Layanan perekaman KTP-elektronik bagi warga Suku Anak Dalam adalah upaya pemerintah agar semua warga negara dapat terakses program perlindungan sosial.
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri melayani penerbitan dokumen kependudukan bagi seluruh warga negara di manapun berada. Jajaran Dukcapil menggelar layanan jemput bola perekaman KTP-elektronik bagi komunitas adat terpencil, Suku Anak Dalam (SAD), di Provinsi Jambi.
Penerbitan KTP-elektronik menjadi komitmen Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Tito selalu mendorong jajaran Ditjen Dukcapil di seluruh Indonesia senantiasa proaktif memaksimalkan pemberian pelayanan administrasi kependudukan (adminduk) kepada masyarakat tanpa diskriminasi.
Tak hanya digelar di bawah komando langsung Dirjen Dukcapil Profesor Zudan Arif Fakrullah, perekaman KTP-el bagi warga SAD itu bahkan turut dipantau Menteri Tito. Aktivitas pelayanan bagi warga SAD itu sendiri dilakukan selama dua hari, yakni sejak pada 9--10 Maret 2021, dan digelar serentak di dua kabupaten, yakni Batanghari dan Sarolangun.
"Mereka itu warga negara Indonesia yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat Indonesia lainnya. Mereka perlu sekolah, layanan kesehatan, dan jaminan sosial. Itu sulit mereka peroleh kalau tidak punya dokumen kependudukan," kata Dirjen Zudan, di sela perekaman data warga Suku Anak Dalam di pos pelayanan di Desa Jelutih, Kecamatan Batin XXIV, Kabupaten Batanghari, Rabu (10/3/2021).
Hingga 10 Maret 2021 petang, sebanyak 556 dokumen kependudukan dicetak dan diserahkan ke warga SAD melalui para temenggung atau kepala dusun. Jumlah itu terdiri dari 112 lembar kartu keluarga (KK), perekaman KTP-el bagi 231 warga SAD, 207 keping KTP-el yang dicetak, 3 keping kartu identitas anak (KIA), dan 3 akta lahir.
Namun secara keseluruhan, Dukcapil telah mencetak sebanyak 3.180 dokumen kependudukan bagi warga SAD di enam kabupaten di Provinsi Jambi. “Target kami semua warga SAD terdata dalam database Dukcapil dan juga KK. Sehingga program pemerintah berupa bantuan sosial, pendidikan, dan program kesehatan bisa masuk sampai ke warga SAD," kata Dirjen Zudan di pemukiman terpadu warga SAD di Desa Lubuk Jering, Kecamatan Air Hitam, yang berada di Kawasan Taman Nasional Bukit 12, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.
Zudan menyatakan, SAD yang ada di enam kabupaten kurang lebih berjumlah 6.000 orang. Sedangkan yang sudah ada di dalam kartu keluarga dengan NIK, KTP, dan sudah terdata terdapat 3.180 orang. Lantaran itulah, pendataan akan terus dilakukan.
Zudan bertutur, saat melakukan pendataan di lapangan, timnya mengalami sejumlah kendala. Misalnya adanya aturan adat yang membatasi seorang perempuan untuk melakukan perekaman. Selain itu juga lantaran keterbatasan kapasitas penjemputan bagi SAD. Hal yang juga menjadi kendala adalah penolakan dari sebagian warga untuk menyebutkan nama orang tua yang telah meninggal dunia.
"Tanggal lahir rata-rata lupa, kemudian jika ada yang namanya sama kemudian ada yang meninggal dunia, dia harus ganti nama. Kalau di satu tempat ada yang meninggal dunia, dia akan pindah, jadi memang masih bergerak (nomaden), kita perlu lebih sabar," ungkap Zudan.
Upaya perekaman ini merupakan bagian dari upaya Kemendagri bersama Kementerian Sosial dalam upaya mempercepat pemenuhan hak sipil komunitas adat terpencil (KAT) bagi warga SAD. Data yang diambil oleh Dukcapil Kemendagri akan terintergrasi dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Saat ini, masih ada warga yang belum mendapat hak sipil berupa identitas kependudukan, yaitu gelandangan dan pengemis di perkotaan serta warga KAT di pedalaman Indonesia,” ujar Menteri Sosial Tri Rismaharini, saat meninjau perekaman data NIK- KTP-el warga KAT- SAD di Balai Desa Simpang Jelutih, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, 10 Maret lalu.
Kemensos bersama Kemendagri, khususnya Direktorat Jenderal Adminduk, melakukan pendaftaran penduduk bagi kelompok rentan baik yang berada di perkotaan maupun perdesaan.
Setelah terintegrasi DTKS, warga KAT-SAD dapat terakses program perlindungan sosial, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), Bantuan Sosial Tunai (BST), serta program pemerintah yang lainnya. Sehingga ke depan, warga KAT- SAD dapat berdaya dan mandiri.
“Semua paket bantuan yang diberikan diarahkan untuk pemberdayaan dengan tujuan agar bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka mandiri,” imbuh Risma.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari