Perlu peta jalan yang merinci segala aspek, mulai dari perencanaan jangka pendek, strategi pencapaian, solusi atas kendala pertanahan, hingga keterlibatan swasta.
Pemerintahan baru di bawah kepemimpinn Presiden Prabowo Subianto terus menunjukkan komitmennya mendorong kemajuan bangsa di berbagai lini. Dalam hal upaya pemerataan ekonomi, salah satunya pemerintah melakukan percepatan penyediaan perumahan bagi rakyat.
Program 3 juta rumah per tahun merupakan beberapa program prioritas yang dicanangkan oleh pemerintahan periode 2024--2029. Pemerintah akan menyediakan perumahan bagi masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), berupa pembangunan dua juta rumah di pedesaan dan pembangunan satu juta apartemen di perkotaan.
Di era kini, upaya tersebut dapat mengerek taraf hidup masyarakat ke posisi yang lebih baik, dan jelas memiliki tantangan tersendiri. Betapa tidak, kondisi ekonomi dunia kini tengah dirundung ketidakpastian. Persoalan geoekonomi dan ketegangan geopolitik yang tak kunjung berakhir mengakibatkan terjadinya pelambatan ekonomi global. Termasuk juga, di Indonesia.
Di tengah situasi itulah, data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023 menunjukkan bahwa ada kesenjangan angka kebutuhan rumah (backlog) kepemilikan rumah pada 2023 masih signifikan. Angkanya mencapai 9,9 juta.
Sementara itu, data Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman menunjukkan, hingga 30 Oktober 2024 pembangunan perumahan oleh pemerintah mencapai 94.086 unit dari target 145.976 unit, terdiri dari rumah susun sebanyak 2.268 unit dengan target 7.745 unit, rumah khusus 1.426 unit (target 2.732 unit), dan rumah swadaya 90.402 unit dari target 135.319 unit.
Pemerintah juga telah memberikan bantuan pembiayaan perumahan. Baik program subsidi atau fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Untuk program itu, tercatat angkanya mencapai 177.961 unit dari target 200.000 unit. Sementara itu, ada sebanyak 4.411 unit melalui bantuan pembiayaan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), dari target 7.525 unit.
Dengan tujuan ingin meningkatkan taraf ekonomi rakyat, pemerintah pada dua periode lalu juga mengusung Program Sejuta Rumah (PSR). Di mana pada kurun 2015—2023 realisasinya mencapai 9.206.379 unit. Adapun prognosis capaian PSR pada 2024 ditetapkan sebesar 1.042.739 unit, namun hingga Oktober 2024 baru terbangun 947.485 unit.
Demi memenuhi hajat hidup layak bagi masyarakat, pemerintah perlu memiliki perencanaan yang jelas. Selain juga harus ada strategi dan inovasi yang jitu, yang dapat digagas pemerintah, di tengah himpitan ekonomi yang terjadi.
Diketahui, total anggaran Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman untuk 2025 sebesar Rp5,078 triliun. Angka tersebut menunjukkan adanya penurunan signifikan dibandingkan anggaran pada 2024, yakni Rp14,3 triliun.
Peta Jalan
Dalam rapat kerja Komisi V dengan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman pada awal pekan ini, Ketua Komisi V DPR RI Lasarus mengatakan bahwa angka backlog tidak berkurang dengan signifikan, kendati pemerintah terus menggulirkan program penyediaan rumah. Untuk itu, perlu inovasi dalam mencari sumber pendanaan alternatif untuk mengatasi keterbatasan anggaran dan mempercepat pencapaian target 3 juta rumah per tahun.
Selain itu, harus ada kepastian hukum atas lahan yang digunakan untuk pembangunan perumahan. Juga, diperlukan langkah-langkah preventif untuk memastikan bahwa status kepemilikan tanah yang digunakan untuk pembangunan rumah tidak menimbulkan masalah hukum di masa mendatang.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda menekankan, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman perlu segera membuat peta jalan program tiga juta rumah. Pasalnya, target 3 juta rumah per tahun merupakan lompatan yang signifikan dibandingkan capaian pembangunan rumah selama ini, yang rata-rata hanya sekitar 150 ribu unit per tahun.
Oleh karena itu, untuk menghindari narasi pesimisme di publik, diperlukan perencanaan yang matang dan komprehensif untuk memastikan bagaimana program tersebut akan dijalankan. Peta jalan itu harus merinci segala aspek, mulai dari perencanaan jangka pendek, strategi pencapaian, solusi atas kendala pertanahan, hingga keterlibatan swasta.
Selain itu, peta jalan harus mencantumkan target pembangunan rumah yang akan ditanggung oleh pihak swasta, serta porsi anggaran yang akan dialokasikan pemerintah melalui APBN.
Butuh Kerja Sama berbagai Pihak
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait dalam berbagai kesempatan selalu menyampaikan bahwa program 3 juta rumah per tahun membutuhkan gotong royong seluruh pihak, termasuk pihak swasta maupun perusahaan besar. Maruarar mengungkapkan, kini sudah enam perusahaan yang telah menyatakan komitmennya mendukung program 3 juta rumah. Termasuk di dalamnya, sejumlah individu yang bersedia menyumbangkan tanah mereka.
Menteri Maruarar kemudian menekankan pentingnya mempersiapkan instrumen yang tepat agar tercipta tata kelola yang baik dalam kerja sama tersebut. Ia juga mengakui, diperlukan fleksibilitas dalam aturannya, termasuk terkait skema pembiayaan.
“Diperlukan kelenturan, tetapi tidak melanggar hukum. Misalnya, tanahnya dari perusahaan, tetapi yang membangun pemerintah atau sebaliknya. Jadi model pembiayaan harus legal, tetapi harus memungkinkan semua pihak bisa bergotong-royong,” ujarnya.
Selain itu, Menteri Maruarar menambahkan, strategi efisiensi juga diperlukan, salah satunya dengan pemanfaatan rumah-rumah susun yang masih kosong dan belum banyak dihuni. Kini dia sedang menjajaki kerja sama pemanfaatan rumah susun sewa, karena saat ini banyak rumah susun di beberapa daerah yang terbengkalai karena minim penghuni. Contohnya, Rusun Pasar Rumput di Manggarai, Jakarta, yang dapat dimanfaatkan dalam program 3 juta rumah. Rusun itu memiliki 1.984 unit dan masih menyisakan sekitar 1.400 unit kosong.
Upaya lain adalah pemanfaatan tanah sitaan dari koruptor untuk dialihfungsikan bagi perumahan rakyat, termasuk aparatur sipil negara (ASN) serta anggota TNI-Polri. Salah satu lahan sitaan yang berpotensi untuk membantu program tersebut adalah pemanfaatan lahan-lahan dengan total seluas 1.000 hektare di Banten yang disita Kejaksaan Agung dari koruptor.
Pemerintah juga perlu mengatasi beberapa tantangan dalam pelaksanaan program ini, di antaranya memastikan ketepatan sasaran dan data riil backlog perumahan. Seperti disampaikan Direktur Jenderal Perumahan Iwan Suprijanto pada Agustus 2024, masih banyak rumah bersubsidi yang dibangun pemerintah diterima oleh masyarakat tidak berhak.
Kementerian juga menemukan banyak rumah bersubsidi di beberapa provinsi yang kosong tidak dihuni. Tingkat kekosongan itu bahkan mencapai 60—80 persen. Selain itu, ada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan bahwa ada banyak pengalihan rumah bersubsidi kepada pihak-pihak lain yang tidak berhak.
Jadi sebagai upaya meraih tujuan besar, program ambisius 3 juta rumah per tahun memerlukan perencanaan yang jelas dan komprehensif untuk memastikan keberhasilan program ini. Didukung peta jalan yang jelas, sinergi yang kuat antarkementerian/lembaga, swasta, serta kebijakan yang tepat, target 3 juta rumah per tahun bukan hal yang mustahil.
Baru kemudian, hal yang juga perlu dilakukan pemerintah adalah membuat kajian terhadap kebutuhan masyarakat akan hunian. Sehingga bisa diperoleh kepastian bahwa rumah yang dibangun sesuai dengan pasar dan daya beli masyarakat. Maka, rumah-rumah yang dibangun dapat terserap dan tidak berakhir menjadi bangunan kosong.
Penulis: Ratna Nuraini
Redaktur: Taofiq Rauf