Peraturan pemerintah merupakan salah satu langkah dari transformasi kesehatan guna membangun arsitektur kesehatan Indonesia yang tangguh, mandiri, dan inklusif.
Tidak sampai setahun sejak diundangkan, akhirnya pada 26 Juli 2024 Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang nomor 7 tahun 2023 tentang Kesehatan.
Proses rancangan PP Kesehatan telah dimulai dengan gelar partisipasi publik dan rapat antarkementerian pada kurun Agustus--Oktober 2023. Proses dilanjutkan dengan harmonisasi yang berlangsung pada November 2023--April 2024. Kemudian, proses penetapan pada Mei 2024--Juli 2024, hingga akhirnya ditetapkan Presiden menjelang akhir Juli 2024.
Undang-Undang Kesehatan 7/2023 disusun dengan metode omnibus law dengan menyederhanakan beragam aturan mengenai sektor kesehatan yang ada di Indonesia selama ini. Secara simultan dalam penyusunannya, UU Kesehatan yang baru tersebut mencabut 11 undang-undang, 26 peraturan pemerintah, enam peraturan presiden, serta 329 peraturan menteri kesehatan.
PP yang dicabut dan dimasukkan dalam PP 28/2024, antara lain, Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular, Peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 1995 tentang Penelitian dan pengembangan Kesehatan, Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2011 tentang Pelayanan Darah, Peraturan Pemerintah nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, dan Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan
Format turunan dari UU Kesehatan tersebut, dibuat lebih sederhana, dalam bentuk sebuah peraturan pemerintah, lima peraturan presiden, satu keputusan presiden, serta 14 rencana peraturan menteri kesehatan.
Sebelumnya, pemerintah menyatakan perlunya penyederhanaan tersebut mengingat banyaknya regulasi-regulasi terkait sistem kesehatan, terutama peraturan menteri kesehatan, yang ditulis secara berseri selama 15--20 tahun, sehingga banyak terjadi tumpang tindih aturan.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, pengesahan peraturan pemerintah itu merupakan salah satu langkah dari transformasi kesehatan guna membangun arsitektur kesehatan Indonesia yang tangguh, mandiri, dan inklusif. “Kami menyambut baik terbitnya peraturan ini, yang menjadi pijakan kita untuk bersama-sama mereformasi dan membangun sistem kesehatan sampai ke pelosok negeri,” ujar Menkes Budi Gunadi Sadikin, Senin (29/7/2024).
Secara lebih rinci, Menkes Budi menjabarkan ketentuan teknis yang diatur dalam 1.172 pasal, meliputi penyelenggaraan upaya kesehatan, aspek teknis pelayanan kesehatan, pengelolaan tenaga medis dan tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, serta teknis perbekalan kesehatan serta ketahanan kefarmasian alat kesehatan.
Disebutkan dalam PP Kesehatan tersebut, penyelenggaraan upaya kesehatan meliputi 22 aspek layanan, yakni kesehatan ibu, bayi dan anak, remaja, dewasa, lanjut usia (lansia), dan penyandang disabilitas, kesehatan reproduksi, kesehatan gizi, kesehatan jiwa, penanggulangan penyakit menular, dan penanggulangan penyakit tidak menular.
Aspek lain meliputi upaya kesehatan penglihatan dan pendengaran, kesehatan keluarga, kesehatan sekolah, kesehatan kerja, kesehatan lingkungan, kesehatan matra, pelayanan kesehatan pada bencana, pelayanan darah, dan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh.
PP ini juga memuat antara lain soal terapi berbasis sel dan/atau sel punca, bedah plastik rekonstruksi dan estetika, pengamanan sediaan farmasi, alat kesehatan, pengamanan zat adiktif, pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum, serta pelayanan kesehatan tradisional.
Secara spesifik di pasal 434, PP ini juga mengatur larangan penjualan produk tembakau (rokok) secara eceran satuan per batang, kecuali cerutu atau rokok elektronik.
PP Kesehatan juga mengatur aspek teknis pelayanan kesehatan mulai dari standar pelayanan kesehatan, penyelenggaraan pelayanan kesehatan primer dan pelayanan kesehatan lanjutan, termasuk pelayanan kesehatan di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan (DTPK).
“Salah satu pasal mengatur soal layanan kesehatan di daerah bermasalah kesehatan dan daerah tidak diminati, serta telekesehatan dan telemedisin,” jelas Menkes.
Adapun, untuk pengelolaan tenaga medis dan tenaga kesehatan diatur mulai dari perencanaan; pengadaan; pendayagunaan, peningkatan mutu; registrasi dan perizinan; Konsil Kesehatan Indonesia; kolegium; dan majelis disiplin profesi. Mengatur soal hak dan kewajiban tenaga medis, tenaga kesehatan, dan pasien; penyelenggaraan praktik; dan sanksi administratif bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan.
Selain itu, PP Kesehatan juga memuat aturan teknis untuk tenaga pendukung atau penunjang kesehatan. Untuk pengelolaan tenaga medis dan tenaga kesehatan diatur mulai dari perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, peningkatan mutu, registrasi dan perizinan, hingga penyelenggaraan praktik, dan sanksi administratif.
Menkes Budi Gunadi Sadikin menambahkan ketentuan teknis fasilitas pelayanan kesehatan meliputi antara lain jenis dan penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan, peningkatan mutu pelayanan, pengembangan pelayanan kesehatan, penyelenggaraan puskesmas, dan rumah sakit pendidikan.
Aturan turunan UU Kesehatan ini juga memuat ketentuan teknis perbekalan kesehatan serta ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan, seperti sistem informasi Kesehatan; kejadian luar biasa dan wabah; pendanaan; dan partisipasi publik.
Penerbitan UU 7/2023 tentang Kesehatan beserta aturan pelaksanaannya merupakan payung hukum untuk menjalankan enam pilar transformasi kesehatan nasional. Enam pilar Kesehatan inilah yang menjadi fokus kebijakan Kemenkes RI. Pilar pertama adalah transformasi layanan primer yang fokus pada promotif preventif dan bukan kuratif. Pilar kedua, yakni transformasi layanan sekunder yang fokus pada penyediaan layanan kesehatan yang mudah diakses oleh masyarakat.
Pilar ketiga adalah transformasi sistem ketahanan kesehatan yang fokus pada kemandirian obat dalam negeri dan penyediaan tenaga cadangan kesehatan seperti yang dilakukan saat pandemi Covid-19 lalu. Pilar keempat, yakni transformasi sistem pembiayaan kesehatan. Dan pilar kelima, yakni transformasi SDM kesehatan yang berkualitas dan penyebarannya merata. Pilar keenam adalah transformasi teknologi kesehatan yang fokus pada informasi teknologi dan bioteknologi.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari