Indonesia.go.id - Menuju Ekonomi yang Mandiri dan Berdaya Saing

Menuju Ekonomi yang Mandiri dan Berdaya Saing

  • Administrator
  • Sabtu, 24 Agustus 2024 | 08:20 WIB
INDUSTRI
  Sampai saat ini, sudah terbangun industri smelter nikel, bauksit dan tembaga yang membuka lebih dari 200 ribu lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan negara hingga Rp158 triliun selama delapan tahun ini. ANTARA FOTO
Hilirisasi industri menjadi game changer yang mengubah ekonomi Indonesia, menciptakan ratusan ribu lapangan kerja dan mendorong pendapatan negara. Jokowi tegaskan, Indonesia tak gentar hadapi tantangan global demi kesejahteraan rakyat.

Sidang Tahunan MPR RI serta Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka HUT ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia, Jumat (16/8/2024) mencatat sejumlah isu strategis yang menjadi sorotan pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selama satu dekade terakhir, pemerintahan menunjukkan komitmen serius dalam memperkuat sektor industri manufaktur sebagai motor penggerak ekonomi nasional.

Hilirisasi industri merupakan salah satu kebijakan strategis yang menonjol yang diusung pemerintah di sektor industri. Melalui kebijakan tersebut, pemerintah berhenti mengekspor bahan mentah dan mulai mengolahnya di dalam negeri.

Langkah itu tidak hanya meningkatkan nilai tambah produk lokal melainkan juga menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan devisa. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan lebih jauh, bahwa sejak kebijakan hilirisasi dijalankan, telah membuka lebih dari 200 ribu lapangan kerja. Selain itu juga menyumbang pendapatan negara hingga Rp158 triliun dalam delapan tahun terakhir.

“Kami tidak akan goyah meskipun banyak negara berusaha menggagalkan kebijakan ini. Hilirisasi adalah kunci untuk memacu ekonomi kita,” tegas Agus di Jakarta, Jumat (16/8/2024).

Seperti yang disampaikan Presiden, walau banyak negara lain yang menggugat, menentang, bahkan berusaha menggagalkan upaya Indonesia dalam melarang ekspor bahan mentah, tetapi sebagai bangsa yang berdaulat dan besar, Indonesia tidak goyah. Indonesia bahkan terus maju melangkah untuk mendukung kebijakan hilirisasi tersebut.

“Kita ketahui bahwa pemerintah telah menghentikan ekspor material nikel, bauksit, dan tembaga. Selain itu juga akan dilanjutkan dengan timah, serta sektor potensial lainnya, seperti perkebunan, pertanian, dan kelautan,” kata Memperin.

Kebijakan hilirisasi dijalankan Kemenperin untuk mendorong tumbuhnya industri smelter yang mengolah atau memurnikan bahan mentah hasil tambang tersebut. Sampai saat ini, sudah terbangun industri smelter nikel, bauksit dan tembaga yang membuka lebih dari 200 ribu lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan negara hingga Rp158 triliun selama delapan tahun ini.

“Bapak Presiden menekankan bawa kita ingin kekayaan yang ada di negeri ini, yang merupakan anugerah Allah SWT untuk negeri ini, dapat dikelola sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dan dapat dimanfaatkan semaksimalnya untuk kesejahteraan rakyat,” papar Agus.

Oleh sebab itu, wujud nyata juga keseriusan pemerintah, yakni telah mengambil kembali aset Indonesia yang selama puluhan tahun dikelola oleh pihak asing, antara lan Freeport, Blok Rokan dan Newmont. “Alhamdulillah, semua itu bisa kembali ke pangkuan negeri ini,” tandasnya.

 

Industri Hijau dan Energi Terbarukan

Seiring dengan tren global menuju ekonomi hijau, pemerintah juga mengakselerasi pengembangan industri yang berkelanjutan. Agus Gumiwang menyatakan bahwa Kemenperin mengedepankan penerapan Standar Industri Hijau (SIH) sebagai alat utama untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan mendukung transisi energi yang berkeadilan. “Indonesia memiliki potensi besar dengan lebih dari 3.600 GW dari energi terbarukan seperti air, angin, dan matahari,” ujar Agus.

Mengenai potensi besar tersebut, Kemenperin terus berupaya untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur yang menerapkan prinsip berkelanjutan. Salah satu upayanya adalah melalui kebijakan industri hijau yang secara garis besar sudah mencakup tiga pilar dalam aspek sustainability, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial.

“Industri hijau juga dapat digunakan sebagai tools dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) guna mencapai target yang telah ditetapkan,” lanjut Agus. Oleh karena itu, Kemenperin mengakselerasi sektor industri untuk bertransformasi dari industri yang konvensional menjadi industri hijau melalui penerapan Standar Industri Hijau (SIH).

“Dengan penerapan industri hijau diharapkan dapat menjawab berbagai isu dan tantangan ke depan seperti perubahan iklim dan dekarbonisasi,” tegasnya. Namun demikian, Presiden menekankan bahwa melakukan transisi energi secara hati-hati dan bertahap karena transisi energi yang ingin diwujudkan adalah transisi energi yang berkeadilan, terjangkau dan mudah diakses bagi masyarakat.

 

Digitalisasi dan Produk Lokal

Di sisi lain, pemerintahan Jokowi juga berkomitmen untuk mempercepat penerapan teknologi dan digitalisasi di semua sektor, termasuk bagi industri manufaktur. Langkah ini sejalan dengan program prioritas Making Indonesia 4.0 yang diluncurkan oleh Presiden Jokowi pada 2018.

“Menurut Bapak Presiden, cakupan elektrifikasi dan internet yang semakin diperluas, akan turut mendukung pembangunan eksosistem untuk mendorong digitalisasi bagi pelaku usaha dan upaya pengembangan startup di Indonesia. Upaya ini akan melahirkan semakin banyak entrepreneur muda berkualitas di negeri ini,” papar Agus.

Selain itu, Presiden kembali mengingatkan pentingnya penggunaan produk dalam negeri. Dukungan terhadap produk dalam negeri ini mendapat perhatian khusus dengan memprioritaskan belanja APBN, APBD, dan BUMN melalui pengadaan barang dan jasa.

“Sesuai yang disampaikan Bapak Presiden, karena kita ingin apa yang berasal dari rakyat, dapat kembali ke rakyat dan bermanfaat maksimal untuk rakyat,” imbuhnya.

Guna memacu penggunaan produk dalam negeri, Kemenperin telah melaksanakan Business Matching 2024 di Bali beberapa waktu lalu, dengan mencatatkan nilai komitmen pembelian produk dalam negeri pada pengadaan barang jasa pemerintah sebesar Rp1.428,25 triliun. Angka ini berasal dari komitmen dari kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah sebesar Rp585,69 triliun serta komitmen dari BUMN sebesar Rp842,56 Triliun.

“Angka tersebut jumlahnya lebih tinggi dibandingkan pada periode sebelumnya yang hanya mencapai angka komitmen sebesar Rp1.157,47 triliun,” kata Menperin. Kegiatan Business Matching 2024 yang dilaksanakan tersebut mendapat antusias luar biasa karena diikuti sebanyak 4.437 peserta. Mereka terdiri dari perwakilan kementerian, lembaga, pemerintah daerah (K/L/PD), badan usaha, asosiasi, dan perusahaan industri.

Selain itu, telah tercapai realisasi penyerapan produk dalam negeri sebesar Rp213,68 triliun yang berasal dari realisasi K/L/PD sebesar Rp146,94 triliun dan BUMN sebesar Rp66,74 triliun. Angka ini jumlahnya lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai angka realisasi sebesar Rp181 Triliun.

“Kami optimistis, jumlah ini masih akan terus bertambah dan diharapkan dapat mencapai Rp250 triliun di akhir triwulan I-2024,” ungkap Agus.

 

 

Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari