunakan rotan sintetis dengan harga yang kompetitif, bahkan Tiongkok kini menjadi eksportir utama furnitur rotan dunia.
Kondisi industri rotan tanah air tergambarkan dari kondisi sentra rotan di Cirebon. Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Cirebon, kinerja ekspor kerajinan rotan Kabupaten Cirebon sepanjang triwulan I-2024 sebesar USD13,12 juta.
Total ekspor senilai UD13,12 juta itu terbagi dua, menurut data Disperdag Kabupaten Cirebon, masing-masing ekspor furnitur rotan senilai USD12,2 juta dan USD849.839 merupakan keranjang rotan. "Ekspor rotan mengalami penurunan. Tetapi, tetap menjadi komoditas ekspor unggulan dari Kabupaten Cirebon," kata Analis Perdagangan Disperdagin Kabupaten Cirebon Suherman, Selasa (14/5/2024).
Lemahnya Daya Saing
Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh industri rotan Indonesia adalah lemahnya daya saing produk baik kerajinan maupun furnitur rotan.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap rendahnya daya saing ini, antara lain, kesulitan mendapatkan bahan baku berkualitas, kurangnya inovasi desain, tingginya biaya produksi, suku bunga tinggi, dan lemahnya brand image furnitur rotan Indonesia di pasar domestik.
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, diperlukan kerja sama yang erat antara pemerintah, lembaga terkait, dan para pelaku usaha. Beberapa strategi yang dapat diterapkan meliputi, pertama, meningkatkan ketersediaan bahan baku berkualitas. Salah satunya dengan mengembangkan proses produksi di level menengah seperti penggorengan rotan untuk meningkatkan kualitas bahan baku.
Kedua, mendirikan pusat pengembangan dan pelatihan desain untuk meningkatkan inovasi produk. Ketiga, memberikan bantuan kredit dengan suku bunga rendah untuk meringankan beban biaya produksi.
Keempat, memperbaiki infrastruktur untuk mendukung distribusi dan produksi yang lebih efisien. Kelima, menggalakkan penggunaan furnitur rotan dalam negeri dan memperkuat brand image produk rotan Indonesia.
Keenam, membentuk badan yang akan membeli rotan setengah jadi dari petani dan menjualnya kepada industri pengolahan untuk menjembatani sektor hulu dan hilir.
Harapan di Tengah Tantangan
Terlepas dari pelbagai permasalahan yang masih dihadapi perajin rotan nasional, pernyataan dari Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga bisa jadi penyemangat agar industri rotan nasional untuk bangkit lagi.
Menurutnya, produk rotan Indonesia sebenarnya memiliki kualitas yang sangat baik dan diminati oleh importir luar negeri, termasuk Jepang. Dia pun mencontohkan importer Kimura Rattan Co Ltd di Osaka, Jepang, telah menjadi pelanggan setia rotan Indonesia selama 49 tahun, dengan nilai impor yang terus meningkat setiap tahunnya.
Kementerian Perdagangan berkomitmen untuk terus mendukung dan memfasilitasi ekspor produk rotan berkualitas tinggi ke Jepang melalui Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) Osaka. Dukungan ini meliputi peningkatan kualitas produk, promosi, dan penyelesaian berbagai kendala yang dihadapi.
Dengan implementasi strategi yang tepat dan kerja sama yang erat antara semua pihak terkait, industri rotan Indonesia dapat bangkit kembali dan meraih kejayaan di pasar dunia.
Potensi besar yang dimiliki harus dioptimalkan untuk mengatasi tantangan dan menjadikan rotan Indonesia sebagai produk unggulan yang mampu bersaing di kancah internasional.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari