Industri manufaktur di Indonesia diperkirakan tetap ekspansif pada kuartal III-2024, dengan indeks mencapai 54,18 persen.
Kondisi ekonomi global saat ini masih dibayangi oleh berbagai tantangan. Konflik di Timur Tengah dan ketegangan antara Rusia dan Ukraina terus mengganggu logistik perdagangan dunia. Meskipun demikian, ada kabar baik dari dalam negeri.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan kinerja industri manufaktur akan mengalami peningkatan pada kuartal III-2024. Hal itu menunjukkan sinyal ekspansi yang menggembirakan. Laporan terbaru dari Bank Indonesia melalui Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia mengungkapkan bahwa industri manufaktur di Indonesia diperkirakan akan tetap ekspansif pada kuartal III-2024 dengan indeks mencapai 54,18 persen. Indeks tertinggi terdapat pada komponen volume produksi, diikuti oleh volume persediaan barang jadi dan volume total pesanan.
Erwin Haryono, Asisten Gubernur Departemen Komunikasi BI, menyebutkan bahwa seluruh sublapangan usaha berada dalam fase ekspansi, dengan indeks tertinggi pada industri pengolahan tembakau, furnitur, dan barang galian bukan logam.
Pada kuartal II-2024, PMI-BI tercatat sebesar 51,97 persen, dengan mayoritas komponen pembentuknya berada dalam fase ekspansi. Ini menunjukkan bahwa industri manufaktur Indonesia terus menunjukkan performa yang positif, meskipun berada di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Neraca Dagang
Sejalan dengan perkembangan PMI-BI, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa surplus neraca dagang Indonesia dari Januari hingga Juni 2024 mencapai USD15,45 miliar. Ekspor nonmigas terbesar adalah ke Tiongkok, Amerika Serikat, dan India, yang sekaligus menunjukkan hubungan perdagangan yang kuat dengan negara-negara tersebut.
Berkaitan dengan kecenderungan itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2024 tetap baik, ditopang oleh permintaan domestik, konsumsi rumah tangga, dan investasi. “Ekspor barang, terutama produk manufaktur dan pertambangan, meningkat ke negara mitra dagang utama seperti India dan Tiongkok,” tuturnya.
Namun, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengingatkan bahwa keputusan BI untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 6,25 persen dinilai tidak ideal meskipun kebijakan itu dapat dimaklumi. Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menyatakan bahwa suku bunga tersebut masih kurang terjangkau dari sisi pembiayaan usaha dan kurang kompetitif di ASEAN.
“Namun, saya menilai kebijakan ini sebagai yang terbaik dalam menjaga stabilitas makroekonomi tanpa memicu beban yang lebih besar,” ujarnya.
Shinta juga mengusulkan agar pemerintah dan BI menekan ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga melalui cara lain, seperti peningkatan disiplin fiskal, produktivitas ekspor, dan investasi asing langsung. Hal ini penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional tetap pada jalurnya.
Prospek Ekonomi Indonesia
Meskipun demikian, Bank Indonesia tetap optimistis dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada rentang 4,7 persen hingga 5,5 persen untuk 2024. Indonesia adalah negara berkembang yang terbuka dan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global. Fokus pada peningkatan kinerja ekspor dan investasi dapat membantu menjaga stabilitas ekonomi.
Di tengah tantangan eksternal, upaya kolaboratif antara pemerintah, Bank Indonesia, dan sektor swasta diharapkan dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, Indonesia dapat terus berkontribusi positif terhadap perekonomian global sambil memperkuat fondasi ekonomi domestiknya.
Meskipun ekonomi global masih dalam ketidakpastian, ada harapan dan optimisme dari kinerja industri manufaktur Indonesia yang terus menunjukkan ekspansi. Dengan kebijakan yang tepat dan kolaborasi antara pemerintah, BI, dan sektor swasta, Indonesia dapat menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan, menghadapi tantangan global dengan percaya diri.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari