Indonesia.go.id - 10 Tahun Pembangunan Infrastruktur: Menghubungkan Nusantara, Menggerakkan Ekonomi

10 Tahun Pembangunan Infrastruktur: Menghubungkan Nusantara, Menggerakkan Ekonomi

  • Administrator
  • Senin, 30 September 2024 | 07:02 WIB
INFRASTRUKTUR
  Foto udara kendaraan melintas di Jembatan Ciloseh, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (30/8/2024). Kementerian PUPR telah membangun Jembatan Ciloseh pada tahun 2021-2022 yang menghabiskan anggaran sebesar Rp112 miliar untuk meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas menuju bandara dan pusat kota Tasikmalaya dalam mengefisienkan biaya logistik, serta memperlancar aktivitas dan mobilitas orang dan barang. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Dalam sepuluh tahun terakhir, pembangunan infrastruktur di Indonesia mengalami percepatan yang signifikan. Proyek-proyek besar, dari jalan tol hingga Ibu Kota Nusantara, menjadi bagian dari visi Presiden Jokowi untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.

Pembangunan infrastruktur di Indonesia telah menjadi prioritas utama selama era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Selama satu dekade terakhir, berbagai proyek besar diluncurkan untuk memperkuat konektivitas dan mendukung transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Tak hanya difokuskan di Pulau Jawa, pembangunan ini juga menyasar wilayah-wilayah yang sebelumnya kurang tersentuh, dalam konsep pembangunan Indonesiasentris—visi untuk memastikan seluruh wilayah Indonesia dapat terhubung secara fisik dan ekonomi.

Sejak awal kepemimpinannya, Jokowi menekankan pentingnya infrastruktur sebagai "lokomotif" yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Infrastruktur yang baik bukan hanya menciptakan konektivitas antarwilayah, tetapi juga mempercepat pergerakan barang dan jasa, yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam sepuluh tahun terakhir, pemerintah telah membangun berbagai infrastruktur, termasuk 2.103 km jalan tol, 40 bendungan, 27 bandara baru, serta proyek besar lainnya seperti jalur kereta api dan Ibu Kota Nusantara (IKN). Tak hanya itu, konektivitas antarwilayah diperkuat dengan pembangunan jalur Trans-Papua, Trans-Kalimantan, dan Trans-Sumatra, yang dirancang untuk menghubungkan wilayah-wilayah yang selama ini terisolasi.

Jalan Tol: Pembuluh Nadi Baru untuk Perekonomian

Salah satu fokus utama dalam pembangunan infrastruktur di era Jokowi adalah pembangunan jalan tol. Hingga akhir 2024, pemerintah menargetkan total 2.700 km jalan tol baru yang fungsional, dengan saat ini telah mencapai 2.200 km. Ini adalah pencapaian yang signifikan mengingat pada 2014, hanya ada 780 km jalan tol yang operasional di seluruh Indonesia. Dengan demikian, dalam satu dekade, panjang jalan tol di Indonesia telah meningkat hampir tiga kali lipat.

Seperti yang dijelaskan Juru Bicara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Endra S. Atmawidjaja bahwa pembangunan tol ini tidak hanya terfokus di kota-kota besar, tetapi juga diperluas hingga ke daerah-daerah seperti Aceh, Yogyakarta-Solo, dan bahkan jalan tol yang akan mendukung proyek Ibu Kota Negara Nusantara. "Dengan tambahan ini, jaringan jalan tol kita menjadi lebih efisien dan berdaya saing, serta memudahkan masyarakat untuk beraktivitas," ungkap Endra.

Manfaat dari pembangunan jalan tol ini sangat nyata, terutama dalam mengurangi waktu tempuh dan meningkatkan efisiensi logistik. Jika dulu untuk mencapai bandara atau pelabuhan sering diwarnai oleh kemacetan panjang, kini dengan adanya jalan tol yang terhubung langsung, waktu tempuh dapat dipangkas secara signifikan. Menuju Bandara Soekarno-Hatta misalnya, perjalanan yang sebelumnya bisa memakan waktu 1-2 jam kini bisa ditempuh dalam 45 menit hingga satu jam saja. Hal yang sama juga terjadi di pelabuhan-pelabuhan utama seperti Tanjung Priok, di mana antrean truk logistik kini menjadi masa lalu.

Pembangunan Indonesiasentris: Menjangkau Wilayah Terpencil

Yang membedakan pembangunan infrastruktur di era Jokowi dengan pemerintahan sebelumnya adalah pendekatannya yang Indonesiasentris. Pemerintah tidak hanya fokus pada daerah-daerah pusat ekonomi seperti Pulau Jawa dan Sumatra, tetapi juga memperluas proyek pembangunan ke wilayah-wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar). Pembangunan ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua wilayah Indonesia dapat terhubung dan berkontribusi dalam perekonomian nasional.

Di daerah-daerah seperti Papua, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Kalimantan, pembangunan infrastruktur seperti jalan raya, pelabuhan, dan bandara telah mengubah wajah ekonomi lokal. Sebelumnya, keterbatasan infrastruktur membuat daerah-daerah ini terisolasi dan sulit untuk mengakses pasar nasional maupun global. Namun, dengan adanya jalan Trans-Papua dan berbagai proyek pembangunan lainnya, konektivitas semakin membaik, memudahkan distribusi barang dan membuka peluang ekonomi baru.

Endra S. Atmawidjaja mencatat bahwa pembangunan jalan nasional dalam kondisi baik telah bertambah hingga 6.000 km, mencakup wilayah-wilayah perbatasan seperti Papua, Kalimantan, dan NTT. Pembangunan ini bukan hanya soal infrastruktur fisik, tetapi juga menciptakan keterhubungan sosial dan ekonomi antarwilayah yang menjadi salah satu fondasi utama dalam menjaga kesatuan dan stabilitas NKRI.

Keberadaan infrastruktur yang memadai tidak hanya memperlancar pergerakan orang dan barang, tetapi juga berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi. Ketika wilayah-wilayah terpencil terhubung dengan pasar-pasar utama, akses terhadap barang dan jasa semakin mudah, dan peluang usaha baru pun terbuka. Hal ini pada akhirnya menciptakan lapangan kerja, mengurangi biaya logistik, dan meningkatkan daya saing produk-produk lokal di pasar nasional maupun internasional.

Sebagai contoh, pembangunan bendungan yang dilakukan selama era Jokowi tidak hanya berfungsi untuk pengairan lahan pertanian, tetapi juga sebagai sumber energi bersih yang mendukung upaya pemerintah dalam transisi energi. Bendungan-bendungan ini juga berperan penting dalam pengendalian banjir dan penyediaan air baku untuk industri dan rumah tangga, menjadikannya bagian integral dari pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Namun, manfaat jangka panjang dari pembangunan infrastruktur ini hanya bisa dirasakan jika ada sinergi dengan sektor lain. Transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan memerlukan dukungan kebijakan yang kuat, baik di bidang pendidikan, kesehatan, maupun teknologi. Dengan infrastruktur yang semakin baik, sektor-sektor lain akan memiliki fondasi yang lebih kokoh untuk berkembang dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

IKN Nusantara: Simbol Kemajuan dan Tantangan Baru

Salah satu proyek besar yang menjadi sorotan dalam sepuluh tahun pembangunan infrastruktur di era Jokowi adalah proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur. Proyek ini dirancang sebagai simbol transformasi Indonesia menuju negara yang lebih modern, berkelanjutan, dan merata. Dengan perpindahan pusat pemerintahan dari Jakarta ke Nusantara, pemerintah berharap dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antara Pulau Jawa dan pulau-pulau lain di Indonesia.

Namun, proyek ini juga menghadapi tantangan besar. Selain dari segi pembiayaan yang membutuhkan dana besar, keberlanjutan lingkungan dan sosial juga menjadi perhatian utama. Apakah Nusantara benar-benar bisa menjadi solusi bagi ketimpangan pembangunan, atau justru menambah beban ekonomi negara?

Dalam sepuluh tahun terakhir, pembangunan infrastruktur di Indonesia telah mencapai kemajuan yang luar biasa. Proyek-proyek besar seperti jalan tol, bandara, pelabuhan, bendungan, dan Ibu Kota Negara Nusantara menunjukkan komitmen pemerintah dalam membangun negara yang lebih terhubung dan inklusif. Infrastruktur yang baik adalah kunci untuk membuka potensi ekonomi, mengurangi ketimpangan, dan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.

Namun, untuk mencapai tujuan jangka panjang, pemerintah tetap harus memastikan bahwa pembangunan infrastruktur ini diimbangi dengan kebijakan-kebijakan yang mendukung pembangunan berkelanjutan. Konektivitas fisik harus sejalan dengan pembangunan manusia dan teknologi, agar Indonesia siap menghadapi tantangan di masa depan dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/TR