Di bawah desakan suara pro dan kontra yang cukup sengit, DPR RI menggelar Sidang Paripurna untuk pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja di Ruang Sidang Utama, Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Selasa (6/10/2020). Dengan dukungan tujuh fraksi, dua lain menolak yakni Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS, RUU yang merupakan hasil inisiatif pemerintah tersebut disahkan sebagai UU Cipta Kerja.
Hadir dalam bentuk Omnibus Law yang merangkum 79 UU dan ratusan peraturan pelaksanaannya, UU Cipta Kerja itu memang menuai banyak tentangan sejak awal. Materi draf RUU yang meruah, setebal 1.035 halaman kertas ukuran A4, ditambah situasi pandemi Covid-19 yang tak kunjung reda, membuat pembahasan RUU itu tak tersosialisasikan secara luas. Konsultasi publik pun lebih terbatas. Belum lagi ada agenda politik lain yang berkelindan di dalamnya.
Karuan saja, ketok palu pengesahan UU Cipta Kerja itu segera disambut dengan luapan penentangan dari berbagai pihak. Selama dua hari berikutnya, aksi unjuk rasa pun melanda Jakarta dan banyak kota lainnya di Jakarta. Ada aksi vandalisme di sana-sini. Di Jakarta sekelompok massa mengamuk, merusak fasilitas umum.
Melalui Menko Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD, pemerintah menyatakan akan menindak tegas secara hukum para perusuh yang menumpang arus demonstran. Situasi mereda. Presiden Joko Widodo pun merasa perlu menyampaikan pesannya di tengah situasi panas tersebut.
Pesan tersebut disampaikannya melalui pidato yang dirilis dari kanal YouTube Sekretariat Presiden dan akun resmi Instagram @jokowi. Mengawali pidatonya, Presiden Jokowi mengatakan bahwa terkait UU baru itu pemerintah pusat telah melakukan rapat terbatas secara virtual dengan para gubernur Jumat (9/10/2020).
‘’Secara umum tujuannya melakukan reformasi struktural serta mempercepat transformasi ekonomi,’’ kata Presiden.
Langkah reformasi dan transformasinya dalam skala yang luas, yang dapat dipilah-pilah dalam 11 klaster. Mulai dari penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, urusan ketenagakerjaan, pengadaan lahan, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, soal sanksi, perlindungan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan seterusnya.
Beberapa hal bisa menjadi latar belakang UU Cipta Kerja itu. Yang pertama, menurut presiden, setiap tahun sekitar 2,9 juta anak muda masuk ke pasar kerja sehingga kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat-sangat mendesak. Apalagi di tengah pandemi ini ada 6,9 juta penganggur dan 3,5 juta pekerja terdampak pandemi Covid-19.
Mayoritas yakni 87 persen dari angkatan kerja itu berpendidikan SMA ke bawah , dan 39 persen mereka berpendidikan sekolah dasar. Jadi, Undang-Undang Cipta Kerja bertujuan menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya.
Kedua, UU baru itu juga dimaksudkan untuk memudahkan masyarakat membuka usaha baru. Regulasi yang tumpang tindih dan prosedur yang rumit dipangkas, perizinan usaha untuk Usaha Mikro Kecil (UMK) tidak diperlukan lagi, hanya pendaftaran, sangat simpel. Pembentukan PT atau perseroan terbatas juga dipermudah, tidak ada lagi pembatasan modal minimum. Pembentukan koperasi juga dipermudah, jumlahnya hanya sembilan orang, koperasi sudah bisa dibentuk.
Izin kapal nelayan penangkap ikan, misalnya, tutur presiden, cukup ke unit KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan, red). ‘’Sebelumnya harus mengajukan ke KKP, Kementerian Perhubungan, dan instansi-instansi yang lain,’’ kata Presiden Jokowi.
Ketiga, UU Cipta Kerja ini akan mendukung pencegahan dan pemberantasan korupsi. “Ini jelas, karena dengan menyederhanakan, memotong, mengintegrasikan ke dalam sistem perizinan elektronik maka pungutan liar dapat dihilangkan,” Presiden menambahkan.
Proses Cepat
Proses legislasi UU Cipta Kerja itu memang tergolong cepat untuk draf tebal itu. Pemerintah mengirim draf RUU tersebut ke DPR, 12 Februari 2020. Badan Musyawarah (Bamus) DPR pun menugaskan Badan Legislasi (Baleg) untuk pembahasan atas RUU tersebut. Hasilnya, 20 April 2020 terbentuk Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja dalam bentuk omnibus law.
Langkah pertama panja adalah melaksanakan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan berbagai unsur masyarakat. Tahap berikutnya, panja melakukan rapat pembahasan dengan pemerintah sampai tuntas. Berikutnya, panja pun membentuk tim perumus untuk melakukan harmonisasi dan sinkronisasi atas materi yang sudah disepakati. Tim perumus tak boleh mengubah substansi apapun yang disepakati. Seluruh tahapan ini terbuka, dan masyarakat bisa memonitor melalui TV DPR dan live streaming online.
Tahap berikutnya, panja menyerahkan hasil kerjanya ke Baleg DPR. Pada etape akhir ini, baleg meminta pandangan akhir fraksi-fraksi di DPR. Ujungnya adalah pengesahan pada sidang paripurna. Seluruh tahap sejak panja DPR terbentuk hanya memakan waktu lima bulan dua minggu. Tergolong cepat. Tidak heran bila banyak pihak tak sempat memantau secara cermat.
Namun, karena UU ini berdampak secara luas, banyak pihak merasa terlibat. Maka, di sekitar hari-hari pengesahan, ruang publik penuh dengan pro-kontra tentang materi Cipta Kerja ini. Semua berlangsung di tengah keterbatasan sumber informasi yang mutakhir dan valid. Klausul-klausul Cipta Kerja, dengan segala ulasannya, beredar tanpa secara cepat bisa dicek mana yang asli dan mana yang oplosan.
Pesan Langsung Presiden
Banjir informasi baik melalui media mainstream maupun media sosial membuat situasi memanas. Tak heran bila ajakan unjuk rasa cepat mendapat sambutan dari bebagai kalangan. Demo muncul di mana-mana dan sebagian tempat diwarnai aksi vandalisme.
Presiden melihat bahwa unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja itu sebagian dilatarbelakangi disinformasi mengenai substansi dari undang-undang tersebut dan hoaks di media sosial. “Saya ambil contoh, ada informasi yang menyebut ada penghapusan UMP, upah minimum provinsi, UMK upah minimum kota-kabupaten, serta UMSP, upah minimum sektoral provinsi. Hal ini tidak benar, karena faktanya upah minimum regional (UMR) tetap ada,” kata Presiden.
Selanjutnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan pesan dan mengklarifikasi beberapa isu. Berikut kutipannya secara langsung. “Ada juga yang menyebutkan upah minimum dihitung per jam. Ini juga tidak benar. Tak ada perubahan dari sistem yang sekarang, upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil.”
“Kemudian ada kabar yang menyebut bahwa semua cuti, cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan, dihapuskan dan tidak ada kompensasinya. Saya tegaskan juga, ini tidak benar. Hak cuti tetap ada dan dijamin.’’
‘’Apa benar perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak? Ini tidak benar. Perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak.”
‘’Kemudian juga pertanyaan mengenai benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang? Yang benar jaminan sosial tetap ada.”
“Yang juga sering diberitakan tidak benar ialah mengenai dihapusnya Amdal, analisis mengenai dampak lingkungan, itu tidak benar. Amdal tetap ada, bagi industri besar harus studi Amdal yang ketat, tetapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan.”
“Ada juga berita mengenai Undang-Undang Cipta Kerja ini mendorong komersialisasi pendidikan. Ini juga tidak benar. Karena yang diatur hanyalah pendidikan formal di kawasan ekonomi khusus, di KEK, sedangkan perizinan pendidikan tidak diatur di dalam Undang-Undang Cipta Kerja ini, apalagi untuk perizinan untuk di pondok pesantren. Itu tidak diatur sama sekali dan aturannya yang selama ini ada tetap berlaku.”
“Kemudian diberitakan bahwa keberadaan Bank Tanah. Bank Tanah ini diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan serta reforma agraria. Ini sangat penting guna menjamin akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah, kepemilikan lahan dan kita selama ini tidak memiliki Bank Tanah.”
“Saya tegaskan juga bahwa Undang-Undang Cipta Kerja ini tidak melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat. Tidak. Tidak ada.”
“Perizinan berusaha dan pengawasannya tetap dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang ditetapkan pemerintah pusat. Ini agar dapat tercipta standar pelayanan yang baik di seluruh daerah dan penetapan NSPK ini dapat nanti akan diatur di dalam PP atau peraturan pemerintah.”
“Selain itu kewenangan perizinan usaha tetap ada di pemda, tidak ada perubahan, bahkan kita lakukan penyederhanaan, standardisasi jenis, dan agar prosedur berusaha di daerah dan perizinan berusaha di daerah diberikan batas waktu. Ini yang penting di sini. Jadi ada service level of agreement, permohonan perizinan dianggap disetujui bila batas waktu telah terlewati.”
“Saya perlu tegaskan pula bahwa Undang-Undang Cipta Kerja ini memerlukan banyak sekali peraturan pemerintah atau PP dan peraturan presiden atau Perpres. Jadi, setelah ini akan muncul PP dan perpres yang akan kita selesaikan paling lambat tiga bulan setelah diundangkan. Kita, pemerintah, membuka dan mengundang masukan-masukan dari masyarakat dan masih terbuka usulan-usulan dan masukan dari daerah-daerah.’’
‘’Pemerintah berkeyakinan melalui Undang-Undang Cipta Kerja ini jutaan pekerja dapat memperbaiki kehidupannya dan juga penghidupan bagi keluarga mereka.”
‘’Kalau masih ada ketidakpuasan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja ini silakan mengajukan uji materi atau judicial review melalui MK Mahkamah Konstitusi. Sistem ketatanegaraan kita memang mengatakan seperti itu. Jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silakan diajukan uji materi ke MK.’’
Jalan Tengah
Judicial review tentu bisa menjadi jalan hukum untuk mengatasi perbedaan. Dengan langkah hukum ini, akan terkuak bila ada klausul UU Cipta Kerja yang tak sesuai dengan amanah konstitusi. Presiden juga menawarkan ruang dialog sebelum pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah (PP) atau peraturan presiden (Perpres) sebagai peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja itu. Untuk hal-hal yang teknis, dialog dalam PP dan perpres ini bisa mendekatkan jarak perbedaan pandangan. Semuanya bisa menjadi jalan tengah.
Namun, sebagaimana dimaksudkan Presiden Jokowi, langkah percepatan reformasi dan transformasi dalam kegiatan produksi, yang terkait penciptaan lapangan kerja, memang tidak bisa ditunda-tunda. Indonesia memerlukan pembaruan perangkat hukum untuk menyelaraskan diri dengan perkembangan dunia yang bergerak cepat. Terlalu mewah untuk membuang-buang waktu.
Penulis: Putut Trihusodo
Editor: Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini